24 | Win To Wean

4.1K 456 12
                                    

"Dih, udah gede masih ngenyot aja sih, *Nduk*?"

"Kapan mau berhenti mik susu hayooo?"

"Lho, udah mau 2.5 tahun, kan, kok masih nen aja?"

"Masa udah gede kalau nangis berhentinya gara-gara dikasih nen?"

Kalimat-kalimat semacam itu selalu terlontar dari nenek dan budhe-budhe Zahira tiap kali melihat Zahira khusyuk menyusu padaku saat akan tidur, lelah bermain, maupun sehabis menangis. Ya, usia Zahira memang sudah lewat dua tahun, usia di mana harusnya Zahira sudah berhenti menyusu lagi padaku.

"Belum kamu sapih, Mir?" tanya Mbak Anjani.

Aku menggeleng. "Belum, Mbak. Bingung nyapihnya gimana. Masih nggak tega juga."

"Tapi, kan, udah dua tahun masa nggak disapih? Bukannya ASI-nya juga udah nggak bagus ya? Kasihan dong kalau nggak disapih. Tapi dia udah doyan minum selain susu, kan?" tanya Mbak Anjani lagi.

"Doyan. Zahira sih apa aja doyan. Teh, susu, sirup, kopi, tapi bingung cara nyapihnya gimana. Ada ide nggak selain pakai ditakutin gitu? Kalau pakai cara kayak gitu aku nggak tega banget. Liat dia nangis-nangis kejer minta susu jadi sedih."

"Yah, nyapih anak emang tega nggak tega sih, Mir. Tapi, kan, harus dilakuin. Kalau cara lain apa ya?" Kakak keduaku itu menggaruk pipinya, berpikir.

"Lha, kamu dulu nyapih Kenes gimana caranya?"

Mbak Anjani tersenyum. "Dia sih tersapih dengan sendirinya. Waktu umur Kenes mau dua tahun, kan, aku hamil Ayyas. Jadi secara otomatis Kenes udah nggak mau minum ASI-ku lagi. Nah, apa kamu coba hamil aja biar nyapihnya gampang?" usul Mbak Anjani sambil terkekeh.

"Ngawur!" sahutku sambil cemberut. "Aku belum mau hamil lagi. Lagian mengingat rewelnya Kenes dulu waktu "dipaksa" lepas menyusu gitu aku jadi ngeri sendiri."

"Ya, iya sih."

Tapi aku tidak bohong soal rewelnya Kenes yang luar biasa. Aku masih ingat saat Kenes masih di usia yang lebih kecil- sekitar satu setengah atau dua tahun kurang sedikit- dia sering sekali tantrum. Dia sering sekali menangis kejer setiap saat terutama saat malam. Dia sering sekali terbangun di malam hari kemudian menangis hingga subuh. Ingat saat aku didera sakit gigi yang membuat gusiku bengkak? Saat itu Mbak Anjani menginap di rumah ibuku beserta Kenes dan suaminya. Rasanya kepalaku ingin pecah karena suara tangis Kenes membuat gigiku makin sakit.

Usut punya usut sepertinya Kenes masih tidak terima kalau dia akan menjadi kakak karena Mbak Anjani saat itu sedang hamil anak keduanya. Kata ibuku hal seperti itu normal terjadi pada anak-anak yang rentang usia kelahirannya dengan sang adik cukup pendek karena dipaksa disapih sebelum puas menyusu pada ibunya. Aku tak bisa membayangkan betapa repot dan lelahnya Mbak Anjani waktu itu, mengurus anak yang sering tantrum saat sedang hamil.

Kalau anak kedua Mbak Anjani, Ayyas, memang tidak perlu disapih sebab dari lahir dia memang tidak pernah menyusu ibunya. Kakakku memiliki masalah pada payudaranya setelah kelahiran Ayyas sehingga tidak bisa menyusui lagi. Mbak Anjani patah hati sekali waktu tahu kenyataan itu sebab mengingat harga susu formula yang mahal. Sudah mahal, tidak bisa mengganti kebaikan ASI pula.

"Coba pakai lipstik. Payudara kamu nanti dikasih lipstik gitu biar Zahira ngiranya susu ibunya berdarah terus dia takut nyusu lagi," saran ibuku dan Mbak Ajeng yang mengira aku belum pernah mencoba cara itu.

"Aku dulu pakai cara itu," tambah Mbak Ajeng lagi. "Berhasil kok nggak pakai drama."

"Orang-orang jaman dulu juga gitu kok, Mir. Coba aja," usul ibuku.

Tentu saja di percobaan pertama aku sudah melakukannya. Aku sempat mencobanya saat usia Zahira masih dua tahun lebih sebulan tapi Zahira masih saja merengek minta susu dan tidak gentar sama sekali melihat payudaraku yang dilumuri lipstik merah. Aku gagal menyapih Zahira di percobaan pertama itu padahal aku sudah mengeluh pada Mas Ganjar karena payudaraku sering sekali luka terkena gigitan Zahira.

Balada Ibu Rumah Tangga | TAMATWhere stories live. Discover now