Moment 27

331 78 9
                                    

Sejak saat itu selalu ada kesempatan untuk mereka saling bertemu. Membantu satu sama lain dan berinteraksi. Eungi mulai sering mengikuti Hoseok, menganggap jika berada di dekatnya adalah tempat yang paling aman. Sedangkan Hoseok pun jadi lebih rajin datang ke sekolah untuk membantu Eungi keluar dari masalah.

Karena itu Eungi pikir Hoseok benar-benar menerimanya sebagai sahabat dan teman berbagi keluh kesah juga kebahagiaan, tapi nyatanya masih ada yang pria itu sembunyikan—termasuk tentang pertemuan dan perkenalannya dengan Marrie, yang ternyata sudah terjadi jauh sebelum mereka lulus sekolah menengah.

Jadi selama ini hanya aku yang menganggapmu sahabat sejati? batinnya sambil menatap Hoseok yang duduk di depannya, tampak tidak tenang memakan hidangan yang baru saja datang di meja mereka. Sementara di sampingnya Marrie terus mencoba bersikap akrab pada Hoseok, seakan membuktikan jika mereka pernah dekat—memang dekat. Dasar bodoh, tentu saja. Bukankah sebelum ini dia pernah pergi, menghilang, dan tidak pernah mengabariku sama sekali? Membayangkannya membuat hatinya menangis perih. Di sana mereka bersenang-senang sementara di sini aku terus mencari keberadaannya.

Batinnya tidak berhenti berceloteh. Refleks memegang erat sumpit yang ada di tangannya sebagai bentuk pelampiasan. Muak sekali melihat Marrie yang selalu ingin menunjukkan kemesraan.

“Ya! Jangan makan ini, leher kamu bisa gatal-gatal nanti,” kata Marrie dengan cekatan menjauhkan sepiring udang laut yang hendak diambil oleh Hoseok.

Eungi tentu mendengarnya, tapi enggan bereaksi sama sekali. Satu sudut bibirnya menukik naik seakan mencibir.

“Tidak masalah, alergi itu sudah hilang sejak dua tahun yang lalu.”

“Hah, serius?” Bola mata Marrie melebar. Ia tampak tidak percaya. Padahal dulu, belum sampai lima menit saja Hoseok akan langsung menggaruk lehernya dan meninggalkan bekas merah yang banyak setelah memakan seafood jenis apa pun. Dulu Marrie tidak mengetahui, sementara Hoseok tidak pernah mengatakannya karena menghormati dirinya yang suka sekali dengan jenis makanan laut tersebut. “Bagaimana mungkin?”

“Emm ....” Sebelum melanjutkan, Hoseok diam sejenak. Matanya lurus menatap Eungi. Jelas dia mengingat bagaimana dulu gadis itu terus memberinya pikiran positif untuk menghilangkan alerginya itu. Tidak mudah memang, tapi lama kelamaan cara itu berhasil. Karena kenyataannya Eungi juga seorang pecinta seafood. “Itu terjadi begitu saja setelah aku sering memakannya.”

“Ah, benar. Ini makanan yang sangat enak, sangat rugi jika kamu tidak memiliki selera untuknya,” timpak Seokjin yang sepertinya sangat menikmati makan malam tersebut. Sedangkan Hoseok hanya tersenyum, dan Marrie terlihat canggung. “Benar, kan?” Tiba-tiba lelaki itu merangkulkan tangannya di pundak Eungi dan menariknya lebih dekat. Sontak saja adiknya itu sedikit terkejut dengan tindakannya. “Kamu diam saja, kenapa? Tidak suka?”

“Um, tidak.” Eungi cepat menggeleng. “Aku hanya ingin pergi ke toilet.”

“Ya sudah, pergi sana,” saran Seokjin yang seperti tahu jika adiknya itu sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja.

Eungi langsung mengangguk, setelah itu bergegas menuju toilet. Di sana, ia hanya mencoba menenangkan diri. Melihat sendiri pantulan dirinya di cermin. Meskipun wajahnya dipulas make up, tapi kesedihan itu masih tergambar jelas. Sendu sekali seakan tanpa semangat.

