Moment 39

351 61 9
                                    

“Oh, putri Ibu sudah bangun?!” seru Seo Jung ketika melihat Eungi berjalan masih sempoyongan keluar dari kamar. Dengan suara yang nyaring itu jelas menarik perhatian Seokjin yang tengah sarapan—sambil sesekali sibuk dengan ponselnya. “Sini-sini! Ibu sudah membuatkan sup lobak untuk menghilangkan pengar.”

Bentuk perhatian yang sedang ibunya tunjukan tentu saja bukan semata-mata karena ia mencemaskan keadaan putrinya. Namun, karena ia merasa kesal dan ingin memberi Eungi sedikit sindiran tajam. Walau bagaimanapun ia tidak suka melihat putrinya pulang dalam kondisi mabuk. Terlebih sampai saat ini gadis tersebut masih belum ingat gimana caranya ia bisa sampai ke rumah dan tidur di kasurnya. Padahal semalam dirinya sudah mabuk berat dan tidak sadarkan diri. Jangan katakan jika semalam memang Hoseok? Terus siapa lagi? Pantas saja jika pagi ini ibunya itu bertingkah uring-uringan.

“Terima kasih, Bu. Ah, pusing,” keluhnya sambil memegangi kepala, lalu duduk tepat di kursi sebelah Seokjin.

“Ada pesta di rumah Hoseok, kok, nggak ajak-ajak, sih?” tukas Seokjin dengan nada sedikit berbisik. Kepalanya dicondongkan hingga lebih dekat dengan telinga Eungi.

“Apa, sih? Itu juga acaranya mendadak karena Marrie yang memaksa.”

“Marrie?” keningnya mengernyit, kemudian teringat sesuatu. “Dokter Marrie?!”

“Ya! Kenapa harus teriak tepat di dekat telingaku?! Aku terkejut, tahu!” omelnya karena Eungi benar-benar menjengit dari duduknya.

“Itu, sih, lebih tega lagi. Ada dokter Marrie, tapi tidak memberitahuku.”

Sontak Eungi menyipitkan mata memasang ekspresi aneh.

“Ya terus ... kenapa?” tanya Eungi menatap kakaknya itu penuh selidik. Terlebih sikap Seokjin yang tiba-tiba jadi canggung dan gugup begitu, membuat dirinya semakin curiga. “Kak Jin, jangan bilang—”

“Apa?” potong Seokjin dengan cepat seraya menyeka wajah Eungi dengan sekali sapuan telapak tangannya yang besar. “Jangan berpikir macam-macam! Cepat habiskan saja sup lobak itu agar konslet di otakmu cepat sembuh.”

“Ih, dasar aneh,” cebiknya sambil menaikkan kedua pundak dan kembali fokus kepada makanannya.

Sedangkan Seokjin berusaha tidak terpengaruh dengan celaan adiknya tersebut, dan memilih diam daripada disangka macam-macam. Walaupun sebenarnya ia menaruh rasa penasaran terhadap anak Presiden Direktur di tempatnya bekerja tersebut.

“Oh, ya. Kemarin Ibu bertemu dengan Taehyung di pasar,” kata ibunya tiba-tiba membuat kening Eungi mengernyit.

“Bisa-bisanya Ibu bertemu dengannya di tempat itu.”

“Dia sedang mengantar kakaknya berbelanja,” jelasnya seraya menaruh segelas cokelat panas untuk putrinya tersebut. “Ah, sungguh. Taehyung itu pemuda yang baik dan sangat pengertian. Jika saja dia bisa menjadi menantu Ibu, Ibu pasti tidak perlu lelah ke mana-mana naik angkutan umum. Tinggal minta saja menantu Ibu itu mengantarkan.”

“Oh, ho .... Ibu benar-benar terlalu banyak menonton drama,” sahut Seokjin sambil menggelengkan kepala dan mencoba menahan tawa.

“Kalau Ibu ingin Taehyung jadi menantu Ibu, ya sudah nikahkan saja dia dengan orang ini.” Kedua matanya langsung melirik ke arah Seokjin. Tentu saja pukulan pelan langsung mendarat di puncak kepalanya.

“Enak saja kamu bicara!” protes Seokjin. “Aku normal, masih normal, dan akan tetap normal.”

Eungi merasa lega. Tersenyum tipis karena bisa membalaskan dendam, atas ucapan Seokjin yang dulu pada ibu mereka itu.

“Kalau begitu buktikan. Kamu, kan, kakakku. Jadi Kak Jin yang harus menikah duluan.”

