12. Petaka

38 7 0
                                    

Riris meniup senthir yang tadinya ia gunakan untuk menerangi ruang tamu. Aroma minyak tanah dari asap yang dihasilkan sudah cukup membuat muak. Pukul 23.00, mereka bertiga duduk melingkar di kursi ruang tamu. Ini bukan acara konferensi meja bundar ataupun ritual pemanggilan arwah. Tapi, Akas ingin meluruskan masalah yang ada diantara mereka bertiga.

Rendra sudah menjelaskan sebelumnya, bahwa tadi ia pergi meninggalkan Riris untuk membeli pulsa listrik karena ia tahu listrik di vilanya hampir habis. Lalu saat Riris dan Akas pulang ternyata listriknya sudah benar-benar padam. Baru ketika Rendra kembali, listriknya segera diisi dan bisa menyala lagi.

Kemudian Rendra begitu terkejut karena mendapati Riris dan Akas sedang berduaan di kamar dalam gelap. Akas segera menjelaskan bahwa mereka berdua hanya mengobrolkan sesuatu. Rendra pun memilih untuk mempercayainya saja.

Tapi, tidak begitu saja. Rendra sempat mendengar Riris dan Akas menyebut-nyebut nama Karin. Rendra menjadi sedikit curiga karenanya. Dan pertanyaan Rendra mengenai Karin lalu ditanya balik oleh Akas, tentang Karin yang ternyata hanya adik angkat Rendra. Mau tak mau Rendra terpaksa menceritakannya.

Secuil rahasia itupun terbongkar, ternyata Rendra dan Karin tidak ada hubungan darah. Mereka berhubungan hanya sebatas adik kakak dalam coretan hitam di atas putih secara hukum. Kecurigaan Akas bisa jadi benar, tidak mustahil bahwa salah satunya pasti mempunyai rahasia besar tentang vila itu. Terutama Karin, yang merupakan cucu langsung dari anak pemilik vila, Mbah We.

Diantara Akas dan Riris, keduanya sama-sama tidak ada yang mengungkit soal vila. Mereka tidak ingin membuat Rendra curiga. Sisanya mereka mengobrol santai malam ini. Hubungan mereka pun kembali membaik.

Akas juga mengatakan kepada Rendra kalau ia tidak jadi pulang ke Jakarta karena mobil milik Pak Kades yang akan disewanya sedang dipakai. Rendra pun bisa tenang karena Akas tidak buru-buru memaksa pulang lagi. Padahal dalam hati, sebenarnya Akas berniat mengungkap rahasia tiga tahun lalu itu, tentang hilangnya lelaki di vila.

Malam semakin larut. Denting jam kuno, terbuat dari kayu bercat coklat yang ada di ruang tamu itu berbunyi 12 kali, menandakan sekarang sudah tepat pukul 12 malam. Riris tiba-tiba langsung berlari menjauh dari mereka berdua. Membuat Rendra dan Akas saling berpandangan sambil bertanya-tanya dalam hati.

"Sorry, gue kebelet. Kalian kalau mau tidur, duluan aja," kata Riris sambil berlari ke kamar mandi.

"Ya udah. Gue tidur duluan," ucap Akas sambil bangkit dari kursinya, lalu berjalan menuju kamar. Rendra hanya menanggapinya dengan tangan yang membentuk simbol oke tanpa bersuara. Dirinya tak kunjung beranjak juga dari kursinya. Mungkin masih menunggu Riris.

Sementara Akas, ia langsung berbaring di ranjangnya. Malam yang sudah sangat larut tentu saja membuat Akas sangat mengantuk. Tidak butuh waktu lama setelah ia memejamkan matanya, Akas langsung tertidur lelap dengan sendirinya.

...

Pukul 05.00.

Akas terbangun dari tidurnya yang begitu nyenyak. Bahkan ia sedikit heran karena bisa bangun sepagi itu tanpa rasa kantuk sama sekali, padahal ia tidur sangat larut semalam. Karena tidak ingin memikirkan hal yang aneh-aneh, Akas segera beranjak dari ranjangnya. Namun, tak didapatinya seorangpun dari dua sahabatnya itu ada di dalam kamar.

Akas menduga mereka berdua pasti sudah bangun. Walau sedikit mustahil bagi Rendra bisa bangun lebih dulu darinya. Segera Akas bergegas keluar kamar untuk mencari mereka.

Pintu kayu itu berderit keras ketika Akas tarik untuk membukanya. Terdengar seperti suara jeritan orang kesakitan akan suatu luka. Akas sendiri lebih memilih untuk berpikir bahwa itu hanya suara deritan pintu kayu jati tua yang sudah usang.

KELANAWhere stories live. Discover now