Part 2 - Buntu

706 5 0
                                    

Jemari Jelita tengah berkutat dengan keyboard. Sedang menyelesaikan naskah novel ketiganya di bab sepuluh. Meskipun naskah novel pertama dan kedua sudah ia kirim ke penerbit namun belum ada respon akan di bukukan, tidak apa-apa. Ia hanya perlu yakin serta usaha kalau di suatu saat mimpinya menjadi Penulis kelak terwujud.

Tatkala penat, Jelita membungkam, akan tetapi tidak dalam isi pikirannya yang terus berjelajah mencari inspirasi. Sambil mencari ide, ia bersandar badan di kursi, menarik gorden putih, menopang dagu melihat ke luar jendela yang menghadap ke jalan umum juga matahari terbenam. Bisa dibayangkan betapa indahnya sore Jelita yang mudah melihat terbenam matahari yakni, hanya dari dalam kamar tidur.

Jelita menelusuri setiap sudut gelapnya malam. Tetapi, ide belum kunjung hadir. Tiba-tiba tanpa diinginkan isi kepalanya mengingat Glenn. Ia meraih ponsel segera, membuka kunci layar ponsel yang terbuka dengan sidik jarinya, mengetik nama Ratih lalu menghubunginya.

"Halo?" jawab Ratih, sedang tiduran di ranjang kamarnya.

"Gara-gara lo, Rat."

"Gue salah apa, woi?"

"Gue penasaran sama dia." Jelita berterus terang.

"Dia saha?" tanya Ratih dalam logat Bandung, yang artinya 'dia siapa'.

Jelita menaikkan kaki ke kursi, meraih pena dari tempat kumpulan pena, pensil, penggaris dan lain sebagainya. Di ketuk-ketuk pena tersebut di meja. "Glenn."

"Penasaran kenapa?" tanya Ratih yang dari suaranya terdengar tertahan, sedang tiduran batin Jelita.

"Entah. Ingin tau sedikit tentang dia."

"Oooh. Dia tipe jarang buat story. Sebulan sekali? Belum tentu. Instagram dia ada. Tapi, gak dipake. Gimana ya bilangnya."

"Untuk kesenangan diri? Gak pernah posting apapun sama ikuti account yang dia mau aja, ya?" Jelita membantu menerangkan.

"Haaa, bener. Tertutup dia anaknya. Cuma ya fakeboy." menurut Ratih, seakan fakeboy adalah kekurangan Glenn. "Diaa main tindakan, gak banyak bacot, hmm lebih menggodalah." ia tertawa singkat.

"Fakeboy semua banyak omong. Kalau nggak gimana mereka menjanjikan sesuatu ke pasangan mereka supaya stay?"

"Fakeboy yang sesungguhnya bermain cantik."

"Nggak terang-terangan biar pasangan mereka gak ada yang tau terus pasangan mereka bertambah." Jelita tersenyum. Tahu betul karena jiwa-jiwa fakegirl ada pada dirinya. Tidak banyak temannya yang tahu karena sifat tertutup juga ada di dirinya, bukan di Glenn saja.

"Nah, itu lo tau!" kesal Ratih bersamaan suara tepuk tangan sekali.

"Cowok tertutup idaman, ya." Jelita memasang raut sebal. "Ewh. Si cowok 1 itu buat gue kepo. Oh shit."

"Iya sih."

Tangan Jelita bergerak menjalankan cursor ke shutdown. "Comblangi, Rat!" ujar Jelita diselingi suara tawa. Jelita tidak tahu kalimat barusan yang ia lontarkan akan terucap begitu saja. Mengapa bisa ia pun tidak tahu jawabannya. Sampai-sampai, sebuah layar laptop ia matikan, tidak berlanjut mencari inspirasi untuk menulis.

"Kampret! Jangan ngada-ngada, lo." ujar Ratih dengan intonasi khawatir.

"Kenapa?"

"Gila lo, ya? Gaklah. Gak bagus untuk kesehatan hati."

"Ya udah, iyaaa gak bakal. Santai. Paling gue bergerak sendiri." Jelita tertawa.

"Jangan sakiti diri lo sendiri." Ratih bangkit dari tidurannya, meraih toples keripik di kaca rias. "Si Ara, dekati tu cowok duluan, gue baca isi chat WhatsAppnya. Gue pegang handphone Ara karna pinjam WhatsApp dia waktu itu. Kebuka gue chat teratas. Ya gue baca sekalianlah." jelas Ratih dengan bangga. Tidak tahu diri temannya ini batin Jelita. "Dia pernah bilang cemburu tau, waktu Glenn dekat sama Callista. Gila apa ya, gak nyadar." Ara adalah teman sekelas mereka, ia culun, itu sebabnya Ratih mengatai gadis itu seolah tidak pantas bersanding dengan Glenn. Tetapi, Ratih juga tidak bermaksud mengatakan seperti apa bentukan ideal perempuan yang pantas untuk Glenn.

Jelita and Glenn  [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang