6 | Rasanya Ga Enak

15.8K 1.3K 13
                                    

"Mas," panggilku pada Mas Ganjar.

"Ya, Sayang." Mas Ganjar tergopoh-gopoh datang dari arah dapur. "Ada apa?"

"Kamu lagi apa sih? Dari tadi aku panggil-panggil ga nyaut?" Aku mencebik sebal.

"Aku lagi masak," katanya. "Bentar lagi jadi. Kamu mau makan? Eh, bentar dulu. Aku ke dapur lagi ya. Takut masakannya gosong."

Lalu Mas Ganjar buru-buru ngibrit ke arah dapur lagi. Sementara aku buru-buru ke kamar mandi karena mual sekali. Baiklah, ini sudah kesepuluh, sebelas– Ah, aku lupa. Aku tidak menghitung sudah berapa kali aku mual dan muntah di kamar mandi. Yang jelas rasa mual ini sudah berkali-kali membuatku bolak-balik kamar mandi hingga aku lemas karena sedari pagi belum ada sesuatu pun yang bisa masuk ke dalam perutku kecuali segelas teh hangat yang tadi dibuatkan Mas Ganjar dan langsung tandas dalam sekejap.

"Tadaaaa. Tumis kangkung dan tempe goreng plus sambel teri bikinan Chef Ganjar sudah siap!" Mas Ganjar bergaya a la seorang chef ketika memamerkan masakan hasil karyanya.

"Ini porsi buat ibu hamil biar dedeknya sehat ya." Mas Ganjar menyendokkan secentong nasi lalu meletakkannya di sebuah piring kemudian menata lauk di pinggirnya. Dia meletakkan piringnya di depanku ketika aku sudah duduk di kursi makan. Dia tersenyum puas dengan hasil masakan dan penataan makanannya di piringku, berharap selera makanku pasti akan tergugah setelah mencium bau sedap masakannya. Aku lupa mengatakan kalau aku selalu mual setiap mencium bau nasi.

"Hoek..." Tiba-tiba aku merasa mual lagi. Aku berlari ke kamar mandi dan muntah untuk yang ke– Entahlah, aku capek muntah terus.

"Lemes ya, Yang?" tanya Mas Ganjar sambil memijit tengkukku, membiarkanku muntah di kloset. Aku membalas dengan anggukan karena tak sanggup bicara dalam keadaan begini. Mas Ganjar bahkan membantu mengikat rambut panjangku agar tidak terkena muntahan. Hari itu aku berantakan sekali. Untung saja waktu itu hari libur sehingga aku tidak perlu berangkat kerja.

"Nih." Mas Ganjar mengangsurkan segelas besar teh hangat padaku begitu aku sudah selesai membersihkan diri di kamar mandi. "Diminum dulu barangkali bisa agak enakan."

"Aku laper tapi aku nggak bisa makan. Tiap bau nasi aku langsung muntah." Ingin kumenangis saat itu. Ya Tuhan, kenapa hamil rasanya nano-nano sekali? Padahal ini baru trimester pertama. Bagaimana dengan trimester kedua dan ketiga?

"Lho, kenapa nggak bilang kalau kamu mual tiap cium bau nasi? Kalo gitu aku beliin roti aja ya. Mungkin bisa masuk. Kesian dedek kalo kamu nggak makan. Nanti nggak ada asupannya."

Aku hanya mengangguk lemah. Lalu Mas Ganjar berlalu ke warung dekat rumah kontrakan kami untuk membeli seplastik penuh roti.

"Buat persediaan makan siang dan malam plus buat cemilan," katanya saat kutanya kenapa beli roti sebanyak itu.

Kali ini aku menangis haru. Betapa beruntungnya aku menikah dengan pria sebaik ini.

***

Balada Ibu Rumah Tangga | TAMATحيث تعيش القصص. اكتشف الآن