Moment 37

318 62 6
                                    

Eungi menyadari, sangat mengetahui jika langkah yang ia ambil bukanlah keputusan mudah. Meski tanpa dipikirkan matang-matang, dan hanya mengandalkan perasaan, bukan berarti dirinya mau terjun ke jurang yang keliru.

Masalah hati memang tidak bisa dinomorduakan, tapi kadang kala keegoisan yang dipertahankan akan menimbulkan ujung tidak baik. Eungi bukan tidak menyayangi Hoseok, atau tidak mau mempertahankan cinta mereka. Hanya saja ia tidak mau tetap berkeras hati, sementara di sisi lain ada wanita lain yang terluka.

“Mulai sekarang tolong jangan katakan itu lagi,” kata Hoseok ketika langkah mereka berhenti tepat di depan teras rumahnya. Masing-masing tangannya bertumpu pada kedua pundak sang Kekasih. Memastikan jika tidak ada lagi keraguan di antara mereka. “Aku sedih, apalagi memikirkan kalau harus jauh dari kamu.”

Gadis itu belum juga merasa lega. Ia masih saja terpikirkan pada Marrie. Raut wajahnya begitu sendu, sama sekali tidak ada hasrat ketenteraman.

“Tentang Marrie tenang aja, aku akan bicara padanya.”

“Bagaimana jika Marrie tidak bisa menerimanya?”

Hoseok terdiam. Menunduk dengan menarik satu sudut bibirnya, tampak berpikir. “Aku akan meyakinkannya, jika sekarang semua sudah berubah. Tidak ada lagi Hoseok dan Marrie yang dulu.”

“Kamu tidak mengerti....” Belum sempat Eungi meneruskan kata-katanya, Tiba-tiba sebuah mobil merah mengkilat masuk ke pekarangan rumah Hoseok. Berhenti tepat di depan mereka.

Lantas Eungi cepat saja menurunkan tangan Hoseok dan bersikap sewajarnya, seakan tidak terjadi apa pun sebelumnya. Tidak lama, pemilik mobil itu keluar dengan senyum yang lebar. Seolah, kesedihan tadi siang tidak berbekas sama sekali.

“Oh, hi! Kamu juga ada di sini?” tanya Marrie saat matanya bertemu tatap dengan Eungi.

“O, ya. Aku baru saja—”

“Aku dan Eungi baru saja pulang, dan aku berniat untuk mengantarkannya ke rumah setelah melihat keadaan Hyuka,” potong Hoseok menjelaskan, tanpa ragu atau mempertimbangkan pikiran Marrie. “Kamu sendiri, ada apa malam-malam kemari?”

“Ah, itu. Tiba-tiba aku berpikir untuk mengadakan makan-makan di rumahmu. Sekalian menjenguk Hyuka, aku sangat rindu padanya,” jawabnya. “Aku juga membawa daging, ramen, minuman, dan yang lainnya untuk pesta barbeque. Pasti akan sangat menyenangkan.” Senyum sumringah nya kembali terpancar. “Oh, Jungkookie! Kemarilah! ”

Marrie berteriak memanggil nama adiknya, dan sepersekian detik berikutnya pemuda itu muncul sendiri tanpa menggendong Hyuka.

Noona, kamu sudah datang?”

“Ya, ayok bantu aku membawa bahan-bahannya!” Tangannya melambai seraya berjalan menuju bagasi mobil. Ia sama sekali tidak peduli, apa Hoseok setuju atau tidak dengan idenya itu. Kalau sudah begini, mau tidak mau pria itu mengiyakan saja dan ikut membantu.

“Hoseok-ah, sebaiknya aku pulang aja.”

Lho, jangan dong. Noona sudah mempersiapkan semua ini, jadi ayok bergabung bersama kami,” sambung Jungkook.

“Iya, Jungkook benar. Ayolah, kita bersenang-senang malam ini,” timpal Marrie.

Eungi tidak menanggapi apa-apa lagi, tapi diam-diam matanya tertuju pada Hoseok. Bermaksud meminta sarannya. Sementara lelaki itu hanya mengangguk kecil sambil tersenyum datar.

***

Malam semakin larut. Marrie baru saja keluar dari dapur untuk mengambil gunting, dan berjalan mendekati Hoseok yang tengah memanggang daging. Pria kurus itu tampak kesulitan. Sebenarnya Eungi ingin membantu, tapi ia tidak bisa se leluasa itu sementara Marrie dan Jungkook ada di sekitar mereka. Namun, ia juga tidak bisa berdiam terus sambil menata meja, melihat kebersamaan mereka. Bagaimana Marrie terus berusaha mendekati dan mencari perhatian Hoseok.

“Sebaiknya aku membuat ramen di dapur,” kata Eungi hendak pergi.

“Em, tunggu aku juga ikut.”

Sedikit membuang napas, Eungi buru-buru menjawab, “Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri.”

“Apa kamu pikir aku akan mengacaukannya?”

“Hmm ... terserah lah.”

Jungkook langsung menyeringai dan dengan bahagia mengikuti langkah Eungi.

Sebenarnya sejak tadi gadis itu tidak bisa fokus. Berkali-kali tangannya harus menyentuh panci yang panas karena matanya selalu berusaha mencuri pandangan keluar jendela dapur. Ia tidak bisa menutupi diri, bagaimana perasaannya menjadi tidak senang.

“Apa kamu cemburu?” celetuk Jungkook yang menyadari betul sikap Eungi. Gadis itu tidak bisa tenang. Walaupun raganya ada di dekatnya, tapi tidak dengan hati dan pikirannya.

“Hah? Apa? Tidak,” kelak Eungi agak gagap. Dari cara bicaranya saja sudah dipastikan jika Jungkook tidak mudah percaya.

Lantas senyum sinis pemuda itu terukir. "Tidak perlu berpura-pura lagi. Aku sudah tahu semuanya.”

“A-apa?!” Tentu saja Eungi memekik karena terkejut. Sampai jarinya tidak sengaja menyentuh gagang panci yang panas itu lagi, dan mengaduh. Refleks Jungkook menarik tangan Eungi dan meniupnya. “Tidak, tidak perlu.” Buru-buru ia menarik jarinya lagi, karena merasa tidak nyaman dalam posisi seperti itu. “Sekarang katakan, apa yang kamu ketahui?”

Jungkook malah diam, sibuk mengaduk-aduk ramen yang sedang direbus—seperti sengaja mengulur waktu, atau membuat Eungi makin penasaran.

“Tenanglah, aku tidak akan mengatakannya pada siapapun.” Jungkook malah semakin membuat Eungi gelisah. “Aku masih sangat menyayangi noona-ku. Walaupun sebenarnya tidak baik terus membohonginya. Tapi, jika ia tahu, dia pasti akan sangat terluka.”

“Jungkook-ah—” Mendengar perkataannya sudah dapat dipastikan jika pemuda itu tahun tentang status hubungannya dengan Hoseok, yang sudah lebih dari sekedar teman dekat.

“Aku juga tidak mungkin menyalahkan kamu dan Hoseok-ssi. Karena perasaan tidak pernah bisa dipaksakan. Tapi....”

Kali ini, Jungkook menatap lekat-lekat ke dalam mata Eungi. Gadis yang akhir-akhir ini selalu memenuhi pikiran dan hatinya. Jika saja ia memiliki hak sepenuhnya, Jungkook ingin sekali memeluk dan menjaganya selamanya bersamanya. “Aku juga sakit hati, kamu tahu?” []

Beautiful Moment [JH]Where stories live. Discover now