Part 15 - Cemburu

371 3 0
                                    

Nasi tumpeng setinggi 40 sentimeter dikelilingi lauk pauk yang terletak di meja bulat tersebut sedang terpampang di sebuah acara yang penyelenggaranya Ayah Glenn yakni Hamdi, berlatar di rumah mewahnya. Tamu Hamdi sendiri merupakan sanak dari keluarga besarnya dan kerabat terdekat di kantor Hamdi.

"Hamdi, hei." sapa lelaki sebaya Hamdi.

Hamdi yang berbincang dengan istrinya menoleh. "Tyo, selamat datang." ujarnya lalu mereka berpeluk sesaat. "Teman kantor Papa, Ma." Hamdi memperkenalkan Tyo kepada Dini. Keduanya saling berjabat tangan.

"Jadi, ini acara apa saja? Saya lihat ada tumpeng di sana." tanya Tyo.

"Tumpeng di sana atas syukuran." jawab Hamdi tersenyum kecil seraya melihat nasi tumpeng.

"Syukuran atas apa?" tanya Tyo dengan suara kebapakannya.

"Ah, sudahlah. Silakan, makan-makan." ujarnya diikuti tawa, ia melihat Dini lantas istrinya hanya tersenyum.

"Ya sudahlah kalau begitu. Saya ke sana, ya." pamit Tyo juga tertawa, berjalan menuju meja panjang tempat hidangan makanan.

PT Hamdi yaitu Perusahaan yang beroperasi di bidang pengolahan minyak kelapa sawit. Diolah dari perkebunan kelapa sawit milik Hamdi yang memiliki ratusan ribu hektar.

Waktu untuk memperkenalkan pewaris dari PT. Hamdi telah tiba. Pembawa acara memanggil Glenn agar naik ke lantai beranak lima anak tangga guna diperkenalkan. Hamdi tersenyum bahagia melihat anak lelakinya mau belajar. Glenn yang semula berleha-leha bahkan hanya mengandalkan harta Hamdi kini berdiri di sana tanpa paksaan serta kemauan Glenn sendiri.

Dan tumpeng yang membuat Hamdi diserbu pertanyaan oleh tiap tamu yang datang adalah tanda syukuran sebab Glenn kini mau menjadi penerus dalam memimpinkan Perusahaan Hamdi. Sampai saat ini Hamdi tidak tahu apa dorongan dasar penyebab Glenn berubah banyak, yang ada setiap kali ia bertanya Glenn hanya menjawab 'sudah waktunya'.

"Selamat ya, brouh." ujar Bobby dan Riko serentak. Glenn membalas jabat tangan kedua sahabatnya.

"Dih." Riko mendelik geli ke Bobby. "Ikut-ikut aja, lo."

"Ih, ogah." sewot Bobby.

"Eh, thanks udah datang by the way." ujar Glenn.

"Ah, lo. Kayak sama siapa aja." ujar Riko.

"Tau, biasa juga kagak pernah ngomong makasih kalau dah ditolong." ceplos Bobby.

Glenn tersenyum kecil lantas maju dua langkah, membisiki Bobby dan Riko. "Bisa gak, lo semua kalem?" ia mundur selangkah kembali. "Kan gak mungkin gue bertingkah monyet kayak lo semua biasanya." ujar pelan Glenn lalu disahut gelak tawa Bobby dan Riko.

Kemudian Glenn mengajak kedua temannya ke meja hidangan makanan. "Eh, sumpah, bro. Elo tadi di depan sana keren banget. Kayak bukan, elo. Gue aja kalau telat datang ni ya, udah pangling, gak kenal gue kalau itu tadi, elo." nyerocos Riko sembari mengambil potongan cake.

"Kalau gue dukun, gue kira lo kesurupan setan pintar." timpal Bobby. "Bangga gue jadi teman, lo. Gak sia-sia selama ini."

"Gak sia-sia apaan, woy?" tanya Glenn kepada gantungan kalimat Bobby.

"Enggakkkk. Asbun gue." ujar Bobby yang melihat kue-kue berjejeran di depan mata, bingung memilih.

"Apaan asbun?" Riko bertanya.

"Asal bunyi." jawab Glenn sambil menjauhkan diri mendekat area sepi.

"Ke mana tu anak?" tanya Bobby yang masih memandangi jejeran kue.

Jelita and Glenn  [Tamat]Место, где живут истории. Откройте их для себя