Part 21 - Kebun seluas cinta

382 3 0
                                    

Glenn mengeluarkan koper berwarna hitam ukuran 28 inci dari bagasi mobil. Koper yang memiliki dimensi 47x32x73 sentimeter dan bisa menampung muatan beban hingga 35 kilogram. Tampaknya Glenn telah siap mengikuti hari-hari bekerja sambil berkuliah di Kota itu. Menyiapkan pendidikan agar serta menikahi Jelita setelahnya.

Dini menancapkan kunci pintu rumah lantas ceklek pintu pun terbuka lebar. Hamdi, Dini, Glenn dan Jelita masuk ke dalam rumah tersebut berbarengan. Interior rumah bercat putih, berlantai dua terasa nyaman nan sejuk. Glenn pamit ke Jelita guna menaruh koper, naik ke lantai dua letak kamarnya berada.

Sebetulnya Jelita merasa canggung ditinggal bertiga bersama kedua Orang Tua Glenn di lantai satu, lebih tepatnya di ruang tengah sebab ia pertama kali bertemu mereka. Jelita ingin mencoba akrab oleh karena itu keluarlah kalimat basa-basi yang akan menjadi pengalaman pertama dirinya bertemu calon mertua.

"Om sama Tante sering ke sini, ya? Tadi saya lihat Om hafal menyetir jalan ke sini."

"Sebelumnya iya. Terkadang sebulan sekali saya ke sini."

"Itu ngapain, Om?"

"Memantau cabang Perusahaan di sini sekaligus perkebunannya. Biasa ditemani Mama Glenn. Iya, kan, Ma?"

"Iya, betul. Nah, sekarang kan sudah ada Glenn di sini. Glenn yang mengatur semua. Jadi, kita gak perlu ke sini-sini lagi." ucap lembut Dini.

"Palinglah pantau dari jauh aja.." sambung Hamdi.

"Oh.. iya-iya.." jawab Jelita tersenyum kikuk.

Dini mengambil bantal sofa, menaruh di atas pahanya. "Kamu tadi hafal jalan menuju sini?"

"Yah, nggak, Tante." jawab Jelita dengan pipi merona.

"Ya sudah enggak apa-apa, baru pertama ke sini. Wajar." ucap Dini.

"Nanti kalau mau main ke sini, naik kereta api aja. Sampai di Stasiun tinggal minta jemput Glenn. Setengah jam kok dari rumah ini." saran Hamdi.

"Hush, Pa. Gak ada kereta api." sanggah Dini.

"Oh, iya, lupa-lupa." terlalu sering berpergian keluar Kota melumpuhkan ingatan Hamdi untuk melupakan hal kecil .

"Kasih tau kita kalau mau datang, biar di antar pakai jet pribadi Papa Glenn."

Jelita tercengang. Baru tahu Orang Tua Glenn memiliki jet pribadi sekaligus sebaik itu kepadanya. "Jangan, Tante." jawabnya malu-malu. "Gak usah.."

"Enggak, enggak apa-apa." timpal Hamdi.

Baik Hamdi dan Dini tidak membahas persoalan biaya naik pesawat jet pribadi mereka. Akan tetapi, bila pun mereka menggratiskan untuk Jelita tetap saja ia tidak mau menerima. Beralasan sungkan.

"Terimakasih, Tante, Om atas kebaikannya. Nanti saya kabari." ucap Jelita hati-hati.

"Iya, sama-sama." jawab Dini seraya tersenyum.

Hamdi memperhatikan langit-langit rumah kemudian menghembuskan napas. "Rumah ini rumah lama. Tempat persinggahan kalau-kalau saya sama Mama Glenn ke sini."

"Pantasan ya Om, Glenn cuma beres-beres pakaian. Saya kira baru dibeli."

"Nggah ah. Rumah lama." bantah Hamdi.

Jelita bersyukur, kedua Orang Tua Glenn bersikap hangat kepadanya. Dengan begitu ia tidak perlu repot-repot mencari ilmu kiat-kiat akrab dengan calon mertua dari situs internet. Melihat keharmonisan Orang Tua Glenn, finansial yang berlebih namun tidak sesumbar cukup merealisasikan kehidupan Glenn sempurna. Begitulah batin Jelita.

Jelita and Glenn  [Tamat]Where stories live. Discover now