16 | Balada Tumgi

7.6K 685 18
                                    

Awalnya aku juga tidak tahu apa itu tumgi. Tapi ternyata tumgi adalah sejenis "portmanteau"-nya ibu-ibu muda gaul yang suka sekali menyingkat dua kata menjadi satu. Tadinya kupikir tumgi adalah sejenis judul film India seperti tumgigo. Ternyata tumgi adalah singkatan dari tumbuh gigi, sebuah fase di mana seorang bayi pasti akan mengalaminya. Fase ini kadang disertai drama. Iya, drama. Drama demam. Demam lagi. Demam lagi. Bisa dibayangkan kalau sebegitu banyaknya gigi harus demam dulu? Bisa kurus ya ibu-ibu karena harus begadang menjaga anak mereka.

Well, sebenarnya tidak ada yang istimewa dari fase tumbuh giginya Zahira karena alhamdulillah Zahira tidak mengalami demam saat tumbuh gigi. Tapi jangan lupakan gejala tumbuh gigi lain selain demam. Apa itu? Zahira senang sekali menggigit apa saja yang dia pegang. Literally, apa aja! Jari tangannya sendiri, jari tangan ayah dan ibunya, bantal, termasuk puting susu ibunya terutama bila dia sedang gemas. Bagaimana? Sudah bisa membayangkan rasanya seperti apa?

Oh ya, omong-omong, Zahira baru muncul gigi pertamanya di usia ke-dua belas bulan. Fase tumbuh gigi Zahira memang agak lebih lambat dari kebanyakan anak yang lain sehingga aku dulu sempat waswas Zahira kekurangan vitamin D. Aku berharap Zahira bisa segera tumbuh gigi waktu itu agar kecemasanku tidak terbukti tapi setelah tahu rasanya ....

"Aw!" Aku mengaduh.

"Kenapa, Yang?" Mas Ganjar bertanya panik.

"Dedek gigit—" Aku hampir menangis karena merasa perih. Aku spontan meringis dan menarik putingku dari mulut Zahira. Zahira merengek karena kekhusyukannya menyusu terhenti.

Mas Ganjar menahan tawa. "Untung aja bukan ayahnya yang gigit, kan?"

"Dih, kamu tuh, Mas, istri lagi kesakitan kamu malah omes mulu." Aku sibuk menenangkan Zahira karena dia mulai menangis.

"Lagian kalau ayahnya yang gigit pasti aku timpukin pake guling terus aku tendang biar tidur di luar."

"Ih, kejamnya istriku!" Mas Ganjar membuat ekspresi memelas yang dibuat-buat.

"Bo-do-a-mat!" Aku pun kembali menyusui Zahira dengan agak khawatir karena takut digigit lagi.

"Udaaaahhh. Itu, kan, emang kodratnya ibu, Yang. Jadi namanya sakit pas nyusuin ya terima aja." Mas Ganjar menasihati.

"Udah tau, Mas. Aduh!" Aku mengaduh lagi.

"Kena lagi?"

Aku tak mengangguk, hanya meringis perih. Mas Ganjar hanya menepuk-nepuk pundakku seolah memberi semangat agar aku bisa melewati ujian ini.

Setelah meringis perih beberapa saat lamanya akhirnya Zahira berhasil tidur nyenyak. Aku mendesah lega. Setidaknya penderitaan itu terhenti sesaat.

"Yang," panggil Mas Ganjar.

"Hmm," sahutku asal karena sibuk turun dari ranjang dengan mengendap-ngendap agar Zahira tidak terbangun lagi. Maklum, ranjang yang kami tempati itu kadang menyuarakan bunyi keriut yang cukup mengganggu.

"Aku abis baca artikel nih." Mas Ganjar menyerahkan ponselnya padaku agar aku membaca apa yang terpampang di sana. "Kamu pake salep yang buat menyusui itu aja biar nggak lecet." Mas Ganjar sudah menyampaikan isi artikel yang bahkan belum selesai kubaca.

Aku menjentikkan jari seolah baru saja ada bohlam lampu yang muncul di kepala. "Ah iya, kenapa nggak kepikiran ya?"

Mas Ganjar menepuk jidatnya. "Astaga! Untung aku baca-baca artikel. Kalau nggak, kamu bakalan perih terus-terusan sampe potek tuh."

"Hush, amit-amit!" Aku menepuk-nepuk jidat lalu Mas Ganjar tertawa. "Aku emang ngeri bakal kayak gitu soalnya ada temennya Mbak Anjani yang nyusuin anaknya sampe putingnya lecet parah kayak abis disilet gitu, Mas. Itu, kan, serem banget. Padahal cuma luka dikit aja puting udah sakit banget lho. Apalagi kalau pas masih menyusui."

"Jangan-jangan itu ada kontribusi dari bapaknya juga kali." Masih sempat-sempatnya Mas Ganjar bercanda. Dia mengatakan itu sambil terpingkal-pingkal. Untung saja Zahira tidak terbangun. Aku menyenggol lengannya.

"Ih, kamu nggak tau sih, Mas, giginya anak bayi yang baru tumbuh itu tajem banget."

"Ya nggak taulah kan aku nggak pernah nyusuin."

"Oh iya ya." Aku menjawab pilon lalu nyengir sendiri karena menyadari kebodohanku. "Tapi bisa bayangin sendiri, kan, kalau pas dedek gigit jarimu terus itu diberlakukan pas gigit daging yang tak bertulang? Mantep pokoknya!!"

Mas Ganjar mengacak-acak rambutku. "Ya inget aja pokoknya pesenku tempo hari kalau menyusui itu juga ladang pahala buat seorang ibu. Jadi meski sakit dan perih ya dinikmati aja. Ganjarannya sebanding sama sakitnya."

Aku mengangguk.

Mas Ganjar memelukku lalu berkata. "Nanti aku beliin salepnya biar kamu nggak usah nangis lagi. Kesian banget sih kamu," lalu dia mengusap sisa air mata di pelupuk mataku.

"Makasih, Sayangku."

"Dih, kalau ada maunya aja baru bilang sayang," cibir Mas Ganjar.

"Lah, sayang mah nggak perlu diomongin. Yang penting tuh aksi. Buktinya ada."

Mas Ganjar masih mencibirku. Lalu kami malah berakhir dengan perang gelitik pinggang.

***

Note:

• portmanteau (Ing./ling.) = singkatan dari dua kata yang dijadikan satu dan membentuk satu kata baru seperti brunch (breakfast lunch), cyborg (cybernetic organism), pixel (picture element), dsb tapi tumgi tidak termasuk portmanteau.

Mohon maap ini pendek banget. Nggak ada pengalaman spesial pas anak tumgi selain kena gigit. Hahaha.

Balada Ibu Rumah Tangga | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang