Moment 17

546 93 12
                                    

“Tapi dia harus kuliah, apa itu tidak menganggu pelajarannya?” protes Eungi saat pagi-pagi, sebelum berangkat ke rumah sakit, Seokjin sudah berultimatum jika mulai hari ini Jungkook akan menjadi orang yang mengantar jemputnya pergi bekerja.

“Jangan jadikan itu sebagai alasan, Noona,” timpal Jungkook yang masih berkutat dengan sarapannya, yang sebenarnya terdengar sangat menjengkelkan.

Noona? Cih. Padahal dia sudah sering memperingatkan agar bocah itu berbicara formal padanya, tapi tidak dituruti. Sementara di depan kakaknya? Dasar penjilat.

“Kuliahku itu hanya pagi hingga sore, jadi setelah itu waktuku bebas.”

“Bukankah lebih baik waktu bebas itu dipergunakan untuk mengerjakan tugas?” sambung Eungi tidak mau kalah. “Kamu itu calon dokter bukan?”

“Itu mudah.” Eungi mengembuskan napas kasar. Anak itu ada saja alasannya. “Kamu pasti tidak percaya, tapi aku ini salah satu murid yang pandai. Semua bisa kuselesaikan dengan mudah, jadi jangan mengkhawatirkanku.”

Habis sudah kesabaran Eungi. Ia memilih masa bodo dan bergegas keluar rumah untuk pergi ke rumah Hoseok. Eungi sudah sangat terlambat dan tidak ada waktu untuk terus meladeni bocah menyebalkan itu. Namun, tidak disangka-sangka, Jungkook mengikutinya.

Awalnya, Eungi memilih tak acuh, tapi karena Jungkook tidak bicara dan terus membuntuti seperti anak ayam, gadis itu pun berbalik cepat tanpa aba-aba, sampai membuat Jungkook ikut terkejut—karena selangkah lagi saja, wajah mereka akan beradu. Eungi sampai syok dan sontak mundur dengan cepat. Kekesalan yang dirasakan gadis itu tidak sebanding dengan desiran hangat yang tiba-tiba menjalar sampai ke hatinya Jungkook. Menatap Eungi dengan jarak sedekat itu; bisa mencium aroma shampo di rambutnya, wangi parfum di tubuhnya, bentuk wajahnya yang manis, dan lucu. Meskipun sesaat, tapi sungguh Jungkook tidak membayangkan jika sensasinya akan seperti itu.

Mendadak hilang kata, Eungi kembali berbalik dan berjalan lagi. Meninggalkan Jungkook yang masih mematung. Memang aneh.

Saat kakinya baru saja menginjak pekarangan, ia melihat Hoseok berjalan tergesa-gesa menuruni tangga beranda rumahnya. Dari gerak tubuhnya saja sudah dipastikan jika dia pasti sudah terlambat pergi ke kantor. Dalam hati Eungi mengutuki diri sendiri karena tidak bisa datang lebih awal dan menyiapkan semuanya, apalagi sebenarnya ia ingin berbicara dengan Hoseok tentang kejadian semalam. Meminta penjelasan kenapa meninggalkannya begitu saja. Jangan tanya kenapa tidak lewat pesan, karena laki-laki itu sangat sulit dihubungi. Jika pun mengirim pesan hari ini, maka akan dibalas dua hari kemudian. Hanya keajaiban jika Hoseok langsung membalas pesan, dari siapa pun—kecuali urusan kantor.

Buru-buru Eungi menghampiri Hoseok, tapi lelaki itu yang sepertinya memang sudah menyadari kehadirannya langsung berkata sambil berjalan melewatinya, “Hyuka masih tidur, aku harus segera pergi.”

“Maaf,” refleks Eungi menyahut. Berharap Hoseok akan melihat wajahnya secara langsung barang sebentar saja.

Namun, tanpa menoleh apalagi berbalik badan, Hoseok hanya menjawab, “Hm.”

Belum sempat melewati pagar, Hoseok berpapasan dengan Jungkook yang berjalan tanpa dosa sambil menyapa, “Oh. Hi, Hyung!”

Sikap yang ia tunjukkan benar-benar tanpa rasa canggung; mengangkat satu telapak tangan, matanya membulat, dan tersenyum lebar memperlihatkan gigi kelincinya yang rapi. Eungi tahu kalau pemuda itu tidak tulus melakukannya.

Hoseok memalingkan pandangannya dan dengan dingin balas menyapa, “Hi.” Lalu berlalu.

“Hati-hati, ok!” Dengan tanpa tahu malunya Jungkook mengatakan itu.

