45 - How Love Never Really Ends

927 82 34
                                    

I'll wait for you

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

I'll wait for you.

Why?

Because that's what
people do when they're
in love.

They wait.

・・・

Dua setengah tahun kemudian ....

Malam itu Malioboro tampak lebih ramai dibanding hari-hari biasanya. Mungkin, karena ini adalah bulan dimana sekolah-sekolah mengadakan study tour. Lusa tidak tau pasti, tapi melihat banyak anak-anak remaja dengan pakaian serupa berjalan bergerombol di trotoar, itu cukup meyakinkan Lusa bahwa memang benar Malioboro malam ini lebih didominasi oleh anak-anak sekolahan.

Lusa harap dia bisa begitu. Bersenang-senang bersama teman-temannya. Tapi dia punya anak kecil sekarang. Anak lelaki berusia satu setengah tahun yang baru saja lancar berjalan itu anteng saja di gendongan Lusa sambil memakan harum manis berwarna pink di tangannya.

Besok Lusa akan kembali ke kotanya. Oleh karena itu dia menyempatkan diri berkunjung ke Malioboro untuk membelikan sesuatu untuk orang-orang di rumah.

Wanita berumur 27 tahun dengan rambut dicepol itu melangkah ke sebuah toko baju. Dia menurunkan anak lelaki digendongannya, lalu menggenggam tangan mungil itu.

"Yang tenang ya, Sayang," ucap Lusa dengan senyuman manis. Anak lelaki dengan baju ultraman-nya itu mengangguk-angguk lucu.

Lusa beralih pada pakaian-pakaian yang tergantung di depannya.

"Warna biru ini kayaknya cocok buat Ayah," gumam Lusa. Dia lantas mengambil baju itu dan tanpa sadar melepaskan cengkramannya pada anak di sampingnya.

"Warna coklat buat Bang Dalvin." Lusa berubah pikiran. Dia tidak jadi mengambil baju itu. "Eh jangan deh, ntar tabrakan sama warna kulitnya. Hmmm. Warna yang cocok buat bapak-bapak beranak satu apaan ya."

Lusa melihat ke sisi kanan dan mengambil baju batik berwarna hitam. "Oke, item aja biar bisa dipakai buat kondangan."

"Buat Saska ... dia sukanya pakai kaus belel. Dibeliin baju juga kayanya nggak bakal dipake," Lusa berbicara dalam hati. "Oke, beliin topi."

"Javas ayo kita pindah──" Pupil mata Lusa membesar saat dia tidak mendapatkan tubuh mungil anak lelaki itu lagi di sampingnya.

Sontak Lusa menaruh baju-baju itu ke atas gawangan baju. Kepalanya tertoleh ke sana ke mari, mencari-cari keberadaan anak itu.

"Javas!" Lusa menunduk, barangkali Javas bersembiunyi di antara pakaian-pakaian. Tapi hasilnya nihil. Anak itu tidak ada.

Lusa pun keluar dari toko. Dia mengusap wajahnya yang telah berubah pucat pasi.

2. Memoar | Lusa〔✔〕Where stories live. Discover now