Moment 13

484 90 7
                                    

Takut menjalin hubungan dan kembali membuat kesalahan sampai melukai perasaan orang lain, membuat Hoseok tidak lebih menjadi seorang pecundang. Semua peristiwa yang terjadi di masa lalu terus saja mempengaruhi pikirannya. Cinta, keluarga, dan kehidupannya seketika jadi berantakan. Perlu waktu lama untuk kembali menata hidupnya menjadi lebih baik. Namun, kehadiran malaikat kecil yang murni adalah salah satu obat pemberi kekuatan. Sejak saat itu ia sadar, kehidupannya tidak semudah itu berakhir.

Terlepas dari semua itu, akhirnya Hoseok memutuskan untuk meninggalkan kota di mana ego dan cintanya pernah tinggal. Senyumnya pernah selepas angin yang berembus dan kebahagiaan layaknya bunga yang bermekaran. Indah, tapi tidak bertahan lama. Penyesalan itu seperti momen dalam kegelepan malam.

Pun, kembali ke tempat di mana masa remajanya pernah hidup bukanlah perkara yang mudah. Ia tentu akan kembali bertemu dengan seseorang di mana dulu dekat dan berteman baik dengannya. Hoseok pernah melakukan kesalahan juga, pergi tanpa bicara dan begitu saja lepas berkomunikasi. Bukan tanpa alasan, laki-laki itu pikir tindakannya adalah yang terbaik. Akan tetapi, gadis itu bersikap seolah keadaan baik-baik saja. Dia menerimanya, bahkan dengan tulus membantu membesarkan Hyuka.

Memang, Eungi tidak pernah berubah.

Namun, nyatanya Eungi punya spekulasi sendiri. Bukan seutuh kesalahannya jika gadis tersebut menganggap Marrie wanita yang tidak bertanggungjawab dan tidak memiliki hati, dengan tega meninggalkan kekasih dan juga putranya. Karena pada kenyataannya Hoseok tidak pernah menjelaskan bagaimana kehidupannya selama mereka berjauhan. Baginya, Eungi tidak perlu tahu tentang masa lalunya tersebut. Bukan karena gadis itu tidak penting. Hoseok hanya ingin membangun masa depannya tanpa perlu ada bayang-bayang mantan.

Melupakan itu adalah hal yang sulit, maka membiarkannya berlalu tanpa harus mengungkit adalah jalan terbaik. Hanya saja Eungi belum mau memahami.

“Persediaan dapur sudah hampir habis, jadi nanti siang aku akan mengajak Hyuka berbelanja,” kata Eungi masih dengan nada ketus, saat Hoseok sudah selesai sarapan. Sementara dirinya sedang mengenakan Hyuka baju setelah bayi itu selesai mandi.

“Em, baiklah. Apa perlu uang tambahan?” tanya Hoseok mencoba untuk sabar menghadapi sikap dingin sahabatnya tersebut.

“Tidak perlu, aku rasa uang minggu lalu masih cukup.”

Hoseok lantas mengangguk. Menyampirkan tali tas kerjanya ke pundak, dan siap untuk berangkat. Ia melangkah mendekati Hyuka yang sudah rapi, bersih, dan wangi, lalu mengecup puncak kepalanya.

“Ayah mencintaimu. Dadah!” ucapnya terlihat sangat manis. Kemudian pandangannya beralih pada Eungi, yang dibalas dengan berpaling muka.

Senyumnya serta merta memudar. Napasnya mengembus perlahan. Oke, Hoseok paham, mungkin Eungi masih memerlukan waktu untuk mengerti.

***

Pukul satu siang. Pasar pusat kota hari ini lumayan panas dan sangat ramai. Mendadak Eungi merasa haus dan menjadi sangat lapar. Terlebih setelah berkeliling pasar untuk membeli bahan-bahan kelengkapan dapur. Agak lelah walaupun hanya satu kantung belanjaan saja.

