BAB 29 : Bunga Latihan Debat

36 2 0
                                    

"Bunganya cantik ya?" Adalah pertanyaan pertama Jaehyun begitu mereka memasuki kawasan Kota Lama yang juga tersambung dengan toko-toko bunga lokal.

"Kurang paham juga gue, gue nggak suka bunga"

Jaehyun mengernyit. "Why? I thought every girls love flowers"

"Menurut gue bunga itu nggak practical apalagi kalau kita beli nya di florist sudah harganya jelas lebih mahal, fungsinya juga nggak ada, kek yaudah dilihat dicium ppaling beberapa menit kalau nggak detik, habis itu bunganya layu dan nggak akan kepakai lagi, kalau menurut gue sih sayang, uang segitu kan bisa dipakai untuk yang lain"

Melihat Meera yang tersenyum saat membalasnya Jaehyun tau bahwa Meera bener-bener nggak suka bunga, bukan Cuma karena dia pengen terlihat edgy di depan nya aja. Cih, batin Jaehyun, lagian siapa pula dia sampe Meera harus repot-repot cari perhatian dengan jadi edgy di depannya.

"Jangan bilang lo gasuka vinyl juga sebenarnya?" Tanya Jaehyun.

"Hmm tergantung." Jawab Meera.

"Tergantung apa nih?"

"Vinylnya yang di beli di mana dulu?" Tanya Meera.

" Hmmm yang dibeli di sini deh misalnya"

"Kalau begitu gue suka, kebanyakan vinyl yang dijual disini dijual oleh orang orang yang memang menjadikan barang antik sebagai mata pencahariannya, dari segi harga juga masih make sense kelihatan banget bahwa penjualnya memang umkm yang mau survive bukan toko antik yang mementingkan gengsi sampai-sampai harus jual dengan harga selangit, apalagi kalau orang-orang liat vinyl biasanya nanti bakalan ditawarin jasa tulis indah sekalian di bungkus outer vinylnya, itu bisnis yang nyaris mati karena pos dan berkirim surat udah nggak jaman, thank god karena masih ada beberapa pecinta barang antik, orang-orang yang punya jasa tulis indah masih bisa bertahan"

"Jasa tulis indah? Gue baru pertama kali denger, ada ya yang kayak gitu?" Tanya Jaehyun penasaran.

"Ada! Gue waktu maba wawancara mereka buat paper mata kuliah wiraswasta, kebanyakan dari temen-temen mereka udah banyak yang menyerah dan banting stir ke usaha lain, sementara beberapa yang bertahan kebanyakan kerjasama dengan toko-toko di sekitarnya untuk nawarin jasanya, beberapa yang punya anggota keluarga yang lebih muda juga dibantuin sama anggota keluarganya buat jualan di tiktok, they did their best to survive"jelas Meera.

And this, is one of the many qualities yang Jaehyun suka dari Ameera, dia tau kalau sama Ameera, mereka bisa ngobrolin apa aja, mereka nggak harus suka sesuatu yang sama, tapi sedikit banyak Meera pasti tau apa yang Jaehyun bahas. In fact mereka nggak selalu setuju sama satu hal yang sama tapi Meera selalu punya alasan logis di baliknya. Selama ini, how could I've been so blind about your existence ya mer? Batin Jaehyun.

"Oke berarti bisa gue simpulkan kalau lo suka sama vinyl yang di jual di kota tua karena dengan beli vinyl, it helps small to medium enterprises ya mer?" Tanya Jaehyun lagi.

"Yap, I know it sounds weird"

"Not at all, yaudah masuk ke store yang itu yuk, kayaknya asik."

Mereka berdua pun melangkah masuk ke sebuah toko vinyl di kota tua. Meera sebenarnya juga nggak begitu mengerti dunia vinyl, tapi melihat Jaehyun dengan telaten melihat vinyl satu persatu, melihat kondisi nya, dna beberapa kali bertanya ke pnenjaga toko, membuat Meera merasa apa ya namanya.... Zen? Tenang aja gitu. Seperti yang sudah Meera bahas sebelumnya, dan mungkin sudah terlihat juga dari sepak terjangnya selama ini. Hidup Meera seperti lari marathon yang nggak ada berhenti-berhentinya. Flowers and Music bukanlah sesuatu yang dekat dengan Meera, yang ada cuma kerja-kerja-dan kerja lagi. Kejar IPK, kejar prestasi, harus jadi juara debat, rasanya Meera selalu lari dengan sekuat tenaga sampai ngos-ngosan. Dan Meera akan merasa bersalah untuk melakukan hal-hal yang "nggak fungsional" seperti membeli bunga dan koleksi vinyl misalnya.

Berjalan-jalan di tengah barang yang Meera jujur nggak tau makenya gimana, sambil mendengarkan lagu-lagu lawas dari radio toko di kota lama ternyata bisa jadi hening yang menyenangkan. Selama ini dunianya begitu berisik dan bergonjrang gonjreng kemana-mana. Dunia yang ribut dan penuh argumen, baik di dalam ruangan debat, maupun di rumah nya sendiri. Sebelum ini, Meera nggak pernah sadar bahwa keheningan bisa jadi sesuatu yang.... Menenangkan dan menyenangkan.

"Mer, gue udahan nih beli vinylnya, dan lihat deh!" Jaehyun memamerkan outer vinylnya yang terlihat dihiasi huruf-huruf indah yang meliuk-liuk. "Lo pakai jasa tulis indah?" Meera merasa nggak percaya. "Kata lo bagus kalau gue pakai jasa mereka? Supporting local business right?" Goda Jaehyun. "Iya tapi gue nggak tau... you will take my words seriously"
"Kapan sih Mer gue nggak take you or your words seriously?" Damn this man selalu bisa kasih respons yang bagus ya, apa gue rekrut aja buat masuk UDS ya? Batin Meera.

"Heh, kok malah bengong sih!"

"Gue lagi mikir, respons lo bagus-bagus banget, apa lo gue ajak aja masuk NCT U Debating Society ya?"

Jaehyun tertawa. " Wow, gue anggap itu sebagai compliment, once in a while gue mau banget kok kalau disuruh nemenin lo latihan debat, penasaran juga gue isinya kayak apa."

"Beneran ga nih?" Tanya Meera dengan nada acuh padahal mah sebenarnya salting brutal.

Bersemester-semester debat, respon paling standar yang diterima Meera sebagai seorang debaters adalah

'ambis banget sih lo'

'pantesan aja cowok-cowok pada takut sama lo'

'kalau lo punya laki pasti nanti dia takut dah sama lo'

'makanya jangan debat mulu, cowok-cowok pada takut noh sama lo'

So, mendengarkan respons yang agak berbeda sudah cukup untuk membuat Meera flattered.

"Beneran, gue nggak pernah tau, debat itu sebenernya kayak apa, cuma bisa ngira-ngira doang, so I think it will be interesting to see it first hand"
"Ok then, soon ya" janji Meera.

"Yaudah makan yuk laper nih, mau coba Mie Jawa nya deket sini nggak? Katanya enak? Nanti kalau udah kita bisa makan layer cake di as dessert"

"
Yuk!"

Till Debate Do Us PartWhere stories live. Discover now