In Another Moment 02

313 69 7
                                    

“Ya!” seruan itu terdengar saat mereka menyadari jika Eungi telah memasuki kelas. Namun, dengan perasaan waswas gadis itu tidak mengindahkan panggilan mereka. Alhasil, Sora yang masih penasaran berseru kembali. “Ya! Hei, gadis bodoh. Apa kamu tidak punya telinga?!”

“Ya!” Temannya menyahut karena kesal sudah diabaikan. Sementara Eungi terus saja melangkah menuju kursinya. Kedua tangannya saling bertaut, meremas kuat sangat takut.

Hingga kemudian, teman Sora yang berambut pendek itu membuat tindakan. Ia menggeser kursi yang hendak diduduki Eungi sampai si pemilik yang akan duduk sontak saja terjatuh. Tawa langsung menggema. Sementara antara malu dan sakit gadis tersebut buru-buru bangkit. Hendak mengambil kursinya kembali, tapi Sora dengan cepat memegang tangan Eungi dan membawa gadis itu pergi—diikuti kedua temannya.

“So-Sora, kamu mau membawaku ke mana?” tanya Eungi memberanikan diri, karena gadis tinggi itu sama sekali tidak memberinya ruang untuk menghindar sedikit pun.

“Kamu diam saja, apa yang akan terjadi pasti akan membuatmu terkejut nanti.”

Mendengar kata-kata itu saja sudah membuat bulu tengkuknya meremang. Sesuatu yang akan terjadi itu pasti bukan hal yang baik. “Ta-tapi—”

Belum sempat membela diri, Eungi sudah dibuat terpaku. Sora ternyata membawanya ke taman yang ada si samping lapangan sekolah, di mana Taehyung ada di sana bersama teman-temannya. Bahkan tanpa belas kasih, dia sengaja mendorong Eungi sampai jatuh berlutut tepat di depan kaki pemuda tampan yang jadi idolanya para wanita di sekolah tersebut.

Taehyung sendiri ikut tergemap. Lantas berdiri memerhatikan Eungi, tanpa bertindak untuk menolongnya meskipun ingin. “Ada apa ini?” tanyanya kemudian.

“Apa yang kamu katakan? Ini hadiah ulang tahunmu.”

“Hm?”

Sedangkan dalam diam, tanpa diberitahu pun Eungi sudah tahu jika hari ini adalah hari yang istimewa untuk Taehyung. Ia mengetahui segalanya tentang pemuda itu. Tahun lalu, Eungi memberikan sekotak susu cokelat kesukaan pemuda itu, yang diam-diam ia letakkan di atas mejanya. Sebenarnya sebelum kejadiam semua orang tahu tentang perasaannya, gadis itu sudah menyiapkan seribu burung origami dengan ungkapan cinta di salah satunya. Namun, sekarang usahanya setiap malam sampai menahan kantuk itu hanya akan teronggok di sudut kamarnya—tidak berguna.

Ck, apa maksud kalian?” kata Taehyung lagi membuyarkan renungan Eungi.

Tiba-tiba saja, bahkan kejadiannya begitu cepat sampai Eungi tidak bisa menghindar, saat tiga butir telur secara begantian pecah tepat di puncak kepalanya. Bersamaan dengan itu suara tawa Sora, kedua temannya, dan teman-teman Taehyung langsung bergaung. Seakan hal yang sedang mereka tonton saat ini adalah sesuatu yang menyenangkan, tanpa peduli jika ada hati yang sedang tersakiti. Lebih lagi tanpa hati nurani, Sora menambahkan tepung terigu dengan cairan berupa saus yang baunya benar-benar tidak sedap di penciuman.

Tara ... Ini dia kue ulang tahunnya! Bagaimana, suka, kan?” 

Taehyung yang diberi pertanyaan itu masih diam. Tampak, ia terkejut dengan pemandangan yang baru saja disaksikan tepat di depan matanya. Hatinya ikut mencelus melihat bagaimana Eungi tertunduk menahan malu dan pedih. Telur, terigu, dan saus itu sudah melumuri seluruh tubuhnya yang dibalut seragam sekolah. Bahkan Taehyung bisa menyadari jika Eungi mulai menangis—bahunya naik turun dengan lambat, sementara bibirnya bergerak seperti gemetar.

“Taehyung-ah, apa kamu senang?” Sora bertanya, menyadarkan kediaman pemuda tersebut yang tampak gugup.

“A-aku ....” Taehyung menggantungkan perkataannya sejenak. Matanya menangkap reaksi teman-temannya yang tampak senang. Tanpa terasa sekitar matanya terasa perih, sambil berkata menguatkan diri, “Ten-tu saja. Hanya kurang sebuah lilin maka dia akan sempurna menjadi kue ulang tahunku.”

Kembali, mereka tertawa begitu keras sementara Eungi mulai menangis sejadi-jadinya.

***

Orang-orang mulai menutup hidung saat Eungi melangkah melewati mereka. Bau amis bercampur bau saus busuk benar-benar menganggu dan membuat mual. Meskipun sudah dibersikan dan berganti seragam menjadi baju olahraga, tetap saja aromanya begitu menyengat. Rasanya Eungi sudah tidak punya keberanian lagi untuk menunjukkan diri di depan mereka.

“Ya, pergilah dari sekolah. Dasar bau!” celetuk salah satu siswa dengan sinisnya.

Eungi memejamkan matanya, menelan ludah dengan susah payah. Nampaknya, ia memang tidak bisa memaksakan diri untuk masuk ke kelas dan mengikuti pelajaran hari ini. Sampai tiba-tiba ada seseorang yang menyemprotkan parfum tempat di sekeliling tubuhnya. Wewangiannya begitu menyengat sampai Eungi sulit bernapas.

“Cu-cukup! Kamu mau membuatku mati!” pekiknya menyuruh laki-laki itu berhenti.

“Aku menolongmu, kenapa marah?”

“Ya, tapi—”

“Sudah, ayok ikut denganku!” tanpa ragu, pemuda kurus itu langsung memegang tangan Eungi dan menariknya pergi dari koridor.

“Lepas, mau ke mana? Aku tidak mau ikut denganmu!” Eungi merengek, berusaha melepaskan tangannya. Takut saja jika lelaki itu melakukan hal-hal buruk padanya seperti Sora.

“Dengar,” katanya berhenti melangkah. “Kita harus menghilangkan bau amis di tubuhmu itu.”

“Aku bisa melakukannya sendiri.”

“Memang siapa yang mau melakukannya untukmu?” Kesal, lelaki itu pun lantas melepaskan tangan Eungi dan berjalan sendiri.

Karena bingung dan penasaran, akhirnya Eungi berani bertanya, “Kenapa kamu mau bersikap baik padaku?”

Dia berhenti melangkah dan segera berbalik badan. Dengan entengnya, tanpa ayal berkata, “Kamu sudah memberiku obat luka tempo hari. Jadi impas, kan?”

Refleks Eungi mengerucutkan bibirnya. Menurutnya sama saja, nyatanya memang tidak ada orang yang mau berniat setulus hati padanya.

“Cepat! Sebelum aku berubah pikiran!” []

Beautiful Moment [JH]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu