3. Melepas mas joni?

6.7K 667 61
                                    

Wenda memutar bola matanya malas. Demi sahabatnya tercinta, ia harus rela duduk seperti orang bodoh di teras apartemen tempat Nadia tinggal.

"Mana orangnya? Lo bilang jam 10 udah bukak. Udah jam setengah 11 warungnya pun masih tutup." Ucap Wenda yang mulai malas menunggu.

"Aissh, tunggu bentar. Pasti lagi di jalan." Jawab Nadia.

"Di.ja.lan." eja Wenda.

"Tuh.. tuhtuh.." dengan semangat Nadia menunjuk ke arah seorang pria yang tampak datang dengan motornya. Membuat mata Wenda menyipit menatap ke arah pria itu.

Keduanya tampak terdiam disitu. Menatap pria yang sedang memarkirkan motornya itu dengan seksama.

"Lumayan sih," aku Wenda yang membuat senyuman di bibir Nadia seketika terbit.

"Benarkan? Cakep banget," Nadia menatap pria yang sedang bersiap-siap membuka warungnya itu dengan tatapan sendu. Pria itu menyukai wanita lain. Dan wanita lain itu, bukan Nadia.

"Meskipun dia cakep, nad. Mending, lo pikir seribu kali." Saran Wenda.

"Kita memang nggak tau kedepannya hidup gimana. Gue sih, bukan lihat dari profesinya. Apa lagi dengan kondisi pendengarannya itu. Enggak! Bukan itu!"

"Intinya, dia nggak bakalan bisa bikin lo bahagia." Ucap Wenda.

Nadia merenggut kan dahinya. "Kenapa?" Tanyanya heran kenapa Wenda bisa menyimpulkan hal itu.

"Sikap. Cowok yang bisa bikin lo bahagia, yang bisa lo pertahanin dan.. yang kudu lo iyain saat dia ngajak naik pelaminan, itu bisa lo nilai dari sikapnya." Jelas Wenda.

"Ini cowok dingin sama lo. Terus.. gimana hangatnya hati bisa datang kalau dia sedingin itu? Lagian.. dia nggak ngehargai lo. Udah, lupain aja." Ucap Wenda memberikan saran.

Nadia meneguk Saliva nya susah payah sembari menatap nanar Joni. Ia menundukkan pandangannya. Benar kata Wenda, Nadia saja tidak pernah terlihat matanya, bagaimana bisa Nadia sangkut di hatinya. Gambaran kebahagiaan itu tidak ada jika perasaan Nadia ia teruskan.

Ya, Nadia harus melupakannya. Melupakan mas Joni. Mungkin, mbak Lusi lebih cocok jika di sandingkan dengan mas Joni.

"Iya, gue paham." Cicit Nadia.

"Untuk terakhir kalinya, ayo kita makan bakso di tempat dia." Ucap Wenda membuat Nadia langsung menatap wenda.

"Buat apa?"

"Biar hati lo lega, buat ngelepas."

Nadia menghelakan napasnya dalam. "Baksonya belum masak. Kuahnya mungkin juga belum mendidih," cicit Nadia.

"Yaaah, kita tunggu aja. Sekalian lo tatap mukanya yang mau lo buang dari hati lo itu." Ucap Wenda.

Selang satu jam berlalu..

Perasaan Nadia bercampur aduk. Ia sudah duduk di warung milik Joni. Duduk dengan kaku dengan perasaan berkecambuk.

Di tatapnya punggung Joni yang sedang sibuk menyiapkan bakso. Kemudian ia menghelakan napasnya dalam menyadari bahwa ia harus menyerah.

Bakso pesanan Nadia dan Wenda pun tiba. Joni tampak melirik sekilas Nadia. Tentu saja Joni tahu ada yang berbeda dari wanita itu. Biasanya ia akan tersenyum lebar dan berbicara ramah atau mencari perhatian setiap bertemu Joni. Tetapi kali ini, wajahnya terlihat murung. Tidak ada kontak mata, bahkan suara untuk Joni kali ini.

Sambil menikmati bakso di warung mas Joni, Nadia dan Wenda tampak berbicara ini itu dengan nada berbisik.

"Lumayan cakep sih. Tapi nggak tukang bakso juga," komentar Wenda.

Be My Boyfriend Mas Joni Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang