Moment 15

466 88 6
                                    

Gila. Eungi rasa Taehyung sudah gila. Menjadikannya sebagai tolak ukur untuk menunjukkan kekuasaan. Dia pikir dengan cara itu akan membuatnya luluh? Walaupun begitu Eungi akan membiarkan. Biar saja, gadis itu ingin melihat seberapa keras Taehyung akan melakukannya. Karena terkadang ambisi dan cinta itu berbeda tipis.

Kali ini pun ia harus berusaha keras untuk meyakinkan laki-laki itu agar tidak datang menjemputnya. Sulit sekali karena dia ternyata begitu keras kepala. Namun, untung saja Taehyung menyerah saat Eungi katakan jika Hoseok akan datang menjemputnya.

“Baiklah, aku mengalah pada Hoseok untuk menjemputmu. Tapi, aku tidak sedang mengalah untuk mendapatkanmu.”

Serta merta napas Eungi dibuang cepat. “Ya ya ya, terserah kamu saja. Kalau begitu, selamat malam.”

Gadis itu buru-buru memutus panggilan telepon, bersamaan dengan Tuan pemilik toko yang keluar dari ruang kerjanya.

“Eungi-ssi, kita tutup saja tokonya sekarang. Aku harus buru-buru pulang.”

“Ada apa? Sepertinya Anda sangat cemas?”

“Ya, istriku baru saja menelepon jika demam putriku semakin tinggi. Aku harus segera membawanya ke rumah sakit.”

“Oh, kalau begitu Anda pulang duluan saja, biar aku yang menutup tokonya sendirian dan akan memberikan kunci toko pada pekerja Anda diperjalanan pulang nanti.”

“Apa tidak merepotkanmu?”

Eungi menggeleng. “Tidak, Pak. Yang penting sekarang adalah putri Anda.”

Si pemilik toko itu tersenyum antara lega sekaligus senang. “Baiklah, aku percaya padamu. Terima kasih.”

Eungi hanya mengagguk, sementara si Bos segera berlalu dari toko dengan langkah terburu-buru.

Setelah hanya sendirian, ia pun melirik jam tangan yang sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Butuh setengah jam untuk Eungi membereskan dan menutup toserba sendirian. Sekarang ia masih punya tugas lain, mengantarkan kunci toko pada karyawan yang akan bertugas besok. Tidak terlalu jauh, sehingga ia memilih untuk jalan kaki.

Namun, gadis itu tidak menyangka jika jalur menuju rumah karyawan itu lumayan sepi dan agak mencekam. Beberapa kali ia harus menoleh ke belakang, kanan dan kiri karena takut ada yang mengikuti. Sampai kemudian handphope-nya berbunyi dan itu membuatnya sangat terkejut.

“Oh, ya ampun. Tenanglah Eungi.”

Pun, ia berusaha untuk menenangkan kekhawatiran yang sedang dirasakannya, seraya merogoh ponsel yang ada di saku mantel dan melihat nama Jung Hoseok terpampang di layar.

“Ya, ada apa?”

“Maaf mengganggumu, tapi aku kesulitan menemukan persediaan botol minum Hyuka yang baru. Kamu menyimpannya di mana?”

“Huft ... inilah akibatnya jika tidak pernah memperhatikan di mana aku menyimpan barang-barangmu sendiri.”

“Jangan mengomel, aku butuh segera. Nanti Hyuka keburu menangis.”

“Di kabinet atas dekat kul—emph!” kata-kata Eungi seketika terputus saat tiba-tiba saja ada seseorang yang membekap mulutnya dari belakang.

Eungi yang panik berusaha melepaskan tangan kekar yang menutup rapat-rapat mulutnya tersebut, sampai ponsel yang ada digenggamannya terlempar dan jatuh.

“Hey! Tenanglah.” Kemudian orang itu berkata. Suaranya berat dan serak. Aroma alkohol pun langsung menguar dan begitu kuat. Menyadari jika pria itu pasti sedang mabuk, membuat ketakutan Eungi semakin menjadi.

Yang ada di dalam pikirannya saat ini hanya ingin berteriak. Berharap sambungan telepon dengan Hoseok belum terputus, agar bisa memberi tanda jika dirinya dalam bahaya. Namun, bekapan pria sialan itu benar-benar menyakitkan. Eungi tidak bisa melawan.

