19. Pindah

5.1K 751 148
                                    

Nadia menutup pintu ruangan dengan kepala tertunduk dalam. Perasaannya begitu berkecambuk. Seperti perkiraannya yang di harap jangan sampai terjadi, justru benar.. Nadia di pindah tugaskan dari perusahaan tempatnya bekerja.

Sedih.. Dirinya merasa sangat sedih. Ia akan berkelana ke kota orang seorang diri. Tanpa teman, tanpa keluarga yang berada di sekelilingnya saat ini.

Jujur saja, terbersit rasa ingin menyerah di benak Nadia. Namun, rasanya akan sangat sia-sia jika ia menyerah sekarang. Setelah semua yang sudah ia lewati untuk dapat bertahan di perusahaan itu, Nadia begitu merasa sayang jika melepaskan.

Mau tak mau, suka tak suka.. Nadia harus pergi.

...

"Jadi lo di pindah, beb?" Tanya Wenda yang terhubung panggilan video call dengan Nadia.

"Iya, wen. Gue sedih banget. Mana di pindahnya jauuuhh banget lagi. Isshh, gue berasa pengen nyerah aja tau nggak," Keluh Nadia mengadu kepada Wenda.

"Emang di pindah kemana, beb?" Tanya Wenda lagi. Ia pun jujur, tak ingin sahabatnya pergi meski kini mereka sudah jarang bertemu. Mendengar Nadia ingin pindah, membuat Wenda jadi ikut sedih.

"Kalimantan. Jauhkan?" Rengek Nadia.

Wenda berdecak lidah. "Keluar aja udah, beb. Jauh banget itu. Cari kerjaan lain." Ucap Wenda memberi saran.

Nadia menghelakan napasnya dalam. "Iyakan, gue juga bingung. Tapi ya, gimana ya Wen. Gue ngerasa sia-sia kalau ngelepas kerjaan gue yang sekarang. Tapi gue juga nggak mau pergi. Hati gue berat banget," Keluh Nadia.

Wenda menatap prihatin wajah sedih Nadia yang terlihat bingung harus bagaimana. Jika Wenda jadi Nadia, Wenda pun pasti akan merasa hal yang sama. Pindah dari rumah walau masih di satu kota yang sama saja sudah membuat Wenda sedih. Apa lagi harus berpindah pulau seperti yang Nadia alami. Wenda tahu sekacau apa perasaan Nadia.

"Yaudah, beb. Gini aja, gue sih cuma bisa kasih saran ya. Gue tahu kok lo ngerasa berat buat pindah. Ngelepas kerjaan juga lo ngerasa berat juga. Nah saran gue, biar lo nggak ada penyesalan, ya.. Pergi aja beb. Jalanin dulu gimana di sana. Siapa tahu, lo justru betah. Tapi kalau nanti memang lo udah ngerasa benar-benar nggak sanggup, yaudah.. Lepas aja. Balik lagi kesini." Ucap Wenda memberikan saran terbaiknya.

"Aiishh," Desis Nadia sedih. Matanya bahkan berkaca-kaca sembari menahan perasaannya. "..gue bakalan kangen banget sama lo, wen." Cicit Nadia yang membuat Wenda ikut-ikutan mewek.

"Lo jangan bikin gue nangis, anjing!" Umpat Wenda yang air matanya ikut terjatuh. Keduanya menangis sambil tertawa bersama.

"Nggak bisa apa nggak usah ada drama kaya gini?! Nyebelin banget sih aah.." Keluh Wenda.

Nadia mengusap pipinya yang basah. "Entar kalau gue pergi antar gue sampai di dalam pesawat ya, wen. Kan lo kerja di sana. Boleh naikkan?" Pinta Nadia.

"Iya! Iya! Sampai ke kursi penumpang lu gue antar! Terus entar pesawat lu pergi gue dada dadain!" Jawab Wenda membuat Nadia tertawa sembari mengusap matanya.

"Gue bakalan kangen banget sama lo,"

"Udah lo nggak usah mancing mancing lagi!" Seru Wenda ketus. Keduanya masih saling bercerita ini itu. Berangan-angan di masa depan, ketika mereka akan terpisah jauh nanti.

...

Nadia menurunkan kopernya dari atas ranjang, lalu menarik tas selempang kecil miliknya dan memakainya. Ia pun menggenggam erat gagang kopernya, lalu dengan perlahan menarik koper itu, keluar dari kamarnya.

"Nadia.. Sayang," Sang mama yang tiba-tiba menghampirinya menampakkan wajah cemas.

"Kenapa, ma?" Tanya Nadia mengerutkan dahinya menatap heran ekspresi sang mama.

Be My Boyfriend Mas Joni Where stories live. Discover now