Eungi yang muak dengan tingkahnya, langsung saja memasuki rumah Hoseok dan hendak pergi ke kamar Hyuka. Membuka pintunya sedikit dan bayi itu masih sangat pulas. Rasa-rasanya ia tidak akan membangunkan anak itu, sementara pekerjaan lain akan lebih dulu di kerjakan. Baru akan membenahi ruang televisi, gadis itu melihat Jungkook sudah duduk di sofa dan seperti pemilik rumah, dengan santai mengangkat kedua kaki ke atas meja lalu menyalakan televisinya. Hampir-hampir Eungi akan mencekik leher bocah tersebut, tapi diurungkan. Ia beralih tidak peduli dan mengerjakan pekerjaan yang lain. Membiarkan Jungkook asik dengan dunianya sendiri.

***

Eungi hampir kerepotan ketika mendengar suara Hyuka yang menangis, sementara ia tidak bisa cepat menghampiri karena sedang mencuci piring.

“Biar aku saja!” sahut Jungkook yang langsung bergegas ke kamar Hyuka.

Walaupun ragu, Eungi membiarkan saja pemuda itu menemani Hyuka. Samar-samar ia mendengar Hyuka tertawa dan menjadi penasaran, sebenarnya apa yang dilakukan Jungkook karena sejak tadi tidak keluar juga. Ketika mengintip, Eungi tidak menyangka jika Hyuka akan secepat itu dekat dengan Jungkook. Pemuda tersebut juga memang mudah sekali mencairkan suasana, dan mengajak bermain Hyuka dengan baik.

“Oh, sejak kapan kamu di sini?” tanya Jungkook ketika menoleh dan melihat Eungi tengah berdiri di ambang pintu.

“Belum lama,” kata Eungi sambil berjalan menghampiri dan duduk di samping Hyuka.

“Ternyata bayi ini sangat lucu dan menggemaskan, berbeda sekali dengan ayahnya,” celetuk Jungkook yang langsung menerima pelototan Eungi. “Lho, benar, kan? Aku tidak salah. Pria itu memang dingin dan menakutkan. Apa dia tidak pernah tertawa atau tersenyum sedikit saja?”

“Hoseok yang kamu lihat saat ini berbeda dengan yang kukenal dulu. Kamu tidak tahu apa pun, jadi berhenti menilainya.”

“Hm, baiklah-baiklah.” Kepala mangut-mangut. Mendadak ia merasa pernah mendengar nama tersebut, tapi saat ini menjadi samar-samar. “Apa dia dikecewakan oleh wanita?”

Kening Eungi mengernyit, menghentikan sejenak membuka baju Hyuka yang akan ia mandikan. “Kenapa mendadak kamu penasaran pada Hoseok, ada apa? Jangan bilang kamu menyukainya.”

“Ya! Aku masih normal tahu. Perlu kubuktikan?”

Eungi membeliak dan tanpa tanggung memukul kepala Jungkook dengan bantal sampai pemuda itu mengaduh. Ternyata hal itu terasa lucu bagi Eungi hingga membuatnya tertawa—meskipun tidak selepas itu. Jungkook malah tercengang menyaksikannya dan malah terpaku melihat Eungi seraya tersenyum.

“Kenapa?”

“Aku baru melihatmu tertawa dan ternyata lebih cantik.”

Untuk sejenak Eungi tersentak, menganga enggan percaya. Berani memang anak ini. “Dasar tidak sopan.”

“Memang untuk bilang cantik ada batasan sopan dan tidaknya?” Tangannya kemudian terulur untuk membantu saat Eungi kesulitan melepaskan popok bayi karena Hyuka sedang tidak bisa diam, berceloteh sendiri dan terus menepuk-nepukkan kedua tangannya.

“Ya tapi kamu itu, kan—”

“Ya ya ya,” potong Jungkook yang sudah bosan mendengar kata yang sama dari bibir Eungi. “Aku lebih muda dan kamu lebih tua, memangnya itu salah?”

Eungi membuang napas kasar, lalu meraih Hyuka dalam gendongannya. Sudah saatnya bayi itu untuk mandi.

“Tapi harus aku akui, dibalik tingkahmu yang konyol dan kekanakan, kamu berbakat juga mengurus bayi.”

Jungkook tersenyum bangga. “Tentu saja, aku belajar untuk mengurus anak kita nanti.”

Mwo?” []

Absen yuk.
Udah berapa lama aku nggak update? 😄😆

Beautiful Moment [JH]Where stories live. Discover now