25 | Berita Baik

6.9K 590 13
                                    

Waktu berjalan begitu cepat hingga tak terasa Zahira beranjak semakin besar. Sudah tiga tahun kini usianya. Aku dan Mas Ganjar bersyukur karena Zahira makin menunjukkan perkembangan motorik dan verbal yang baik. Bulan lalu, Mas Ganjar membelikan Zahira sepeda roda empat berwarna merah muda lengkap dengan boncengannya yang ada sandaran berbentuk hati. Zahira senang sekali naik sepeda itu. Tiap hari dia tak pernah absen naik sepeda, berputar-putar di sekeliling rumah, memamerkan senyumnya yang lebar dengan gigi-giginya yang sudah tumbuh sempurna. Meski belum bisa mengayuh, setidaknya dia sudah bisa menyetir setangnya sendiri.

"Sepeda. Hore!" teriak Zahira dengan girang.

Aku dan Mas Ganjar bertepuk tangan dan tertawa seperti yang Zahira lakukan.

"Bentar lagi palingan udah bisa genjot tuh anak," kata Mas Ganjar saat melihat Zahira mencoba meraih pedal sepeda dengan kakinya.

"Iya, dia gigih banget kalo disuruh belajar sepeda," timpalku yang masih memegangi tubuh Zahira agar tidak terjungkal dari sepeda.

Lalu tiba-tiba Mas Ganjar mendekatiku. "Ngg, Yang, aku ada berita baik."

Aku menoleh padanya dan bertanya, "berita baik apa?"

"Aku diterima tes CPNS tempo hari. Penempatannya masih di sini juga kok. Di Dinas Komunikasi dan Informatika."

Mataku membelalak tak percaya. Lalu mendesah lega. "Alhamdulillah."

Mas Ganjar tersenyum. Meski sebenarnya dia tak terlalu tertarik menjadi PNS- menurutnya lebih nyaman jadi pengusaha karena bisa menentukan jam kerjanya sendiri- dia tetap mendaftar tes CPNS karena suruhan bapaknya. Toh, dinas yang dia pilih memang sesuai dengan background study-nya yang lulusan teknik informatika. Pertimbangan lainnya adalah penempatan kerja juga masih di kota yang sama. Selain itu, waktu kerja PNS hanya 5 hari sehingga Mas Ganjar merasa masih punya banyak waktu yang bisa dipakai untuk hal-hal lain di hari Sabtu dan Minggu. Lagipula menjadi PNS cenderung lebih stabil secara finansial daripada jadi guru di sekolah swasta seperti pekerjaannya sebelumnya. Meski kesejahteraannya juga cukup terjamin di sana, tapi Mas Ganjar memilih melepaskan pekerjaan lamanya demi kesempatan yang lebih baik.

Ah, tipikal orang Indonesia sekali ya. Sekolah tinggi bukannya buat lapangan pekerjaan malah jadi pekerja juga. Sekolah tinggi ujung-ujungnya tetep jadi jongos juga. Yah, walaupun jongosnya dikasih gaji, tunjangan, dan pensiunan sih.

Aku jadi teringat dengan cerita Mas Ganjar tentang anak dari sepupunya yang sudah lulus SMA. Keponakannya itu menolak saat ditawari kuliah oleh kedua orang tuanya lantaran dia sudah malas belajar.

"Aku udah bosen belajar. Dari SD sampe SMA dipaksa belajar. Capek," kata Mas Ganjar saat menirukan perkataan keponakannya itu.

"Padahal banyak orang pengen bisa kuliah, eh dia malah ga mau kuliah, Yang. Gimana tuh?"

"Ya, pilihannya dia kok. Biarin aja. Dia, kan, udah gede wong udah lulus SMA. Udah tau lah mana yang baik mana yang buruk."

"Masalahnya sampe sekarang dia belum dapet kerjaan juga-"

"Mas, namanya cari kerja jaman sekarang emang susah. Yang S1 aja banyak yang nganggur apalagi yang lulusan SMA."

"Makanya itu kenapa orang tuanya nawarin kuliah biar dia bisa dapet kerjaan agak gampang."

Aku mengedikkan bahu.

"Ditawarin kuliah nolak. Eh, ditawarin bantu-bantu usaha bapaknya dagang tahu juga ga mau. Tau ga ngelesnya gimana?"

Aku menggeleng.

"Masa lulusan SMA dagang tahu di pasar sih? Ya ga pas lah!" Mas Ganjar menirukan perkataan keponakannya lagi.

Balada Ibu Rumah Tangga | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang