Epilog

13.9K 797 104
                                    

Empat tahun kemudian...

"Assalamu'alaikum, Bu. Zahira berangkat dulu." Zahira melambaikan tangannya ke arahku lalu berjalan menuju ayahnya yang sudah menunggunya di atas motor di depan pagar rumah. Hari ini hari pertama Zahira masuk SD. Dia terlihat bersemangat sekali ketika memakai seragam merah putih untuk pertama kalinya.

"Wa'alaikum salam. Hati-hati ya, Kak!" aku balas melambaikan tangan dan menjawab salamnya.

Aku mengelus-elus perutku yang baru terlihat membuncit di usia kehamilanku yang kelima bulan ini.

Iya, aku diberi kepercayaan lagi untuk hamil anak kedua. Baru kemarin aku memeriksakan kandunganku dan hasil USG menyatakan anak kedua yang kukandung ini perempuan lagi. Zahira sangat senang saat kuberitahu bahwa dia akan punya adik.

"Asiiiikkk! Berarti nanti Zahira punya temen main," teriaknya girang.

Aku dan Mas Ganjar bersyukur kami kembali diberi amanah mempunyai anak lagi. Awalnya aku takut Mas Ganjar kecewa karena lagi-lagi anak kami perempuan. Tapi ternyata dia justru menyambut berita itu dengan antusias.

"Aku jadi ga ada rival nih, Bu. Di rumah paling ganteng!"

Aku tepok jidat saat dia mengemukakan alasannya.

"Ayah ga kecewa?" tanyaku hati-hati pada Mas Ganjar pada suatu malam.

"Kecewa kenapa?"

"Anak kita cewek lagi."

Dia tersenyum. "Kenapa mesti kecewa? Setiap anak itu rejeki. Anugerah. Berkah. Mau perempuan atau laki-laki buatku sama. Dikaruniai anak perempuan itu malah lebih banyak berkahnya loh daripada anak laki-laki."

"Tapi jadi kurang lengkap-"

"Bu," dia mengelus rambutku. "Ga ada kata ga lengkap dalam keluarga selama keluarga kita bahagia. Lihat dong, kita punya anak cantik dan pinter. Setelah ini insya Allah kita akan dikasih anak cantik dan pinter lagi. Kamu jangan terlalu sibuk menghitung apa yang ga kamu dapet dong. Sibuklah bersyukur atas apa yang udah kita dapet sejauh ini. Akhirnya kita bisa punya rumah sendiri, punya usaha sendiri, punya anak yang sehat dan pinter, kurang apa lagi kita?"

Aku tersenyum. "Terima kasih buat semuanya ya, Yah."

"Aku yang terima kasih. Kamu sudah memberikan yang terbaik buat keluarga kita. Jaga anak kita baik-baik ya," dia mengelus perutku dan membisikkan sesuatu, "insya Allah kita akan segera bertemu, Anak Solehaku."

Aku tersenyum. Air mata jatuh ke pipiku. Aku tak kuasa menahan haru. Terima kasih ya Allah sudah memberikan nikmat seluas ini. Alhamdulillah...

***

YAAASSSSS!!! Akhirnya Balada Ibu Rumah Tangga kelar sampai di sini. Mana yang baca sampe kelar? Ngacung! Hahaha. Sebutin dong alesan kenapa kamu baca cerita ini. Apa komen kalian buat cerita ini?

Btw, terima kasih ya udah ngikutin, ngevote, komen cerita saya sampai akhir. Saya benar-benar terharu atas apresiasi kalian. I'm uwu alias unhappy without you!! (ㅠ᎔ㅠ)

Btw, ada yang mau ngasih question? Bisa coba tulis di kolom komen. Insya Allah saya akan answer. Nanti biar saya bisa bikin sesi QnA kayak penulis-penulis di Wattpad yang udah femes gituloh. Pengen banget saya. Biar keliatan penting gitu. Hahaha. See you di cerita saya yang lain ya. 👋

Balada Ibu Rumah Tangga | TAMATWhere stories live. Discover now