“Aku laki-laki, karirku masih panjang. Sedangkan, kamu? Cuma jadi beban.”

“Ikh! Kak Jin!” sentak Eungi yang jelas tidak menerima celaan kakaknya itu.

Stop! Kenapa kalian jadi bertengkar!” pekik Seo Jung malah merasa pusing sendiri. “Dan kamu Eungi, cepat bersiap. Bukankah kamu harus mengantarkan Beomgyu ke sekolah hari ini?”

“Ah! Iya, aku telat!” teriaknya setelah melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh.

***

Hust!”

Eungi langsung menoleh ke pekarangan rumah Hoseok, saat mendengar suara itu ketika dirinya melewati tempat tersebut. Namun, netranya tidak menemukan sosok siapa pun. Aneh, Eungi segera bersuara, “Hoseok, kamu di sana?”

Tidak ada jawaban lagi. Sementara ia sudah sangat terlambat, Eungi memutuskan untuk tidak menghiraukan dan kembali berjalan. Lagian rumah Hoseok sudah tampak sepi. Dia pasti sudah pergi bekerja sedari tadi, dan Hyuka pasti sudah dibawa oleh Jungkook ke tempat kerja Marrie.

Akan tetapi, semakin Eungi melangkah, ia semakin merasa aneh saja. Gadis itu merasa ada yang mengikuti. Karena agak takut, Eungi pun memutuskan untuk melangkah lebih cepat. Sampai kemudian ia mendengar langkah seseorang berlari di belakang. Semakin dilanda kegelisahan, Eungi memutuskan untuk berlari. Namun, kemudian satu tangannya ditarik, membuat tubuhnya berputar sembilan puluh derajat.

Eungi sontak berteriak. Memejamkan matanya dan ingin mengelak.

“Hey, ini aku! Eungi-ya!”

Suara itu terdengar jelas dan Eungi baru menyadari sesuatu dan segera membuka matanya.

“Kamu?!” Kesal, Eungi langsung memukuli lengan laki-laki itu sampai dia meringis dan mencoba menghentikan dengan langsung memeluknya.

“Selamat pagi! Aku merindukanmu,” ucapnya terdengar sangat tulus, membuat jantung Eungi mendadak berdegup sangat cepat. Wajahnya bersemu kemerahan, karena malu ia pun langsung melepaskan pelukan Hoseok.

“Apa yang kamu lakukan? Bagaimana jika ada yang lihat,” kelaknya seraya kembali berjalan, begitupun Hoseok yang segera menyeimbangi.

“Biar saja. Biar orang tahu jika kita—”

“Belum saatnya, Ibu akan sangat marah.”

“Hm, kamu benar. Tapi, aku rasanya tidak ingin menyembunyikan hubungan kita lagi.”

“Kamu gila?” komentar Eungi yang masih belum setuju dengan keinginan Hoseok.

“Semua hal pasti ada akibatnya bukan? Ibumu mungkin akan marah, tapi cara ini bisa membuat Marrie mengerti jika tidak ada tempat lagi untuknya di hatiku.”

“Hoseok, aku—”

“Kamu mencintaiku, kan?”

“Apaan kamu ini!” sentaknya sembari mendorong pundak Hoseok karena kesal. “Tentu saja aku mencintaimu.”

“Lalu apa lagi yang harus kita tunggu? Aku ingin segera bersatu denganmu dan kita bisa bahagia dengan Hyuka selamanya.”

Eungi menghentikan langkahnya. Menunduk sambil merenung. Hoseok lantas menyentuh dagunya. Memaksanya untuk tetap kembali menatap lurus ke mata sang kekasih.

“Aku tidak yakin setelah tahu Ibu akan setuju. Maafkan aku Hoseok, aku tidak bisa memenuhi keinginanmu. Aku masih ingin terus seperti ini, berada terus di dekatmu.” Refleks Eungi membuka tangannya dan langsung memeluk Hoseok. “Aku sangat mencintaimu dan Hyuka, aku tidak sanggup membayangkan jika ada yang memisahkan kita.”

Mereka terus dalam posisi seperti itu. Baik Hoseok dan Eungi tidak menyadari jika sejak tadi ada sepasang mata yang mengawasi dan memotretnya. []

Maaf guys, aku baru update lagi.
Semoga kalian suka.
Komen dan likenya ya!
Sehat-sehat untuk kita semua.

Beautiful Moment [JH]Where stories live. Discover now