27 | Sikat Gigi Dong, Dek!

8.5K 621 12
                                    

Memasak ternyata tidak seburuk dan semenyeramkan seperti bayanganku sebelumnya. Bahkan kini aku jadi kecanduan memasak sampai-sampai Mas Ganjar jadi membulat karena aku memaksanya menghabiskan masakanku. Zahira juga bertambah gembil karena dia dengan senang hati menghabiskan camilan yang kubuatkan. Dia bukan tipe anak yang picky eater alias tukang pilih-pilih makanan. Aku mempraktikkan ressp-resep masakan dan camilan sehat dari internet. Aku sengaja memilih resep yang simpel dengan bahan-bahan yang mudah dicari.

Sekarang yang jadi masalah adalah Zahira selalu kabur tiap kali kuajak sikat gigi sehabis makan. Sebenarnya aku sudah mulai mengajaknya sikat gigi saat umurnya dua tahun. Tapi dia ketakutan dan menangis jeri tiap kuperlihatkan sikat gigi. Itu bermula sejak dia melihatku menyikat gigi dengan pasta gigi dan membuat mulutku putih berbusa. Dia merasa wajah ibunya jadi berbeda sehingga dia takut mencoba menggunakan sikat gigi itu. Dipikirnya mungkin sikat gigi adalah semacam benda laknat yang bisa mengubah wajah seseorang menjadi mengerikan.

Kini saat umurnya sudah tiga tahun, aku kembali membujuknya untuk menyikat gigi karena kupikir Zahira sudah lebih mengerti di usia segitu.

"Emoh... Emoh..." Zahira berlarian dari kamar mandi ke teras rumah tempat ayahnya sedang membaca koran. Omong-omong ini kebiasaan baru Mas Ganjar sejak tinggal di kontrakan. Biasanya dia tidak pernah suka membaca koran. Itu karena tetangga kami adalah seorang loper koran. Dia bilang kasihan kalau tidak dibeli. Padahal kan seorang loper koran pasti sudah punya pelanggan.

"Ayah... Ayah..." Zahira bertindak dramatis memanggil-manggil ayahnya ketika aku mengejarnya dengan tergopoh-gopoh.

"Kenapa?" tanya Mas Ganjar pada Zahira setelah melipat koran paginya dan meletakkannya di meja. Hari itu hari Sabtu sehingga Mas Ganjar tidak berangkat kerja.

"Ibu nakal. Adek sikat gigi," adunya dengan mimik lucu. Dia ingin protes kenapa dia disuruh sikat gigi olehku.

Oh ya, Zahira sudah bisa mengerti bahasa kami. Dia pun sudah punya lebih banyak kosa kata dan sudah mampu merangkainya menjadi kalimat meski tidak selalu dalam bentuk kalimat utuh. Dia juga masih kesulitan menirukan kata dengan 3 suku kata atau lebih dan kesulitan mengucapkan huruf R dan L.

Mas Ganjar tersenyum lalu membawa Zahira ke pangkuannya.

"Adek tau ga sikat gigi itu buat apa?" tanya Mas Ganjar yang dibalas gelengan oleh Zahira. Wajahnya kini memperlihatkan antusiasme yang ditandai dengan binar di matanya.

"Sikat gigi itu dipake buat bersihin gigi."

"Apa besih?" Kenapa harus dibersihin maksudnya.

"Biar ga kotor."

"Gigi koto?" Emangnya gigi kotor maksudnya.

"Oh, jelas. Adek, kan, makan pake gigi. Dikunyah. Pasti ada sisa makanan yang masih nempel. Kayak ibu pas nyapu rumah kadang masih ada sisa-sisa debu yang terbang, kan?"

Zahira menunjukku yang sudah bergabung di teras rumah seraya berkata, "hiiiyy ibu koto!"

"Eh, bukan ibu yang kotor tapi lantainya," protesku.

Mas Ganjar mengabaikan perbedaan pendapatku dan Zahira.

"Nah, sisa-sisa makanan itu kayak debu itu. Dia bandel. Nakal. Harus disuruh pergi jauh dulu biar ga betah nempel di gigi. Kalo debu di lantai disuruh perginya dengan dipel. Adek sering liat ibu ngepel rumah, kan?"

Zahira mengangguk.

"Nah, kalo kotoran di gigi disuruh pergi dengan disikat."

"Ayah nakal! Kok pegi?" Zahira menuduh ayahnya nakal- atau dalam pengertiannya, jahat- karena mengusir kotoran di gigi. Lah, dia belum tahu efek kotoran di gigi seperti apa.

Balada Ibu Rumah Tangga | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang