Moment 40

351 47 31
                                    

“Oh, kamu masih di sini?” tanya Jungkook yang sedikit tertegun ketika melihat Marrie masih duduk diam di kursi meja makan. Sementara dia baru saja keluar dari kamar. Bahkan rambutnya saja masih basah. Namun, ia merasa sudah bangun sangat siang. Seharusnya noona-nya itu sudah pergi sejak tadi.

Setelah menandaskan segelas air putih, Jungkook kembali bertanya karena Marrie masih belum bereaksi. Entah ada masalah apa, tapi pandangannya sangat datar. Satu telapak tangannya menggenggam gelas tanpa bergerak. Karena merasa penasaran dan agak khawatir, lantas pemuda itu memilih mengisi kursi yang kosong tepat di sebelah sang kakak.

“Apa minuman semalam masih mempengaruhi pagi ini? Ah, bahkan kepalaku saja masih pusing. Apa perlu aku minta pelayan untuk membuatkan sup lobak?”

“Tidak, aku tidak terlalu mabuk semalam. Sebaiknya kamu istirahat jika memang masih pusing.” Akhirnya Marrie berkata dengan ekspresi yang benar-benar datar.

“Ah, tidak ada waktu lagi Noona. Aku ada kelas nanti siang. Jadi harus segera bersiap-siap. Oh, iya. Apa kamu tidak pergi ke rumah sakit hari ini?”

Marrie menggeleng. “Aku izin libur.”

“Oh, ya? Tumben sekali. Biasanya kamu akan tetap pergi walau hari libur. Dedikasimu terhadap rumah sakit, kan, sangat tinggi.”

“Kamu sedang menggodaku?” tukas Marrie melirik adiknya itu sekilas.

Jungkook lantas terkekeh. “Tidak Noona, itu fakta. Oh, tapi, apa semalam kamu yang membawa mobil?”

“Aku tidak sekuat itu. Jadi aku telepon Tuan Han untuk menjemput kita.”

“Hm, begitu.” Jungkook mangut-mangut. Mimik wajahnya tampak berpikir seraya mengulum bibir. “Aku pikir Hoseok-ssi mengantarkan kita pulang.”

Senyum kering di bibir Marrie langsung terukir. Ada perasaan sesak yang kembali hinggap. Ia ingin sekali melupakan kejadian semalam, tapi perkataan Eungi seperti hantu yang terus menghantui.

“Ah, tapi ... apa Eungi baik-baik saja? Setahuku dia tidak bisa minum banyak-banyak.”

“Kamu bertanya padaku?” Marrie mendelik. “Kenapa tidak kamu tanyakan langsung?”

Jungkook terpegun. “Ya, Noona! Kenapa kamu sinis sekali pagi-pagi begini?”

Mendengar perkataan itu, Marrie lantas terdiam kembali. Pegangan di gelas itu mengerat. Ekspresinya mulai tegang. Ia benar-benar ingin meluapkan amarah.

“Kamu menyukai Eungi bukan?” celetuknya langsung membuat Jungkook yang sedang minum kembali, tersedak. Tanpa menunggu jawaban adiknya itu, Marrie kembali berkata, “Maka dekatilah dia. Aku mendukungmu.”

Selepas berkata demikian, Marrie langsung pergi dari area meja makan. Meninggalkan Jungkook yang memandang heran.

“Ada apa dengan dia? Aneh sekali,” gumamnya seraya mengangkat kedua bahu tidak mengerti.

***

“Selamat bekerja! Jangan lupa hubungi aku setelah tiba di kantor,” ucap Eungi melemparkan senyum.

“Tentu saja. Kamu pun jaga diri baik-baik, jangan dekat-dekat dengan Taehyung.”

Eungi lantas tergelak. “Kamu ini, jangan terlalu khawatir berlebihan. Perasaanku pada Taehyung sudah hilang sejak lama.”

“Saat perasaan itu hilang, maka aku yang menggantikan, bukan?” selorohnya bercanda, membuat gadis itu tersipu malu.

“Ya, sudahlah. Sana pergi!” usirnya sambil mendorong pundak Hoseok agar segera pergi.

“Baiklah, baiklah. Sampai jumpa lagi!” Melayangkan ciuman dengan tangan, lalu melambaikan tangan sambil melangkah menjauh.

“Oh, kamu sudah datang?” kata seseorang yang sontak saja membuat Eungi terkejut dan segera berbalik. Ia langsung membungkukkan badan saat melihat Taehyung dan Beomgyu ada di hadapannya.

“Oh, maaf. Apa aku sangat terlambat?”

“Selamat pagi Bibi!” sapa anak kecil itu selalu terlihat ceria.

“Selamat pagi juga anak tampan,” balas Eungi mengusap pipi Beomgyu dengan lembut.

“Apa itu Jung Hoseok?” Tiba-tiba Taehyung mengalihkan pertanyaan, karena dia memang cukup terganggu dengan apa yang baru saja terlihat. Bagaimana Eungi dan Hoseok saling melempar senyuman akrab dan sangat dekat.

Gadis itu tidak bisa mengelak, meskipun dengan senyum canggung ia tetap menjawab, “Oh, benar. Tapi—bukankah kita sudah sangat terlambat?”

Eungi tidak ingin membahas hal tersebut, sehingga ia berusaha mengalihkan ke pembahasan yang lain. “Ayo, Beomgyu. Kita berangkat sekarang!”

Segera ia menarik Beomgyu dalam rangkulannya.

“Ya! Biar naik mobilku saja!” Eungi tersenyum datar tidak bisa menolak.

“Asyik!” sahut Beomgyu sangat bahagia. Sampai-sampai berlari menuju mobil Taehyung yang terparkir di depan apartemen.

***

“Semangat belajar! Bibi tunggu di sini, oke?!” seruannya pada Beomgyu yang hendak berlari memasuki gedung sekolah kanak-kanak tersebut.

“Baik, Bibi!” jawabnya sama-sama bernada tinggi.

“Selama Beomgyu belajar, kita pergi dulu ke super market. Tadi, Sowon Noona menyuruhku untuk mengantarmu.”

“Apa? Tapi, bukankah kamu harus pergi bekerja? Jadi biar aku saja yang berangkat untuk berbelanja,” tukas Eungi dengan maksud ingin menolak. Entah kenapa ia merasa harus mulai jaga jarak dengan Taehyung—walaupun pasti akan sulit karena ia bekerja bersama kakaknya. Bukan apa-apa, selain karena memang tidak ada harapan lagi untuk lelaki itu, juga karena tidak ingin memberi harapan palsu.

“Kenapa? Apa kamu tidak suka pergi denganku?”

“Oh, bukan, bukan begitu, hanya saja—”

“Kalau begitu cepatlah. Akan sangat terlambat jika terus berdebat di sini!” serunya sambil berjalan meninggalkan Eungi.

Napasnya dibuang dalam dan agak panjang. Memejamkan mata sejenak seraya meyakinkan hati. Kalau sudah begini ia tidak bisa kekeuh menolak. Harus ia pikirkan cara lain untuk mengatakan semuanya pada Taehyung.

“Ya! Ayolah!” pekiknya lagi karena Eungi masih saja diam.

“O-oh, iya!” []

Apa kabar kalian?
Kaget, nggak?

Beautiful Moment [JH]Where stories live. Discover now