“Kita harus mengisi perut dulu. Benar, kan?” celetuk gadis itu berbicara pada Hyuka yang duduk tenang di kereta bayi. Kepalanya menoleh ke sana kemari dengan tatapan memantau, barangkali ada rumah makan yang terlihat nyaman, tapi tidak terlalu ramai dan bisa mengisi perutnya yang keroncongan. “Gochu Chicken pasti akan sangat lezat,” tambahnya lagi saat matanya melihat tulisan yang sama di atas pintu masuk tempat makan tersebut dan melanjutkan dengan ceria, “Kalau begitu, ayok, kita pergi ke sana!”

Ketika menyusuri jalanan menuju tempat yang ia maksudkan, tiba-tiba saja langkahnya terhenti saat tanpa sengaja pandangannya melihat sosok yang ia kenal baru saja keluar dari kafe dan berbicara dengan senyum ramah pada seorang wanita—lalu saling melambaikan tangan kala mereka memutuskan untuk berpisah arah.

Eungi buru-buru menunduk ketika orang itu menoleh dan tampaknya menyadari keberadaannya. Ekspresinya berubah risau. Merasa sial karena harus bertemu dengan dia lagi.

Hi!” sapa laki-laki itu yang sama sekali tidak diharapkan Eungi. “Kebetulan yang sangat menyenangkan bisa bertemu kamu di sini.”

Eungi tersenyum kering.

“Oh, siapa bayi kecil ini?” sambungnya mencoba untuk terlihat akrab. “Sangat lucu, manis, dan ya! Dia masih kecil, tapi begitu tampan. Apa dia adikmu?”

Gadis itu menggeleng. Sedikit saja laki-laki tersebut merubah mimik wajahnya menjadi sedikit cemas.

“Dia anak temanku, dan aku adalah pengasuhnya.”

“Sungguh?” Dia tampak tercengang, lantas sedetik kemudian membuang napas lega.

Tidak mau terlibat percakapan lebih banyak lagi, Eungi buru-buru mengambil langkah untuk pergi dari dekat orang itu. Namun, seperti yang dikatakan jika sebagian orang tidak bisa mengalah dengan mudah, dia mengejar dan berkata, “Aku tahu kamu tidak suka padaku, tapi aku benar-benar tulus meminta maaf. Apa tidak bisa kamu memberikanku satu kesempatan saja?”

Eungi tidak mau bicara. Dia benar-benar risi.

“Aku tidak akan berhenti sebelum kamu bicara. Ini akan terasa lebih menyebalkan.” Gadis itu hanya menatap sejenak dengan tatapan kesal, lalu berpaling dan kembali melangkah. “Hanya satu minggu. Jika selama itu kamu belum bisa menerimaku juga, aku berjanji tidak akan mengganggumu lagi.”

Eungi geram, tidak menolak atau menjawab setuju, tapi pria tampan itu menganggap jika Eungi menyetujuinya—sehingga tetap mengikuti.

“Kamu pesan yang banyak saja, kali ini aku yang akan membayarnya,” tukasnya saat mereka sudah berada di rumah makan.

“Kita hanya berdua, lagi pula Hyuka tidak makan ini. Jadi pesan seperlunya saja.”

“Oh, baiklah.”

Tiba-tiba telepon Eungi berbunyi dan ternyata panggilan dari Hoseok.

“Ya, ada apa?”

“Kamu di mana? Aku akan menyusulmu.”

“Apa?”

“Aku hanya khawatir pada Hyuka, dia pasti merepotkanmu, kan?”

Bola matanya berputar sebal seraya membuang napas singkat, lalu menyebutkan rumah makan di mana dirinya dan Hyuka berada sekarang.

“Siapa?” refleks pria yang sedang duduk di hadapannya itu bertanya, membuat ia menerima tatapan bingung dari Eungi. “O-oh, tidak. Maksudku ....” Mendadak ia menjadi canggung dan malu.

“Hoseok,” timpal Eungi kemudian disambut tatapan kaget laki-laki itu, bertemu dengan manik matanya. “Jung Hoseok, masih ingat?” []

Maaf, nunggu lama.

Beautiful Moment [JH]Where stories live. Discover now