9. Memanggil Arwah

41 6 1
                                    

Mata Akas langsung melotot terbuka, setelah sebelumnya ia hilang kesadaran. Cahaya dari lampu rumah Karin yang remang-remang memaksa masuk ke matanya, membuat Akas kembali menyipit untuk beradaptasi dengan cahaya yang ada.

Akas terbaring di jalanan yang dingin. Tangannya mencoba meraih senter yang kacanya sudah pecah akibat terjatuh tadi. Namun, tidak didapatkannya. Ia segera tersadar. Barusan Mbah We merasuki tubuhnya dan menceritakan kalau ia adalah kakek Karin.

"Karin!?"

Akas segera berlari menghambur ke rumah Karin. Ia mencoba membuka pintu depan. Namun, sayangnya pintu tersebut terkunci. Terpaksa Akas pun mendobraknya. Beruntung pintu tersebut mudah dibuka hanya dalam beberapa tendangan.

Setelah pintu terbuka, Akas segera masuk ke dalam dan mendapati isi rumah Karin yang begitu berantakan. Berbagai barang tergeletak berserakan di lantai. Meja dan kursi ruang tamu juga tampak bergeser dari tempatnya semula.

"Karin, lo dimana?!" Akas meneriakkan nama Karin lagi. Namun, tidak ada jawaban. Akas tidak dapat mendengar suara gadis pucat itu.

Akas mencoba masuk ke kamar Karin. Namun, lagi-lagi pintunya terkunci. Akas berusaha mendobraknya sekuat tenaga tapi pintu itu tetap sulit dibuka, seperti ditahan sesuatu dari dalam.

"Karin! Buka pintunya! Ini gue, Akas!" Akas menggedor-gedor pintu tersebut. Namun, tetap tidak ada respon dari dalam.

"Karin!" sekali lagi Akas berteriak.

"Ck, kalau gini caranya percuma."

Akas berlari keluar dari rumah Karin. Kemudian memutari rumah tersebut dan akhirnya menemukan jendela kamar Karin. Segera ia memajatnya lalu membuka paksa jendela kayu itu. Dalam sekali dobrak, jendela itu copot. Akas lalu merangkak masuk melalui jendela yang baru saja didobraknya.

Di luar dugaannya, keadaan kamar Karin jauh lebih kacau dibanding ruangan lain di rumahnya. Akas menilik ke pintu kamar Karin, ternyata pintu itu terhalangi oleh lemari besar. Pantas saja pintunya sulit dibuka. Kemudian Akas cepat-cepat mencari Karin di kamarnya tersebut. Namun, ia tak kunjung menemukannya.

"Karin? Lo dimana?!"

Akas mengepalkan tangannya. Kalau Karin sampai hilang, maka ia akan kehilangan satu-satunya kunci rahasia vila Rendra. Akas tidak ingin putus asa. Karin pasti ada di suatu tempat. Akas pun menajamkan semua inderanya. Dan yang paling menonjol, ia mencium semacam bau yang tampak asing.

Kemenyan.

Bau itu berasal dari atap kamar Karin. Akas kembali menyusuri kamar tersebut. Biasanya ada tangga gantung di sudut kamar. Dan benar. Akas menemukannya tepat di samping ranjang Karin.

Akas menarik tangga itu. Terlihat sebuah celah yang mengarah ke atap. Lalu ia segera menaiki tangga gantung tersebut. Aroma kemenyan semakin kuat. Asalnya dari loteng. Ia pun berjalan naik semakin cepat. Cahaya yang dijumpainya juga semakin redup. Ditambah lagi keadaan loteng itu sangat gelap gulita.

Akas meraih ponsel yang ada di sakunya. Dinyalakannya flash light ponsel tersebut hingga terlihat jelaslah di loteng itu bertabur kembang tujuh rupa yang berserakan, kemenyan yang setengah terbakar, dan boneka jelangkung. Tapi, di mana Karin?

Akas mulai menyoroti dari sudut yang satu ke sudut yang lain. Sungguh hidungnya begitu terganggu akan aroma kemenyan yang menyengat. Dan kemudian ditemukannya bercak warna merah. Darah. Akas menduga telah terjadi sesuatu pada Karin.

Akas mengikuti jejak darah itu sambil merangkak karena ukuran loteng itu terbilang sempit. Di pojok loteng, tampak terbaring Karin yang tak sadarkan diri. Dress putihnya penuh bercak darah, sementara wajahnya tertutupi rambut hitamnya yang panjang. Segera Akas menghampirinya.

KELANAWhere stories live. Discover now