Moment 52

78 11 7
                                    

Tidak pernah terpikirkan oleh Seo Jung jika hari ulang tahun—yang sudah dibayangkan akan terasa lengkap dan bahagia karena kehadiran sang Ibu—justru berakhir campur aduk antara kecewa, sedih, dan marah.

Entah dirinya yang begitu keras kepala atau memang putrinya yang susah diatur. Ia hanya ingin yang terbaik, tapi ternyata cita-citanya tidak sejalan dengan keinginan Eungi.

Hoseok dan Hoseok saja yang ada dipikirannya, sampai-sampai anak itu tidak memikirkan perasaannya. Kalau begitu bagaimana bisa hatinya luluh? Yang ada Seo Jung bertambah membencinya.

Ketika sedang merenung sendiri, merasakan segala kegundahan hati, pintu kamarnya pun terbuka. Ia sempat menoleh dan membiarkan ibunya masuk.

“Kalau Ibu ke sini hanya untuk menghakimiku dan membela cucumu itu, lebih baik pergi saja. Aku ingin sendirian,” tukas Seo Jung dengan ekspresi datar. Rasanya suka cita di hatinya sudah menghilang.

Suasana hening kembali tercipta saat nenek menutup pintunya. Melangkah mendekati Seo Jung yang duduk di pinggiran kasur menghadap ke jendela.

“Ibu minta maaf karena kehadiranku membuat suasana rumah jadi kacau.”

Tentu saja Seo Jung tidak suka dengan perkataan ibunya itu. “Ibu ini bicara apa? Justru aku yang harus minta maaf karena tidak bisa menyambut Ibu dengan baik di rumah ini. Melihat sesuatu yang tidak menyenangkan, bahkan membuatku malu. Aku tidak bisa mendidik dengan baik putriku sendiri.”

Nenek tersenyum datar seraya menggelengkan kepala. “Kalian itu sama-sama keras kepala. Melihatnya, membuatku teringat masa lalu saat kamu masih muda. Persis sama seperti Eungi.”

“Ibu ....” Seo Jung merengek. Ia merasa tidak seharusnya nenek mengungkit masalah itu lagi, yang membuatnya merasa rendah. “Apa Ibu ingin membandingkan aku dengan Eungi? Ibu akan bilang jika dia begitu karena aku juga begitu, hm?”

Nenek tersenyum kecil. “Tidak, tidak begitu. Tapi, secara tidak langsung kamu jadi merasakan perasaan yang pernah Ibu rasakan dulu, kan?”

“Itu jelas beda Ibu.” Seo Jung masih berusaha membela diri. “Aku memang keras kepala, nakal, dan terkadang tidak menurut kata-kata Ibu, tapi aku tidak pernah berkata kasar hanya karena membela seorang laki-laki.”

“Kamu tidak memahami, anakmu itu sedang jatuh cinta. Segala sesuatu yang bertentangan dengan cintanya menurutnya adalah kesalahan.”

“Aku tidak begitu. Aku masih menggunakan akal pikiran meskipun sedang jatuh cinta.”

“Ya, benar. Tapi apakah selama ini kamu pernah bertanya apa yang putrimu itu inginkan? Kenapa dia mencintai Hoseok sampai bertindak menentang ibunya sendiri?”

Kata-kata nenek membuat Seo Jung terdiam. Jika diingat-ingat lagi, dia memang jarang bicara dari hati ke hati dengan Eungi. Pembicaraan yang seadanya itu pasti pada akhirnya diakhiri dengan perdebatan. Tidak pernah bertemu titiknya. Jangankan memahami, yang ada perasaan mereka bertambah gundah karena tidak dimengerti.

“Ibu yakin, pasti ada sesuatu yang Hoseok miliki sampai membuat Eungi begitu jatuh cinta padanya. Dan lagi pula, Ibu merasa pemuda itu anak yang baik dan punya sopan santun. Kamu hanya perlu mengenalnya lebih baik lagi. Tidak ada satu cela pun yang tidak bisa membuat orang lain jatuh hati kepadanya,” tuturnya dengan tenang yang setidaknya menjadikan Seo Jung terpikirkan. “Sekarang bukankah yang terpenting adalah kebahagiaan anak-anakmu sendiri?” []

Beautiful Moment [JH]Where stories live. Discover now