32 - Sebuah Permintaan Maaf

446 67 17
                                    

Pada paragraf ini

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

Pada paragraf ini ... kita akhiri aja semuanya, ya?

. . .

Tanpa kesaksian Lusa pun, semua orang tau bahwa Dean adalah pemenangnya.

Sore itu, pengadilan ramai oleh gerombolan wartawan yang ingin meliput langsung di depan gedung. Banyak dari mereka berdesakkan ketika hakim keluar, ricuh ingin meminta pernyataan.

Banyak dari mereka rela sempit-sempitan, bergantian dengan wartawan dari stasiun televisi lain dalam hal meliput.

Rafi menjadi salah satunya. Walaupun pada awalnya dia sangat kesal dan sedih karena tidak bisa ikut dengan teman-temannya yang lain ke rumah sakit, Rafi tetap melaksanakan tugasnya sebagai pembicara yang memaparkan putusan sidang. Yah, walaupun, ada sedikit kekacauan.

"Lah si Rafi napa malah koar-koar soal Dimitri?"

"SALAH TEKS WOI! RAF! RAFI!"

"Hah?! Masa iya?"

"Ah elah, mana tadi siaran langsung."

"Hehe, maapin aku gais."

Dedaunan pohon beringin berguguran tersapu angin. Salah satunya jatuh dengan gemulai menimpa pundak pria paruh baya yang dengan wajah cemas masuk ke dalam mobilnya. Dia pulang dengan tergesa, takut-takut orang rumah akan melakukan sesuatu yang tak ia duga.

Padahal, orang di sana hanya bergeming saja. Diam mematung di hadapan para kertas usang, yang tak ia tau bahwa eksistensinya ada selama ini.

Entah dapat dorongan dari mana, Xero pergi ke kamar Lia selepas dia menjatuhkan ponselnya dan memilih untuk tidak mendengar kelanjutan sidang Lusa.

Kamar itu lengang, tampak begitu hampa dengan bias cahaya yang menembus gorden berwarna abu muda.

Xero masuk ke dalam sembari menyapukan matanya ke sekeliling. Dia mengambil figura kecil di atas nakas yang terdapat foto dirinya dan Lia sewaktu kecil. Sudut bibir Xero terangkat sendu. Dia lantas mengeluarkan kertas foto itu dari bingkainya, berniat ingin menyimpannya sendiri. Namun naas, sebab tangannya terlalu licin dan lemah, Xero menjatuhkan foto itu.

Dia menghela napas lalu menunduk untuk mengambilnya, tapi sesaat gerakan Xero terhenti kala matanya menangkap kotak berukuran cukup besar yang tersembunyi di kolong ranjang.

Dia menaruh foto itu ke atas nakas, juga mengambil kotak, yang dia yakini milik Lia.

Xero membuka penutupnya. Ia mengerutkan kening ketika yang dapat ia lihat hanyalah setumpuk kertas berwarna pucat yang sedikit usang.

2. Memoar | Lusa〔✔〕Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz