44 - Pesawat, Lusa, dan Perpisahan

531 69 19
                                    

Jika memang dirimulah Tulang rusukku Kau akan kembali Pada tubuh ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika memang dirimulah
Tulang rusukku
Kau akan kembali
Pada tubuh ini

-Last Child-

・・・

"Nah, udah." Xero tersenyum sembari menaruh kain berisi es batu yang setengahnya mencair ke dalam baskom.

Dia menepuk-nepuk pipi kanan Lusa. "Udah gak sakit kan?" katanya.

Lusa membuang muka. "Gak."

Xero makin melebarkan senyumnya. Dia tatap gadis itu lekat-lekat, dan saat itu juga darahnya berdesir hangat. Dia sangat marah Lusa disentuh-sentuh oleh lelaki lain, apalagi menyentuh bagian tubuh Lusa yang sangat privasi. Melihat Lusa yang seperti ini, Xero jadi semakin ingin berada di dekat gadis itu.

Xero mengulurkan tangan, menyusup ke rambut di bawah telinga Lusa. "Rambutmu tadi nggak dijambak kan?"

Lusa mengesah berat. Dia pun menarik tangan Xero menjauh dari rambutnya. Gerakannya pelan, tapi kentara sekali kalau gadis itu merasa risih.

"Nat, lebih baik lo cari cewek lain dan mulai hubungan baru," ucap Lusa.

Xero terkejut. Air mukanya berubah. Sepersekian detik kemudian, lelaki itu menggeleng. "Gamau."

Lusa mengerutkan dahi.

"Aku lebih memilih buat perbaiki hubungan berkali-kali daripada harus putus dan mulai hubungan baru dengan orang lain," lanjut Xero.

"Tapi kita nggak pacaran ...."

"Pacaran itu hanya sebatas nama, Lusa. Yang penting adalah hubungannya," balas Xero.

Lusa berdecak kesal dan membuang muka. "Terserah lo deh."

Keadaan hening sejenak. Baik Lusa maupun Xero diam seribu kata. Xero tidak pernah berpikir untuk memiliki hubungan serius selain dengan Lusa. Maka wajar saja bila ia kaget. Xero berpikir mungkin Lusa merasa ragu dengannya. Ah ya, dari dulu Lusa memang selalu meragukan perasaannya.

"Maaf." Itulah yang keluar dari mulut Xero.

Lusa menoleh. "Maaf buat apa?"

"Maaf karena gagal lindungin kamu." Xero mengulurkan tangannya lagi untuk mengusap sebelah pipi Lusa yang memerah. Anehnya, kali ini Lusa tidak mengelak.

"Maaf juga karena aku gak berusaha dengan keras untuk jadi utuh dan sempurna buat kamu," ujar Xero, dalam maknanya.

"Lo tuh sadar gak sih, Nat. Selama lo dekat sama gue, lo selalu minta maaf." Lusa berkata. "Kenapa lo dengan mudahnya minta maaf buat kesalahan yang sebenarnya bukan murni kesalahan lo sendiri?"

Xero tidak menjawabnya. Dia pun tidak tau mengapa bibirnya mudah sekali untuk mengucapkan kata maaf bahkan untuk sesuatu yang bukan kesalahan Xero. Tapi waktu Xero berusia tujuh tahun, mamanya selalu mengajarkan Xero untuk menjadi seseorang yang mudah mengatakan maaf. Mungkin karena itu, Xero jadi kebiasaan sampai sekarang.

2. Memoar | Lusa〔✔〕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang