29 - Pemilik Netra Sebiru Batu Safir

305 57 17
                                    

"Pernah buka hati, tapi yang masuk babi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Pernah buka hati, tapi yang masuk babi. Giliran buka hati lagi malah ditinggal mati."

・・・

Setelah berhari-hari berlalu, akhirnya Arstide mendapatkan izin untuk menemui Lusa.

Dan di sinilah dia berada, melangkah dengan napas berpacu cepat di sebuah lorong tahanan yang begitu gelap dan suram. Arstide tidak pernah membayangkan dirinya akan melihat hari ini, hari dimana setiap embusan napasnya di bumi terasa begitu mencekik. Hari dimana hidupnya seperti meluncur bebas ke dalam pusat bumi. Sebab, tidak mudah bagi Arstide untuk bisa bertatap muka dengan Lusa. Dia tidak sekuat itu untuk melihat keadaan Lusa saat ini.

Makanya, Arstide menghentikan langkah dan berdiri begitu saja di depan pintu jeruji yang terbuat dari besi. Dia menghirup oksigen banyak-banyak dan mengembuskannya perlahan. Setelah dirasa sudah cukup siap, Arstide membuka pintu itu yang langsung menimbulkan suara berdecit nyaring, khas suara-suara yang biasa ada di film horor.

Lelaki jangkung dengan kaus dan celana serba hitam itu menyapukan pandangannya ke sekeliling. Sepi dan gelap. Hanya ada secercah cahaya dari lampu bohlam kecil di ujung ruangan.

Arstide lantas masuk dan langsung ditanyai oleh salah satu sipir yang sedang bertugas di ruangan ini.

Arstide menjawab sekenanya sebelum diperbolehkan menuju tempat dimana Lusa ditahan.

"Di sana. Tahanan nomor 153."

Hati Arstide mencelos.

Dalam hati ia tersenyum getir. Tahanan, ya? Lusa yang pecicilan itu, Lusa yang hobi curhat sana-sini dengan menggebu-gebu, Lusa yang tak henti-hentinya mengaggungkan seorang Adxero Nathan Zackwalkov itu, sekarang ... disebut tahanan?

Jujur saja ... terkadang, Arstide sangat ingin menculik Lusa dan membawanya ke luar negeri. Setidaknya agar gadis itu jauh dari masalah.

"Mas!" panggil sipir pria di sampingnya.

"Iya?" balas Arstide.

"Apa Mas perlu sesuatu? Dari tadi saya panggilin gak jawab," katanya.

"Ah enggak. Terima kasih," ucap Arstide, tetap berusaha sopan dan terlihat baik-baik saja walaupun jauh di lubuk hatinya ... ada sebuah ledakan besar yang baru saja terjadi.

"Kalau gitu saya tinggal ya, nanti di depan tahanan ada sipir lagi yang sedang berjaga."

Arstide hanya mengangguk kecil seiring dengan sipir itu melenggang pergi. Dia lantas melangkahkan kakinya menuju penjara dimana Lusa ditahan. Ketika telah berdiri radius 50 meter di depannya, air muka Arstide berubah.

Tubuhnya terasa disetrum tiba-tiba ketika remang-remang ia melihat batang tubuh seorang perempuan yang sedang memeluk lutut. Terlihat begitu kuyu, putus asa, dan ... ada kabut kesedihan yang mengelilingi tubuhnya.

2. Memoar | Lusa〔✔〕Where stories live. Discover now