Bab 23 : Sore Bersama Saddiq

33 4 0
                                    


"Itu tuh mer, yang lagi jalan bawa macbook!"

"Kenapa? Dia maba bermasalah?"

"Kagak, dia maba inceran gue hehehe" Meera cuma bisa tepok jidat, ada-ada aja ini kelakuan Saddiq. Hari ini mereka rencananya akan pergi ke venue welpart untuk melakukan dekorasi berhubung besok acara welcoming party sudah akan dimulai. Panitia inti TEKA dan welpart rencananya akan berangkat bareng tapi yang kelasnya kelar duluan si Saddiq dan Meera, sisanya masih kelas.

"Inceran as in girlfriend wannabe?"

"Yep, namanya Aya, dia keren banget, gue pertama kali ketemu dia pas first gathering buat rookies, lo tau kan rookies panggilan buat maba-maba yang mau masuk HMJ, nah kita ngadain seksi FGD nih buat perencanaan proker tahun depan, salah satunya rencananya kita mau bikin festival musik dan local market, disitu anak-anak rookies ditantang buat bikin plan, gimana caranya kalau incase kita cuma mampu untuk undang second tier artist, gimana supaya kita tetep bisa jual ratusan tiket, lo tau nggak apa usul Aya?" Tanya Saddiq dengan mata berbinar. Meera menggeleng. Dalam hatinya dia kagum banget sama orang-orang kayak Saddiq, beda dengan Jaehyun yang punya prince charming aura, Saddiq ini punya anime main character aura, dimana barengan sama Saddiq itu rasanya kayak berada di bawah direct sunlight. Anaknya warm banget, dia juga gampang bergaul dan nggak tau kenapa dia bisa bikin cerita-cerita simpel soal kehidupannya jadi super menarik, kalau sama-sama Saddiq, mau dia Prince Charming sekelas Jaehyun atau si ambis jembatan Ancol sekelas Meera juga nggak akan ada tuh yang namanya awkward conversation.

"Rookies-rookies yang lain pada usul ide-ide yang mentereng semua, mulai dari pakai instagram ads lah, massive paid promote ke jurusan-jurusan dan hima lain, ada juga yang usulin endorse selebgram, well semua saran itu nggak salah, tapi ya based on pengalaman kita di HMJ, hal-hal kayak paid promote atau instagram ads itu nggak do-able karena lagi-lagi membutuhkan biaya buat ngelakuinnya dan konversi ke sales tiket nya masih sangat di pertanyakan, terus munculah si Aya, dia usul, gimana kalau instead of pakai cara-cara promotion yang sebelumnya udah disebutin kita pakai cara-cara yang lebih tradisional yaitu jualan langsung. Pertanyaannya adalah jual ke siapa kan, Aya bilang yang pertama kali harus kita approach itu fanbase nya si second tier artist itu, walaupun dia second tier tapi umumnya dia akan masih punya dedicated fans, nah orang-orang kayak gini nih yang harusnya kita cari, kalaupun dia nggak punya fandom yang dedicated, kita liat aja target pasarnya siapa dan penonton konser-konser dia sebelumnya rata-rata umurnya berapa, terus kita contek aja, semisalkan rata-rata penontonnya anak-anak SMA yaudah kita ngemper aja depan sekolah-sekolah, terus kita juga harus manfaatin circle-circle pertemanan yang kita punya, temen-temen sma, anak-anak organisasi daerah, anak anak yang satu UKM sama kita, mereka walaupun nggak tau artisnya tapi biasanya tetep akan beli atas nama pertemanan, cara-cara ini emang bikin capek , tapi kemungkinan sales nya jauh lebih gede. Wah gila deh mer, pas dia ngomong gitu di depan temen-temennya seangkatan dan ke kita-kita, damn gue rasanya kaya, oke gue nemu apa yang gue cari," Saddiq bercerita dengan penuh semangat, udah kayak lomba monolog waktu 17an. " Wow ok, tapi sebenernya gue nggak ngerti deh Sad, maksud gue, oke mungkin sebagai anggota organisasi si Aya Aya ini adalah kandidat potensial yang kayaknya bakal kontributif ke organisasi, tapi sebagai pacar? Apa yang lo liat dengan dia ngomong kayak gitu?" Meera jadi penasaran, awalnya Meera kira Saddiq bakal mikir mengenai jawabannya tapi ternyata Saddiq cuma butuh sepersekian detik sebelum dia menjawab. " Well gue rasa yang Aya lakukan itu bikin gue penasaran, menurut gue kualitas berpikir yang sederhana tapi efektif itu keren banget, dan gue rasa ngobrol dengan cewek kayak gitu atau bahkan-bisa punya pacar kayak gitu bakal seru banget, tapi yah itukan baru tebakan gue. Makanya untuk mengkonfirmasi rasa penasaran gue, gue deketin dia, kalau ternyata dugaan gue sesuai dan dia memang cocok buat jadi lebih dari teman, ya bagus, tapi kalau enggak, ya seenggaknya gue udah coba mer. Gue lebih mending belajar kalau ternyata Aya nggak sesuai sama yang gue pikirkan atau malah gue ditolak Aya daripada gue penasaran dan akhirnya kepikiran terus soal dia. Menurut gue yang paling sakit itu bukan gagal, tapi nggak pernah mencoba. Kalau lo gagal mer lo bisa bangkit lagi, lo bisa belajar move on, nah tapi kalau lo nggak pernah mencoba? Bisa jadi lo dibayangi penasaran secara terus menerus, lo terus-terusan bertanya apa yang mungkin terjadi seandainya dulu lo mencoba. Kalau lo coba ada 50% kemungkinan lo berhasil mer, tapi kalau lo ga pernah mencoba ya udah pasti lo 100% gagal. Nggak mau sih gue hidup kayak gitu."

Till Debate Do Us PartOnde histórias criam vida. Descubra agora