20 - Then Let The Others Go

320 61 5
                                    

・・・

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

・・・

Pukul satu dini hari, saat orang-orang telah terjatuh di alam mimpinya masing-masing, laki-laki dengan hoodie berwarna hitam itu justru masih terjaga dalam realitanya.

Kedua tangannya membungkus sebelah tangan perempuan berwajah pucat yang masih terbaring lemas di atas bangsal, seolah hal itu bisa membantunya memberi lebih banyak kehangatan.

Pada dinding rumah sakit yang dingin dan beraroma khas obat-obatan, Adxero Nathan Zackwalkov memandangi Zalia Wijaya dengan tatapan teramat lekat nan teduh.

Dirinya seperti sudah melupakan hal bahwa manusia butuh jam tidur untuk mengembalikan energinya, Xero malah terus duduk di samping Lia semalaman. Memandangi gadis itu sembari mengusap sebelah tangannya yang dingin, seolah tengah melakukan ritual agar sakitnya Lia bisa berpindah ke tubuhnya.

Xero hanya tidak mau perhatiannya lepas dari Lia, Xero hanya tidak mau Lia sakit lagi karena kelalaiannya, Xero hanya tidak mau ... kejadian belasan tahun lalu terulang lagi.

Sama persis seperti posisinya sekarang, Xero merasa deja vu pada kejadian ketika dia menjadi alasan utama Lia kecil celaka pada tahun itu.

Bagaimana suara raungannya terus menggema di lorong rumah sakit, bagaimana Xero kecil tidak pernah ingin makan sampai Lia siuman.

"Ini semua salah aku!"

"Harusnya aku nda ajak Lia main bola."

"Aku harus dihukum, Tante!"

"Aku anak yang nakal, hiks."

Mungkin, Xero memang nakal. Dan mesti diberi pelajaran untuk setiap kesalahan yang ia lakukan, Xero selalu gagal menjaga orang yang dia sayang.

"Lia sakit karena aku."

"Tante harus kasih aku hukuman biar aku kapok hiks."

"Lia pasti marah."

Dalam tangisan sendu dan menyesakkan itu, Xero masih ingat betapa Sinar kewalahan di hari pertama Lia masuk rumah sakit. Betapa Sinar berusaha untuk meyakinkan Xero bahwa dia tidak salah, dia tidak perlu dihukum, dia tidak perlu menangis separah itu karena hal itu hanya akan membuat Lia sedih.

"Hei, hei, jagoan Tante, kamu nggak perlu dapet hukuman karena kamu nggak salah. Nathan bukan anak yang nakal, inget itu ya."

"T-tapi Lia ketabrak motor itu karena aku, Tante."

Nathan mengucek kedua matanya yang sembab sembari terisak.

Sinar yang berjongkok di depan anak itu hanya menghela napas pelan, tersenyum kecil, lalu merentangkan tangannya.

"Sini peluk."

"...."

"Masa nggak mau dipeluk Tante?" Sinar menukikkan alisnya dengan gestur merajuk.

2. Memoar | Lusa〔✔〕Where stories live. Discover now