Part 11 - Gadis penjaga toko

365 3 0
                                    

Hidup tak berlimpah harta lagi menyuruh relung hati Jelita untuk mencukupkan kehidupan pribadinya. Jelita belum menghitung uang kiriman Anggun setiap sebulan sekalinya cukup atau tidak, tetapi, ia sudah menafsirkan kalau uang tersebut cukup dan tak akan bersisa.

Setidaknya Jelita perlu pegangan uang untuk keperluan mendadak dan tak ingin membebani kedua Orang Tuanya lagi. Ia lantas berinisiatif mencari pekerjaan yang tak jauh dari tempat tinggalnya.

Mula-mula Jelita mendatangi segala macam kios seperti menjual pakaian, perabotan rumah tangga juga tempat fotocopy. Meninggalkan nomor ponsel untuk dihubungi apabila ia diterima kerja di sana.

Lelah akibat mendatangi satu per satu lapak pekerjaan dari pagi hingga sore, Jelita duduk di teras rumahnya sambil membasuh keringat yang berderai di dahi. Lalu, botol minuman ia tepuk ke sebelah telapak tangan, membayangkan alangkah mengerikan hidup yang keras ini.

Setelah hujan terbitlah pelangi, setelah berbayang soal kerasnya hidup, Jelita ingat filosofi kehidupan bahwa roda selalu berputar. Ada suka dan duka. Ada kelahiran dan meninggalkan. Apa yang Jelita dan keluarganya alami kala ini berupa duka, yang berpasangan dengan suka. Setelah dukanya selesai maka hadirlah duka. Jelita sedang menyemangati diri.

Sesaat akan masuk ke dalam rumah, Jelita duduk lagi di teras beranak tangga tiga itu. Melihat pesan masuk ponsel yang langsung tersenyum bahagia. Ia telah diterima kerja dan itu di tempat yang ia mau. Distro pakaian.

***

Sebuah layar kamera ponsel tengah diarahkan oleh jemari ramping seorang gadis, memotret objek terbaik mungkin, objek yang sudah sangat lama sekali baginya tidak dipotret. Si objek tersebut hanya sibuk memakan es krim sambil menunduk melihat ponsel, sesekali memarahi tukang potret dirinya karena tidak suka kalau tukang potret berlebihan seperti itu.

"Glenn, lihat coba." suruh Ella sambil cekikikan.

Glenn tersenyum terpaksa saat memandang fotonya kemudian balik melihat ponsel. Bahasa tubuhnya berbicara tidak ada objek menarik selain layar ponselnya. Jika Glenn sedang bersama wanita peka, wanita itu pasti memutuskan pergi dari kehidupan Glenn.

Keramaian suasana mall dan Ella di hadapannya, tidak menyusup batin Glenn yang ia pikir segera bahagia. Glenn bagaikan menerbangkan layangan di udara tanpa mengandalkan angin.

"Tiap kita ketemu, kamu selalu candid aku. Kenapa sih?" tanya Glenn tiba-tiba.

"Supaya bisa dilihat."

"Kan bisa lihat secara langsung kayak gini?" Glenn melihat Ella, lebih tepatnya memperlihatkan wajahnya.

"Bisa emang. Tapi, kurang puas." jawab Ella diiringi tawa yang Glenn tidak peduli jawaban bercanda atau serius. "Glenn, kamu emang gini setiap ketemu pacar, ya?" tanya Ella.

"Gini itu maksudnya gimana?"

"Cuek, gak serius, gitu-gitu deh." jelas Ella seraya meraih sendok es krimnya.

"Aku termasuk jarang punya pacar. Udah 2 tahun juga memilih single. Jadi, mungkin pertanyaan yang kamu herankan itu ada hubungannya sama aku yang udah lama gak pacaran."

"Terus supaya sikap kamu gak kayak gitu gimana cara aku hadapinya?"

"Jangan repot, La. Jadi diri kamu sendiri aja."

"Aku pacar kamu, Glenn? Kan gak salah aku tanya?"

"Iya, emang gak salah."

Jelita and Glenn  [Tamat]Where stories live. Discover now