“Bukankah berjalan berduaan lebih baik dari pada sendirian, huh?” kata orang itu lagi yang semakin menyeramkan bagi Eungi. Sekitar matanya sampai terasa perih ingin menangis karena tidak bisa melawan sama sekali. Sedangkan pria itu menguasainya semakin tangguh. “Jangan takut, aku tidak akan melukaimu.”

Air mata Eungi langsung mengalir ketika orang asing itu mulai menyentuhkan punggung jemarinya ke wajahnya. Gadis tersebut refleks menutup mata dan menggeleng, berharap segera lepas dari cengkeraman penjahat itu. Sampai kemudian otaknya memikirkan sesuatu untuk menggigit kuat tangan orang itu.

Argh!” erang si penjahat kesakitan, tapi karena itu Eungi bisa meloloskan diri, setidaknya dari cengkeramannya. Lebih lagi dengan cepat Eungi melayangkan tendangan tepat ke selangkangan, tak ayal membuat lelaki setengah tua itu kelimpungan menahan sakit.

Saat-saat seperti itu dimanfaatkan oleh Eungi untuk mengambil ponselnya lagi dan mencoba menelepon bantuan. Kala itu ia hanya memikirkan Hoseok. Dalam keadaan panik, segala sesuatu pun terasa lambat dan Eungi kesal sendiri. Ia benar-benar tidak bisa fokus hanya untuk mencari nomor Hoseok saja, sementara pria itu mulai melangkah menghampiri.

“Kamu, berani sekali—” Akan tetapi, sebelum penjahat itu bisa meraihnya lagi, tiba-tiba ia terjerembap ketika seseorang menendang tubuhnya dari samping.

Eungi yang terkejut segera berbalik badan dan melihat seseorang yang tempo hari mengantarkannya ke rumah karena tidak sadarkan diri setelah mabuk, ada di sana dan mulai menghajar orang yang hendak berniat jahat padanya itu.

“Enak sekali ingin mengganggu temanku, hah?!” tukasnya yang tidak takut dan terus saja mengeluarkan kekuatannya sampai lawannya tidak bisa berkutik sama sekali. “Maka rasakan tinjuan mautku.”

“Ju-jungkook, hentikan!” Eungi memekik. Ia merasa tidak sanggup melihat perkelahian itu lagi dan mencoba menarik hoodie yang dikenakan pemuda itu agar mau berhenti. “Sudahlah, nanti kamu bisa terkena masalah jika dia sampai kenapa-kenapa.”

Barulah Jungkook mengerti dan menghentikan pukulannya.

“Pergilah kalau tidak mau kubuat sampai mati.”

Tampa bicara lagi, orang itu pun langsung pergi sampai terhuyung-huyung karena pusing, kesakitan, dan ketakutan.

“Te-rima kasih,” kata Eungi kemudian sambil mencoba menahan degup jantungnya yang sejak tadi menggila karena merasa sangat terancam sampai napasnya tersengal-sengal. “Entah bagaimana bisa kamu ada di sini, tapi aku sangat bersyukur.”

Sepertinya Eungi masih trauma. Dia terus menunduk, merekatkan mantelnya seraya memeluk tubuhnya sendiri agak kuat.

“Rumah temanku ada di sekitar sini, dan aku baru saja pulang dari sana.” Kali ini Eungi diam dan hanya mengangguk mengerti. “Kamu sendiri kenapa ada di sini larut malam begini? Tidak tahu kah kalau jalan sekitar sini sangat berbahaya untuk seorang wanita?”

Diberi pertanyaan seperti itu, membuat Eungi mengingat kembali apa tujuannya berada di tempat tersebut. “A-aku hanya akan memberikan kunci toko pada karyawan yang akan bertugas besok pagi.”

“Apa rumahnya masih jauh? Kalau begitu biar aku antar saja.” Kali ini Eungi mengangguk. “Baiklah, kamu bisa tunjukkan jalannya.”

“Eungi!” Tiba-tiba ada yang berteriak, membuat mereka kompak menoleh ke belakang.

“Ho-hoseok?” lirihnya dengan mata berkaca-kaca. Rasa genetar yang tadi ia rasakan mendadak kembali menengaruhi, membuatnya tidak kuasa untuk berlari—begitu saja mengacuhkan Jungkook—sampai berlabuh dipelukan sahabatnya tersebut. “Aku sangat takut.” []

Beautiful Moment [JH]Where stories live. Discover now