6. Nggak boleh ketahuan

6.8K 702 102
                                    

"Hiks.. hiks.. Hkhkhkk," Nadia masih menangis karena rasa terkejut yang masih membendungnya. Saat ini, ia sudah duduk di sofa di dalam apartemen.

Motornya sudah di amankan oleh pihak security apartemen. Sementara yang mengantarkannya hingga ke unitnya adalah.. Mas Joni. Pria yang beberapa hari ini telah Nadia hindari.

Betapa memalukannya yang Nadia rasakan saat ini. Di tengah rasa terkejut yang masih membekas, ia harus menahan malu di wajahnya. Sudah beberapa waktu lalu di tolak oleh Joni, sialnya Nadia hari ini mengalami hal buruk dan di tolong oleh Joni pula. Membuat Nadia jadi kehilangan muka.

"Ini mbak, minum dulu." Ucap mas Joni menyodorkan segelas air minum kepada Nadia.

Pria itu menatap wajah Nadia dengan lekat. Ia terlihat datar seperti biasa. Tapi tatapannya itu, mengisyaratkan bahwa ia peduli. Bahwa ia menaruh rasa kepada Nadia.

Lebih tepatnya, rasa KASIHAN.

Dengan tangan yang bergetar Nadia pun menerima gelas itu. Ia berusaha menahan serangan sesenggukan, kemudian meminum air putih itu untuk menenangkan diri.

"Mbak nggak ada kotak P3K?" Tanya Joni.

"Hkhkhk," Nadia menggelengkan kepalanya. Ia masih belum mampu menahan sesenggukan nya walau ia sudah menenggak air putih pemberian Joni. Walau begitu, ia lebih sedikit lega di banding sebelum minum.

"Ada handuk kecil nggak?"

"Di lemari atas pantry." Jawab Nadia dengan suara bergetar. Suara nadia terdengar takut. Suara natural yang datang dengan sendirinya.

Joni lantas mencari handuk kecil tersebut. Tak lama, ia kembali dengan baskom kecil dan handuk kecilnya. Kemudian berlutut di depan Nadia.

Ia mengusapkan handuk basah di lutut Nadia yang tampak terluka karena kejadian tadi. Membuat Nadia meringis kecil menahan kesakitan.

Ya Tuhan, mas Joni. Kenapa mas Joni lagi sih? Sia-sia perjuangan move onku seminggu ini. Hancur semua.

Mata Nadia bergetar menatap Joni yang ada di hadapannya. Perasaan sesak itu melingkupi hatinya kembali. Dan rasa kecewa itu timbul dan semakin terasa berat. Bahkan oksigen pun tampak enggan ia hirup sangkin sesaknya.

"Kakinya di taruh di atas meja, mbak," ucap Joni.

Nadia pun menganggukkan kepalanya. Kemudian mengangkat kaki kanannya dan menaruhnya di atas meja.

Joni memegang pergelangan kaki Nadia, dan refleks membuat Nadia menarik kakinya karena terasa sakit di sana. "Sakit," cicitnya dan kembali jatuh air matanya.

"Aaaaaakkhhh!" Tanpa aba-aba, Joni memutar kaki wanita itu. Membuat Nadia menjerit kencang karena kesakitan.

"Mas Joni ngapain sih?! Udah di bilang sakit! Ini sakit tau nggak! Kenapa sih mas Joni hobi banget nyakitin aku?!" Nadia terkejut sendiri mendengar kalimat terakhir yang ia ucapkan. Kenapa pula ucapannya melenceng ke masalah perasaan. Membuat ia hilang muka di depan Joni yang wajahnya tetap datar.

"Nggak sakit lagikan?" Tanya Joni memutar pelan telapak kaki Nadia.

Nadia jadi merasa bodoh. Joni mengobatinya, tetapi ia malah memaki pria itu. Membuat kedua sudut bibir Nadia jatuh seketika. Dan di ikuti air matanya.

"Enggak terlalu sakit lagi," cicitnya dengan suara serak manja. Sembari itu Nadia mengusap air matanya dengan punggung tangannya.

Joni menghelakan napasnya menatap Nadia. Wanita itu terlihat sangat manja dan cengeng. Di tambah lagi, Nadia pun tampak berusaha menghindar dari Joni semenjak kejadian saat dimana Joni menolak perasaan Nadia.

Be My Boyfriend Mas Joni Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang