Part 25 - Berhenti

379 3 0
                                    

Semalaman Glenn tidak bisa tidur perkara memikirkan Jelita. Matanya, dilingkari warna hitam. Masih pukul delapan pagi. Seusai mandi ia bergegas berencana mendatangi Jelita di hotel. Ada bunyi kertas di telapak kaki, Glenn tertunduk, mengambil kertas yang dibungkus amplop putih.

Selamat pagi.

Glenn, aku menyudahi rumah tangga ini. Ada di antara kalian tanpa diundang membuat aku dirudung rasa bersalah. Aku masih merasakan kesedihan melihat Bagas pergi apalagi ditinggal pergi demi perempuan lain. Aku, merasakan kesedihan gadismu.

Aku juga tidak bisa menerima sikap yang selama ini kamu berikan, aku gak sanggup berkomunikasi dengan cara kita selama ini. Awalnya, ku kira aku sanggup ternyata tidak. Aku tertekan batin denganmu. Daripada calon anakku ikut terluka lebih baik aku pergi.

Aku akan pergi dari Kota kelahiranku ini ke luar Kota, Kota yang sangat jauh. Yang bisa membuat hidup calon anakku baik-baik saja. Kau tidak salah, Glenn. Kau sudah memperlakukanku dengan baik. Terima kasih, ya. Besar harapan aku agar kalian terus bersama.

Larasati.

Glenn buru-buru melipat kertas Larasti. Mengantonginya untuk kemudian dipertunjukkan kepada Jelita. Berlari menuju garasi mobil dan melajukan kencang mesin mobil. Sambilan menyetir, Glenn berusaha menghubungi Jelita meskipun semenjak semalam baik panggilan maupun chat dari dirinya tidak digubris.

Glenn mengerem mendadak saat baru sadar kecepatan tinggi mengemudi bisa membahayakan dirinya. Ia menepi. Kalau terjadi hal buruk padanya maka Jelita akan terkait. Kejadian itu tidak boleh terjadi lagi. Glenn menjatuhkan lemah dahinya di stir mobil. Mencengkeram kuat lingkaran stir.

Dirasa hatinya sudah sedikit membaik, Glenn lanjut mengemudi. Tentu dengan hal-hal yang tidak membahayakan dirinya sendiri. Setiba di hotel tempat Jelita menginap Glenn menemui resepsionis laki-laki.

Tentu pertanyaan pertama di mana kamar tamu bernama Puja Jelita karena semalam mereka berpisah di parkiran hotel. Jelita menyuruh Glenn pulang, ia tidak ingin Glenn mengantarnya lebih jauh. Dan betapa terkejutnya Glenn, bukan jawaban ia dapat tetapi sebuah pernyataan bahwa tamu check-in bernama Jelita yang semalam sore telah check-out pagi-pagi tadi.

Di hari itu juga, Glenn menyelesaikan semua urusannya. Mengemas keseluruhan untuk kembali ke Jakarta dan meninggalkan Dumai.

***

Cittt. Jelita mengerem mobil tepat di depan taman tempat ia dan Glenn biasa duduk. Jelita menurunkan kaca mobil, tanpa bangkit dari tempat duduk, ia melihat bayangan dirinya dan Glenn berkamuflase di bangku panjang.

"Bangku berukuran panjang di sana
mengingatku kepada sepenggal cerita. Tentang dua peran utama
yang sering bercengkerama.
Kau pernah berkata yang membuatku merona.
Bahwa aku sumber bahagia."

"Mendengarmu, aku tertawa.
Ku tangkap raut ekspresimu sedang mencerna makna dari tawaku.
Aku membatin, kau memang kaku.
Hanya berpuitis tanpa tahu karakterku."

"Ku sudahi dengan berdalih pergi
meninggalkanmu seorang diri di sini.
Lalu melanjutkan perjalanan di atas
mimpi yang pernah tertunda ini.
Bukannya aku tak suka dengan semua ini
hanya saja kita belum saatnya begini.
Inginku ungkapkan kalimat itu kemarin.
Padamu, yang sudah jadi milik orang lain."

Hujan rintik-rintik menjatuhi bumi. Bersamaan gerimis, kamuflase bayangan mereka lenyap disapu air hujan. Ah, mengunjungi tempat biasa mereka datang hanya akan memperlambat melupakan. Benar. Jelita akan belajar melupakan Glenn. Entah bagaimana caranya ia pun belum tahu. Yang jelas, tidak melalui orang baru.

Jelita and Glenn  [Tamat]Where stories live. Discover now