18. Mati Rasa

4.8K 684 60
                                    

4 tahun kemudian..

Nadia mengaduk minuman yang baru saja ia pesan sembari duduk di sebuah cafe. Ia duduk seorang diri, menantikan kehadiran seseorang yang sudah berjanji temu dengannya hari ini.

Nadia menghelakan napasnya dalam. Lama menunggu, tetapi yang di tunggu tak jua menampakkan diri. Minuman Nadia pun sudah habis setengah dan ia pun mulai merasa jengah.

"Beeebbb! How are youuuu?"

Nadia melirik sinis Wenda yang baru tiba. Yang tahu salahnya dan langsung memeluk Nadia.

"Eehh.. Udah panas pantat gue duduk nungguin lo disini," Omel Nadia kepada Wenda yang dengan riang duduk bersebrangan dengan Nadia.

"Sorry beb, gue tadi kejebak macet. Taulah.. Sekarang gue tinggal dimana. Mau jalan ke sini tuh udah kaya keluar kota, beb," Ucap Wenda beralasan.

"Iya.. Iya.. Sementang kerja di bandara, tinggal dekat bandara, nyari waktu buat ketemuan susaaaahh amat," Omel Nadia.

Keduanya telah lulus dari universitas. Wenda bekerja di bagian security bandara, sementara Nadia bekerja di sebuah perusahaan swasta. Kesibukan kedua sahabat karib ini, membuat mereka jadi jarang bertemu satu sama lain.

"Yah mau gimana, beb. Demi sesuap nasi dan sebongkah harapan, kita harus begini. Siap kerja, bukannya libur.. Gue harus pelatihan ini.. Pelatihan itu.." Wenda menghelakan napasnya dalam. "Entah apa aja yang mau di latih. Gue sampai engap," Keluhnya.

"Yayaya..," Nadia memutar bola matanya malas. "Gue nggak mau tau, gue mau merasakan duit bandara ya. Traktir gue makan. Gue tau ya level gaji orang bandara seberapa.. Kalau di bandingkan gue yang pegawai swasta ini, aduuh.. Kalah jauh,"

Wenda mengangkat kedua tangannya sembari tersenyum manis. "Tenang beb.. Kalau masalah itu, bisa di atur. Lu makan aja sepuasnya, gue traktir," Ucap Wenda percaya diri membuat Nadia tersenyum senang.

...

Wenda dan Nadia tampak menikmati makan siang mereka sambil asik berceloteh. Mengulang masa lalu, membahas tentang teman-teman mereka semasa kuliah kini seperti apa. Sampai saat topik pembicaraan mereka pun mulai dari yang santai hingga serius.

"Eh, btw Bimo apa kabar?" Tanya Wenda dan Nadia hanya menggerdikkan bahunya.

Wenda mengernyit bingung. "Kenapa?" Tanyanya heran.

"Jangan bilang udah putus?" Tebak Wenda dan dengan santai Nadia langsung menganggukkan kepalanya.

Mata Wenda langsung membesar menatap Nadia. "Perasaan belum 2 minggu jadian. Kok udah putus?" Tanya Wenda tak habis pikir. Pasalnya belum lama ini Nadia mengatakan bahwa dirinya berkencan dengan Bimo, teman mereka semasa kuliah dulu. Namun sekarang, ia malah mengaku sudah putus hubungan.

"Yaa.. Nggak cocok aja," Balas Nadia santai.

"Aiishh.. Kalian cocok kok," Balas Wenda. "Gimana ceritanya sih kok bisa putus? Siapa yang mutusin?" Tanya Wenda penasaran.

"Bimo," Jawab Nadia yang tetap santai menanggapi Wenda yang justru emosi.

"Hah? Bimo mutusin lo, Nad? Anjing itu laki-laki! Kok bisa?!" Wenda meneguk minumannya. Entah kenapa emosinya menjadi naik seketika dan tenggorokan nya terasa begitu kering.

Nadia menghelakan napasnya dalam. "Gue nggak tau sih," Desah Nadia kemudian berdecak lidah. "..kayaknya ada yang salah di diri gue," Nadia tertunduk dan mengaduk makanannya tanpa minat. Selera makannya tiba-tiba saja turun.

Melihat sahabatnya berubah sedih, Wenda juga jadi ikut bersedih menatapnya. "Kenapa, beb? Emang lo ngapain sampai Bimo putusin lo? Setahu gue dia ngejar-ngejar lo dari dulu. Coba di bicarain baik-baik deh. Gue yakin Bimo mau balikan lagi kok sama lo," Ucap Wenda dengan pengertian.

