BAB 18 : Yang Menghangatkan Hati, dan Membuat Lupa akan Problematika dalam Diri.

45 3 8
                                    

Kepala Meera masih cenat-cenut. Meera (jujur) lumayan senang bisa pulang dan ketemu mamanya, tapi di satu sisi dia pusing banget karena duitnya berkurang secara signifikan, sedangkan weekend besok dia harus survey lokasi TEKA, pasti tetep butuh duit juga, gimana ya biar duit yang nggak seberapa ini awet sampai akhir minggu?

Meera menghela nafas berat.

Bisa sih.

Dia bisa memotong uang makannya.

Dalam keadaan terjepit kayak gini biasanya Meera melakukan gerakan puasa-but-not-really andalanya. Dia cuma makan dua kali sehari. Makanan nya di dapat darimana? Gampang, dia bisa beli nasi di warteg, minta lauk dan nasinya dipisah. Nasi warteg kan banyak jadi bisa dipisah jadi dua. Beli lauk dua, supaya murah, beli sayur aja, tapi supaya tetap ada protein nya, beli sayur yang yang ada lauknya, macam sayur tahu, atau sayur kacang yang biasanya di campur dengan tempe. Seporsi Paling hanya memakan lima sampai enam ribu, dengan begitu, dalam waktu satu minggu Meera cukup menghabiskan tiga puluh lima ribu.

Kalau mau lebih irit lagi, biasanya Meera numpang makan di kamar Joy, Jennie, atau Jisoo, ketiga sahabatnya itu punya rice cooker dan punya kulkas, jadi sering banget menyetok makanan.

Oke, batin Meera dalam hati.

I'll get through this. I always do. Batin Meera dalam hati.

"Nih mer gue beliin ayam bali" kata Jennie tiba-tiba saat dia memasuki ruang tamu kosan mereka.

"Hah?" Meera bingung banget, nggak ada angin nggak ada hujan kenapa Jennie tiba-tiba beliin ayam bali? "Makan yang bener mer, kalau gaada duit bilang, nanti gue beliin. "

"Jen ga.."

"Gaada penolakan" tukas Jennie.

"Kita temen lo mer, we care about you, kurang-kurangin mendem semuanya sendirian ya mer? Ngomong ke kita kalau butuh bantuan,"

Meera bener-bener merasa... Nggak nyaman.

Jennie Cuma bisa merengut. Jennie tau banget apa yang ada di otak sahabatnya itu. Tumbuh di keluarga yang complicated seperti Meera, belum melihat latar belakang ekonominya, membuat Meera tumbuh menjadi seseorang yang tidak terbiasa meminta tolong ke orang lain. Jangankan orang lain. Orangtuanya saja terkadang tidak ada untuknya di saat dia membutuhkan bantuanya, apalagi orang lain?

Hal itu yang membuat Meera kadang tanpa sadar memendam semuanya sendirian. Bukan, bukan karena dia sok kuat. Kalau boleh jujur  ada banyak sekali waktu dimana Meera merasa nyaris meledak. Cuman as simple as Meera nggak terbiasa meminta dan diberi pertolongan, Meera sering banget lupa kalau dia nggak sendirian.

"Mer... Dimakan ya, sebentar lagi kan kita rapat, biar lo berenergi.." Kata Jennie dengan suara melembut.

"Oke..." Meera pun mengambil bungkusan itu dan mulai mengunyah makananya. Satu persatu tim inti dari UDS seperti Joy, Jisoo, dan Wendy mulai datang. DI UDS, Meera adalah presidennya, Joy berperan sebagai sekretaris, Wendy bendahara, dan Jennie sebagai kepala bagian dari divisi training dan Jisoo sebagai kepala bagian pengembangan sumber daya manusia.

Dikit banget ya?

Emang.

Well, mau gimana lagi, untuk beberapa kampus, debat apalagi debat Bahasa Inggris memang bukan sesuatu yang populer, setiap kali UKM Expo digelar sebenarnya banyak orang yang tertarik, tetapi begitu tau debatnya pake Bahasa Inggris orang-orang udah minder duluan. Dan dengan anggota yang tidak seberapa setiap tahun nya, itupun akan berkurang dengan sangat drastis di pertengahan semester. Kuliah saja sebenarnya sudah cukup melelahkan, kalau join UDS (NCT U Debating Society) itu berarti secara otomatis beban belajar mereka akan meningkat. Dan masalah utama dari debat adalah, parliamentary debating competition umumnya bersifat general. Jarang ada debat khusus jurusan, semisal, debat khusus anak fisip, debat khusus anak teknik mesin, debat khusus anak biologi. Umumnya, lomba-lomba parliamentary debating bersifat umum,siapa saja boleh bergabung terlepas jurusan, begitupula dengan mosinya. Jadi nggak peduli lo anak fisip, hukum, fisika, atau teknik nuklir sekalipun, ya lo harus tau soal banyak hal, mulai dari Politik Amerika, Perang di Syria, pengembangan teknologi rekaya genetika, Universal Basic Income, Trickle Down Effect dan lain sebagainya. Jadi bisa kebayang nggak? Pagi sampai sore udah dimabuk materi kuliah, malamnya harus memaksakan diri baca media sejenis The Economist, Vox News, atau bahkan Jacobin demi debat.

Till Debate Do Us PartOù les histoires vivent. Découvrez maintenant