“Mungkin ini saatnya,” ucapnya yang tiba-tiba jadi bertekad. “Bukankah Hoseok juga menginginkan hal itu?” Pancaran matanya mulai yakin. “Kamu akan menyesal jika terus mengharapkannya, Eungi.”

***

Saat kembali, ia sudah melihat Jungkook dan Hyuka ada di sana. Pemuda itu masih bersikap tak acuh padanya.

“Sudah kembali? Bagaimana sudah lega?” tanya Seokjin setelah Eungi duduk di sebelahnya. Sedangkan gadis itu hanya menganggukan kepala sebagai jawaban. “Kalau begitu ayok habiskan.”

“Tidak, aku sudah kenyang,” tolaknya. “Apa kita bisa pulang sekarang?”

Semua mata kemudian menatap ke arahnya, membuat Eungi segera beralasan, “Aku merasa tidak enak badan, lagi pula hari ini Taehyung akan datang, kan?”

“Apa?!” Jungkook refleks menyahut. Sikap acuh tak acuh yang ia junjung tadi seketika musnah digantikan oleh ekspresi keterkejutannya. “Ah, oh, tidak. Tidak ada apa-apa.”

Seokjin malah tertawa. “Tidak masalah jika kamu ingin bergabung—aw!” Mendadak ia mendapat cubitan kecil di pinggang, tapi lumayan menyakitkan dari adiknya tersebut. “Apa?” tanyanya dengan wajah bingung, sementara Eungi memberikan isyarat ketidaksukaan.

Jungkook menyadari jika Eungi tidak menyukai kehadirannya, meskipun sebenarnya ia bisa mati penasaran ingin tahu untuk apa Taehyung datang ke rumah mereka malam-malam begitu. Tiba-tiba ia menyesal mendengarkan saran Namjoon.

“Kamu tahu, cara terbaik untuk membuat gadis penasaran padamu adalah dengan tidak mengacuhkannya,” kata Namjoon saat itu yang merasa simpati karena selalu melihat Jungkook frustasi memikirkan cara untuk menaklukkan hati Eungi. “Jangan terlalu mengejar-ngejarnya dan angkatlah image mu lebih naik.”

“Kamu yakin Hyung cara itu akan berhasil?”

“Lihat diriku yang selalu dikejar-kejar para gadis?”

Jungkook mengangguk-angguk membenarkan. Memang, sih, tidak ada sehari saja Namjoon tidak berhasil menarik perhatian wanita. Walaupun hanya dijadikan permainan olehnya, tapi tetap saja para gadis itu tidak kapok juga.

“Aku tidak tahu Hyung ini akan berhasil, karena Eungi itu tipe gadis yang lebih mementingkan gengsi daripada perasaannya sendiri.”

“Coba saja, lama-lama hatinya pasti akan luluh juga.”

Sekarang apanya yang luluh? Jika terus begini mungkin Jungkook akan kehilangan kesempatan dan Taehyung bisa bebas mendekati Eungi. Tidak.

“Baiklah, kalau begitu maaf sekali. Tapi kami harus pulang lebih dulu.”

“Oh, tidak masalah. Terima kasih karena sudah mau menerima undanganku,” timpal Marrie.

“Sama-sama, tapi ini lebih dari cukup.”

Setelah berbasa-basi sebelum pergi, dengan diam—seakan tidak peduli dan berat hati, ia melangkah lebih dulu meninggalkan restoran tanpa berpamitan sama sekali dengan Hyuka. Hoseok sangat menyadari perubahan itu, dan mengerti pasti karena Eungi merasa sangat kecewa.

Bibu!” panggil Hyuka yang merengek ingin ikut pergi.

Sebenarnya Eungi mendengar panggilan Hyuka, tapi berusaha tetap kuat mengadapi satu-satunya kelemahannya saat ini.

“Maaf,” ucapnya pelan sambil memejamkan mata, mencoba membuang pikiran tentang Hyuka. Tidak untuk sekarang, aku janji. Setelah hatiku sembuh, aku akan kembali. []

Beautiful Moment [JH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang