Dia Dan Dia

1.9K 186 4
                                    

“Bunganya buat sahabat, kan?” Renata memastikan sang penerima pada Reno. Mereka berdua akhirnya sampai di toko bunga. Lima belas menit berjalan kaki, menghirup udara penuh polutan dari sesaknya hiruk pikuk kota besar.

“Iya.” Reno menyibak topi di kepala, kebingungan jelas terpajang.

“Gampang!” celetuk Renata, “pilih aja yang warnanya kuning, itu simbol persahabatan.”

“Tahu dari?” Reno mengembungkan pipi, kepalanya sedikit dimiringkan.

“Ilham Dewa laut dikirim melalui Medusa,” jawab Renata mantap.

Bibir Reno terkulum, bahunya terangkat serta mata ikut terpejam, seakan menekan kemarahan.

“Napa sih, biasa aja dong!” protes Renata mendapatkan reaksi demikian.

“Kamu tuh makin ke sini, makin nyebelin!” Reno mencubit pipi Renata keras, sampai memerah.

“Dasar, pengendali api! Dikit-dikit marah!”

“Aku nggak marah hanya ... apa ya? Tahu ah. Kamu mau bunga juga nggak buat dekorasi?”

“Tidak, terima kasih. Aku tahu kamu nggak tulus orangnya. Lagi pula, di rumah udah banyak mawar kering.”

“Aku tulus, kelinci. Atau wortel aja mau?”

“Tuh kan! Udah sanah, bayarin bunganya, keburu sore.”

Reno mengdipkan mata lalu berjalan ke arah kasir. Renata menyambar lilin aroma terapi di sebelahnya lalu berjalan ke kasir.

“Nih, bayarin!”

“Tadi katanya aku nggak tulus, nggak mau!”

“Ya udah minggir!”

Reno mengambil lilin dari tangan Renata, beralih ke kasir. “Sekalian yah, Mbak.”

“Aku bisa bayar sendiri!”

Reno mendorong kepala Renata. “Diem!”

“Aku tunggu di luar!” Renata meninggalkan Reno.

Sebuah butik pakaian berdempetan dengan toko bunga menarik perhatian Renata, dia berjalan menghampiri lalu mengamati desain pakaian di balik kaca. Kepalanya mulai berhalu, bagaimana jika mimpinya kelak menjadi nyata, ia sudah memiliki desain sendiri, beberapa bahkan sudah dijadikan baju, tapi semuanya sudah dijual. Sudah lama dia ingin belajar menjahit tapi selalu saja ada halangannya.

Senyuman mengembang di bibir tipisnya membayangkan jika baju buatannya yang ada di dalam. Deheman membuatnya bergidik. Saat dia berbalik, Jonatan berdiri menyilangkan tangan di dada, bersandar pada pintu butik, menyusul Febi dengan kantong belanja menumpuk dalam genggaman.

Renata tersenyum salah tingkah diamati Jonatan senyum-senyum sendiri dari tadi.  “Reno ke mana sih!” gerutunya. “Aku pasti ditinggal!” Renata memutar tubuhnya cepat. Pria yang dia cari baru muncul dari toko bunga.

“Lama bener!” gerutunya.

“Maaf, tadi Mbak kasirnya nannya kamu pacar aku atau bukan,” jelas Reno.

“Heh? Terus?” Netra Renata terbuka lebar. 

“Aku bilang aja ia. Kamu tahu dia bilang apa?” Reno ikut membelalak.

“Kamu yang dengarin malah nannya aku,” omel Renata.

“Dia bilang, ‘pada hal kalau Masnya sendiri, aku rela dinikahi.”

“Kasirnya cantik, nikahin aja,” celetuk Renata semangat.

“Sembarangan! Tadi aku sempat milihin bunga buat Wanda. Aku mau selipin cincin di dalam buket bunganya.”

𝙊𝙝 𝙂𝙊𝙙, 𝙃𝙚'𝙨 𝙈𝙮 𝙀𝙭 ( 𝙀𝙉𝘿)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang