Part 31 - Hidup baru [Tamat]

391 5 0
                                    

Keputusan yang Jelita buat perihal Efendi datang pada sore hari di waktu lusa tidak berubah. Malam itu, Jelita juga menyambungkan pesan kepada Efendi, apabila matahari terbenam ia belum menjumpai Efendi, maka pernikahan mereka tidak akan terjadi.

Lusa telah tiba, dilema mengguncang batin Jelita. Ia mengunci pintu kamar menyengaja menyendiri. Bersandar pada kepala ranjang, Jelita tengah melihat-lihat foto kenangan dirinya bersama Glenn dari laptop.

Memutar video tidak satu pun dilewatkan. Laptop yang semula dipangkuan, ia letak di ranjang di atas selimut tebal. Dengan cardigan panjang menyeret lantai, Jelita melangkah pelan menuju lemari pakaian.

Membuka dua pintu lemari lantas mengambil gaun pengantin yang tadinya akan dikenakan bersama Glenn. Memeluk gaun putih tersebut sambil menuju ranjang. Memejamkan mata dan tanpa sadar air membasahi gaun tersebut. Tangisan Jelita tumpah.

Seandainya, Jelita mampu memundurkan masa, ia tidak sudi mencintai lelaki di dunia ini. Kehilangan cinta membuatnya menderita. Tidak ada kalimat bersisa guna mewakilkan segala menderitanya ia akan hal ini. Meskipun begitu, ia tidak mengadakan penyesalan atas semua yang telah terjadi.

Sepuluh menit lagi matahari terbenam, Jelita melihatnya melalui ponsel. Hati serta pikirannya tidak tahu apa yang terjadi di satu detik kemudian. Tidak ada bayangan ia menerima Efendi atau menolak.

Akan tetapi, satu menit setelah ia tidak tahu hendak berlabuh ke mana, ia berniat berjalan turun ke lantai satu. Niatan menjelma kenyataan. Melangkah pelan selayaknya tidak bergairah hidup, Jelita melihat penampakan Efendi tengah duduk di ruang tengah, ditemani Anggun dan Boy. Dari jarak cukup jauh, pendengaran Jelita tidak menangkap pembicaraan mereka. Hanya raut wajah yang semata-mata berubah. Tersenyum dan kesedihan.

Efendi melihat ponsel, dapat dipastikan lelaki itu melihat pukul jam matahari terbenam. Karena setelahnya, Efendi menyalami tangan Anggun baru berjabat tangan dengan Boy. Berpamitan. Jelita menyudahi berdirinya di balik lemari kaca. Keberadaannya tadi tidak terlihat sebab tertutupi oleh pernak-pernik di dalam lemari kaca. Ada gelas, piring kaca, guci keramik dan lain-lain.

"Efendi, tunggu." panggil pelan Jelita.

Semua orang berbalik ke arah Jelita yang berdiri di depan pintu sementara mereka yang di teras tengah kebingungan.

"Untuk jawaban sungguhan kali ini. Aku menerima, kamu."

Jawaban yang sudah lewat matahari terbenam itu seharusnya tidak berlaku. Tetapi, untuk dua orang dengan modal keseriusan, hadirlah pemberlakuan. Efendi, Anggun serta Boy tidak bisa menyembunyikan reaksi bahagia. Ibu dan anak laki-laki itu mengucapkan rasa syukur. Sedangkan Efendi, sedikit menahan rasa bahagianya karena takut bereaksi memalukan.

***

Seorang gadis berpakaian vintage korean style bermotif floral turun dari mobil saat melihat selembar kertas poster kekasihnya tergeletak di tepi jalan. Ia menepikan dedaunan di tumpuan kertas poster tersebut lalu mengambilnya untuk kemudian ditempelkan pada pohon menggunakan lem.

Lem yang selalu dibawa ke mana pun ia pergi, lem yang sudah seperti ponsel dan uang. Lem yang sudah seperti nyawa. Kertas poster tersebut telah tertempel. Wajah lelaki itu sempat membuat air matanya jatuh sebulir kalau saja tidak tertahannya. Lelaki yang mengemudi mobil di sampingnya mendukung perbuatan dirinya selama itu baik.

Tidak hanya mendukung, Efendi bahkan bertanya apakah lem pada kertas poster sudah merekat sempurna atau belum. Selalu bertanya seperti itu seusai Jelita memasang kertas poster yang mereka temui jatuh di jalanan.

Efendi melanjutkan mengemudinya yang tertunda karena Jelita memasang kertas poster. Tujuan sore itu ke Restoran. Restoran baru dibuka selama satu bulan dekat tepi pantai. Tidak terlalu dekat, tidak juga jauh. Sebab ada pembatas antara tempat duduk Restoran dan pantai yakni, tembok dengan tinggi enam puluh lima sentimeter.

Seperti saat mereka sampai. Tembok tersebut memiliki tinggi sampai bahu Jelita yang diukur ketika ia duduk. Tidak heran banyak orang mampir. Indahnya suasana outdoor membuat Jelita enggan melakukan apa-apa selain memandangi suasana Restoran. Sehingga makanan yang ia pilih tidak lama terpikirkan sementara Efendi masih memilih.

"Sudah, Mbak. Itu saja." ucap Jelita kepada Pelayan wanita.

"Oke." Pelayan tersebut masih berdiri dengan pena terselip di jemari, menunggu jawaban pesanan dari Efendi.

Tangan Jelita bersedekap, menatap laut pantai sambil menaikkan napas tinggi dan menghembuskan pelan.

"Glenn, apa kabar? Kamu pergi tanpa jejak. Aku rindu kamu, Glenn." batin Jelita. Ia masih merindukan lelaki lain di hadapan Efendi yang seminggu lagi menjadi suaminya.


Tamat (To be continue).

Jelita and Glenn  [Tamat]Where stories live. Discover now