20. Mencari

4.9K 708 95
                                    

Sore ini rumah Nadia kedatangan tamu. Seorang wanita muda yang tidak lain tidak bukan adalah sahabat nadia, Wenda. Ia memarkirkan motornya dan bergegas masuk ke dalam rumah Nadia.

"Ehh, Wenda. Udah datang," Sapa mama Nadia dengan ramah.

"Iya, tante." Jawab Wenda sopan sembari menyalam mama Nadia. "Nadianya mana tante?" Tanya Wenda yang menampakkan wajah khawatir.

Mama Nadia berdecak lidah dan menunjukkan wajah sedihnya. "Dia di kamar." Jawab mama Nadia.

"Kamukan temannya Nadia, tante minta tolong ajak Nadia bicara ya. Mungkin dia masih shcok karena kejadian kemarin. Apa lagi, sekarang dia nggak bisa terbang karena KTPnya juga hilang. Tante khawatir karena dia diam terus di kamar. Di ajak bicara pun, dia kaya nggak fokus. Syukur-syukur di jawab."

"Siapa tahu, sama kamu dia mau ngomong. Dia terhibur dan nggak diam-diam aja di kamar. Tante jadi khawatir kalau dia bersikap kaya gitu," Ucap mama Nadia.

Wenda menganggukkan kepalanya. "Iya tante. Wenda ke kamar nadia dulu ya tante," Ucap Wenda pamit.

...

Wenda mengetuk kamar Nadia, kemudian perlahan membukanya. "Beeb," Ucapnya dan terlihatlah nadia yang sedang duduk di depan meja riasnya.

"Eh, Wen," Jawab Nadia lemah.

Wenda pun masuk ke dalam kamar itu dan menutup pintunya. Lalu, dengan kedua tangan yang terbuka ia menghampiri Nadia. "Beebb," Cicitnya sembari memeluk Nadia yang juga di balas oleh Nadia.

"Gue kira lo kemana, beb. Gue udah nungguin di bandara tauk," Rengek Wenda. Wenda duduk di ranjang Nadia dan Nadia memutar posisi duduknya menghadap Wenda.

"Maafin gue ya, Wen. Hp gue juga hilang. Makanya gue nggak bisa ngabarin lo," Ucap Nadia menyesal.

Wenda berdecak pelan. "Iya nggak papa, beb. Yang penting lo nggak papa kan? Lutut lo kenapa beb?" Tanya Wenda yang melihat lutut Nadia yang di hiasi perban kecil.

"Aah, jatuh. Tapi nggak papa kok," Jawab Nadia menatap lututnya.

Wenda kembali berdecak lidah. "Terus kerjaan lo gimana, beb? Perusahaan tempat lo kerja udah tahu kejadian ini?" Tanya Wenda lagi.

Nadia pun menganggukkan kepalanya. "Iya, gue udah bilang kok." Jawab Nadia yang kemudian menundukkan kepalanya.

Wenda memiringkan kepalanya melihat ekspresi Nadia. "Kenapa beb? Lo sedih ya karena nggak jadi pergi?" Tanya Wenda.

Nadia justru menggelengkan kepalanya. Malah air matanya tiba-tiba saja terjatuh. "Beb, kok nangis?" Wenda meraih lengan Nadia dan menatapnya dengan lekat.

Nadia tampak membutuhkan waktu untuk mampu berbicara. Ia terisak dan mencoba menetralisir dirinya. Lalu di tatapnya Wenda sambil tersenyum pedih. "Kayanya.. Gue nggak bakalan pergi, Wen," Ucapnya dan air matanya pun terjatuh.

"Kenapa? Perusahaan tempat lo kerja bilang apa? Kenapa lo nggak bisa? Lo bisa ambil resi buat KTP lo kok dan bisa terbang sekarang juga," Ucap Wenda tak mengerti.

Nadia menggelengkan kepalanya. Ia mengulum bibirnya kemudian menggerjapkan matanya agar air matanya yang tertahan dapat lolos.

"Bukan karena perusahan. Tapi.. Tapi karena dia nggak bolehin gue pergi,"

Wenda mengernyit tak mengerti. Nadia tersenyum tapi air matanya terjatuh. "Dia siapa?" Tanya Wenda penasaran.

Nadia menarik tangannya yang di pegang Wenda. Lalu di husapnya wajahnya yang sembab. Kemudian meraih secarik kertas yang tergeletak di atas mejanya. Kertas yang dua hari ini sudah ia tatap dengan tersenyum dan menangis. Lalu, menyerahkan kertas itu kepada Wenda.

Be My Boyfriend Mas Joni Donde viven las historias. Descúbrelo ahora