"Masalahnya bukan itu," Ucap Nadia menggelengkan kepalanya.

Nadia tampak terdiam dengan dahi mengkerut. Ada kata yang ingin ia ungkap, tetapi terasa begitu sulit untuk di ucapkan.

"Gue sebenarnya pengen punya pacar, pengen punya cowok, punya pasangan yang ngertiin gue dan gue ngertiin. Gue pengen kaya orang lain yang bahagia sama pasangannya. Gue udah cobak.. Dekat sama si ini.. Dekat sama si itu.. Pacaran sama si ini.. Pacaran sama si itu.. Tapi, hati gue nolak." Ungkap Nadia yang terasa begitu sulit saat mengatakannya.

Mata Nadia ia angkat saat mengungkapkan apa yang ia rasakan. Jemarinya mengusap usap lekuk piring yang ada di hadapannya. Perasaannya pun bergetar, dan entah kenapa dadanya terasa nyeri.

"Gue udah berusaha enjoy saat dekat sama cowok. Gue udah berusaha gimana caranya biar menyenangkan, biar hubungan itu jalan, tapi.. Gue nggak bisa. Gue ngerasa ngebohongin diri gue sendiri. Dan akhirnya.. Ya gitu. Gue bosen. Gue menghilang."

Wenda menatap iba Nadia. Ia tahu bahwa Nadia menyimpan rasa yang berat dalam dirinya. "Apa ini ya yang di namakan mati rasa?" Celetuk Wenda dan Nadia hanya mampu menggerdikkan bahunya.

"Beb, percayalah.. Lo cuma belum menemukan orang yang tepat aja." Ucap Wenda memberi pengertian kepada Nadia.

"Kalau lo udah ketemu orang yang tepat, lo nggak perlu berusaha untuk jadi menyenangkan buat dia. Lo nggak perlu ngerubah diri lo, menghianati karakter lo yang sesungguhnya. Karena kalau lo udah nyaman, lo cukup jadi diri lo sendiri di depan dia."

Nadia tersenyum sedih sambil menganggukkan kepalanya. Ia tidak tahu, orang seperti apa yang tepat, yang akan menciptakan kenyamanan itu baginya. Ia bahkan tak yakin akan merasakan lagi bagaiman hangatnya hati saat mencintai seorang pria. Rasanya begitu abu-abu.

...

Di malam yang sunyi dan senyap, Nadia duduk di balkon kamarnya. Menatap langit malam dengan perasaan yang berkecambuk. Di saat seperti ini, di saat itulah, sosok yang Nadia ingin hapuskan dari ingatannya justru datang merajai pikirannya.

Desakan air mata mengucur dari pelupuk matanya. Mengingat sosok mas Joni yang entah dimana kini keberadaannya.

"Mas Joni dimana?" Tanya Nadia pada bulan yang tetap diam di atas sana. Sapuan hangat dari buliran air mata terasa menggaris di pipinya.

"Kenapa mas Joni pergi di saat aku lagi sayang-sayangnya sama mas Joni? Kenapa mas Joni ninggalin aku?"

Sesak terasa. Pertanyaan Nadia tidak pernah terjawab sekalipun. Segala rasa penasarannya tidak dapat di jawab bahkan oleh sang waktu. Selama 4 tahun terakhir, ia hidup dengan rasa penasaran yang melilit pikirannya. Ia hidup dengan harapan kosong, yang kini membuat hatinya terasa hampa.

Dan tanpa mau.. Tanpa tahu.. Ia menunggu meski tak ingin.

Saat tengah bergelung di dalam rasa sedihnya, Nadia seketika tertegun saat mengetahui bahwa sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Nadia pun mengusap wajahnya terlebih dahulu, baru kemudian meraih ponsel dan membuka pesan itu.

Sebuah pesan masuk Nadia terima dari atasannya di kantor. Yang meminta Nadia untuk menemuinya besok di ruangannya karena ada hal penting yang ingin ia bicarakan.

Hati nadia seketika bertanya. Pikirannya langsung terarah pada sebuah perbincangan yang sedang hangat di kantor. Tentang pemindahan beberapa pegawai yang akan di tempatkan di tempat baru di kota lain.

"Kenapa ya? Apa mungkin.. Aku yang bakalan di pindah?" Tanya Nadia dalam hatinya.

......
Waah.. Nadia bakalan di pindah nih..
Makin pupus harapan ketemu mas joni yang udah bikin dedek gemes mati rasa wkwk 😂

Jangan lupa vote dan komen yaa..
Makasih ❤

Be My Boyfriend Mas Joni Where stories live. Discover now