Bab 25 : A Brief History of Debating Obsession

34 3 0
                                    

Dulu jaman Jennie, Jisoo, Joy, dan Meera masih jadi debater baru ((banget)) yang masih bego ((banget)), Jisoo si anak random pernah nanya ke Meera ,

"Mer, apa sih yang bikin lo suka debat?"

Pertanyaan yang sebenernya ditanya asal saja sama Jisoo sembari doi menggunakan kertas  sebagai bahan kipas kipas karena sekretariat UDS emang panas banget, malah membuat Meera mendadak overthinking.

"Suka public speaking gue" Jawab Meera asal.

"Tapi kan public speaking nggak eksklusif ke debat, lo bisa join UKM lain, MUN misalnya, atau join BEM juga kalau lo masuk bidang aksi dan propaganda bisa belajar public speaking?" Usut Jisoo.

Meera jadi makin termenung, iya ya kenapa debat? Hmm kalau boleh jujur Meera lupa tepatnya sejak kapan, rasanya kayak.... Sepanjang yang dia bisa ingat? Meera tumbuh dengan keadaan yang well, kalau kata Nadin Amizah "Tumbuh dari Pilu, Aman yang ternyata palsu,". Waktu kecil Meera nggak pernah sadar kalau keluarganya bermasalah, hingga suatu hari waktu Meera kelas 5 SD telfon genggam ayahnya berbunyi, nama "Anjani" terpapar di layar dan Meera kecil yang tak tau apa apa memutuskan untuk mengangkat telfon tersebut karena ayahnya sedang di kebun. Little did she know, bahwa percakapan itulah yang mengubah hidupnya. Meera nggak akan pernah lupa percakapan melalui telepon sore itu, ia bertanya 'Halo siapa ya?' 'Pak Derma ada?' 'Saya anaknya,' 'Loh saya istrinya!' Selanjutnya percakapan diisi oleh sumpah serapah dari 'Anjani'-yang tentu bukan ibu dari Meera, 'anak nggak sopan' 'jangan suka main telfon sembarangan' 'bocah kurang ajar' Meera hanya bisa membeku. Siapa perempuan ini? Istri ayahnya? Padahal ibunya jelas-jelas bukan bernama Anjani. Meera benar-benar bingung harus berkata apa, hingga sebuah tangan dengan kasar merebut telfon itu dari tangannya, ayahnya.

Hari itu, keributan besar meletus di rumah Meera. Meera dan ibunya hari itu belajar mengenai fakta bahwa ayahnya memiliki istri kedua, tidak hanya itu saja, ternyata ayahnya memiliki anak perempuan lain dari perempuan itu.

Ayahnya marah besar sampai memukul ibu Meera dihadapannya.

Iya, ayahnya yang marah besar.

Ayahnya mengatakan bahwa ibunya tidak bisa mendidik Meera dengan baik, anak kecil sudah kurang ajar membuka telfon genggam pribadi ayahnya. Meera kecil mencoba melawan. Meskipun berlinang air mata, Meera dengan berani mengatakan bahwa tidak seharusnya ayahnya memukul ibunya, bahwa ayahnya kok bisa memiliki dua istri, Meera berkata bahwa tadi dia cuma ingin membantu ayahnya yang sedang di kebun. Kemarahan ayah Meera teralihkan, lagi-lagi Meera mendapat aneka kata kata kasar. 'Anak sok tau'. 'Anak kebanyakan omong'. 'Anak suka ikut campur'.

Mimpi buruk Meera belum terakhir sampai disitu. Betapa terkejutnya Meera dan ibunya ketika di hari-hari selanjutnya saat fakta ini naik ke permukaan dan diketahui keluarga besar, keluarga besar ayahnya tampak tidak berekasi dan justru menyalahkan ibu Meera.

'Makanya jadi perempuan harus pintar jaga diri, kamu sih kerja terus tidak pernah dandan, ya wajar suamimu kecantol sama yang lain'

'Derma anak baik, hidupnya dari dulu lurus, kalau sampai Derma berbelok begini, ya itu berarti kamu yang sudah keterlaluan sampai bikin Derma nggak tahan, dari awal kalian dekat aku udah tau ada yang nggak beres dengan kamu'

'Ya sudah mau bagaimana lagi? Namanya laki-laki nafsu dan kebutuhannya tinggi, kamu harusnya bersyukur Derma cuma mengambil istri kedua, kalau dia jajan sembarangan di mana-mana, apa kata orang-orang nanti soal keluargamu?'

Sejak saat itu, secara tidak resmi Tante Anjani masuk ke kehidupan Meera. Tante Anjani dan ayahnya ternyata juga memiliki anak perempuan yang terpaut hanya 2 tahun dari Meera. Komentar-komentar mengerikan yang paling tidak ingin Meera dengar kembali berdatangan, kali ini, itu ditujukan kepadanya

Till Debate Do Us Partحيث تعيش القصص. اكتشف الآن