40. Dayu

15 3 0
                                    

Dayu memeluk lututnya sambil melamun. Pikirannya kosong. Ia menatap hampa kegelapan yang menyelimutinya. Wajahnya mulai membengkak, pipi kirinya lebam akibat ditampar tadi, sementara tangannya gemetaran antara kedinginan dan kesakitan.

Noda darah di bibirnya dan luka di tangannya belum dibersihkan, semakin membuat penampilannya menyedihkan. Dayu duduk di bagasi mobil, berjejer dengan tumpukan kardus yang diisolasi rapi. Pak Winarto mengemudikan mobilnya cepat, membuat telinga Dayu semakin tuli oleh bunyi mesin kendaraan.

Dayu merogoh saku celananya, mengeluarkan mobil mainan yang sangat disayanginya. Ia menatapnya lama. Kini hanya mainan itu yang bisa menenangkannya. Lalu ia kembali memasukkan mobil mainan itu ke saku celananya.

Dayu memejamkan matanya sejenak. Hidung mungilnya menghirup nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya melalui mulutnya. Kemudian matanya yang setengah lebam itu ia buka kembali. Pemandangan di depannya sudah berubah.

Seorang gadis kecil memandangnya lama, diam tanpa kata-kata sambil bersimpuh di depannya. Dayu tahu, yang sedang berhadapan dengannya bukanlah gadis asli melainkan hantu yang sore tadi baru saja ia lihat langsung mayatnya. Penampilannya tidak buruk, ia mengenakan gaun berwarna biru langit yang sangat bagus, tidak seperti saat Dayu melihat mayatnya. Wajahnya juga mulus tanpa luka. Hanya saja matanya terlihat cukup mengerikan karena hanya menampakkan warna putih.

"Kenapa menatapku?" Dayu berujar pelan. Ia menatap gadis itu tanpa rasa takut sedikitpun.

"Namaku Clara."

"Aku nggak nanya."

"Namaku Clara."

Dayu menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia memejamkan matanya kuat-kuat berharap setelah ia membuka matanya maka hantu gadis itu sudah tidak ada lagi di depannya. Namun, keadaan tidak berubah. Hantu gadis tadi malah semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Dayu. Hidung mereka bersentuhan, tapi Dayu tidak bisa merasakan hembusan nafas dari hidung gadis itu.

"Namaku Clara," ucap hantu itu terus menyebutkan namanya.

"Ya, Clara. Aku mendengarmu!" Dayu melantangkan suaranya. Namun, tidak sampai membuat salah satu dari Bu Dewi atau Pak Winarto mendengar ucapannya. Pak Winarto sedang sibuk menyetir sedangkan Bu Dewi tertidur lelap di kursi depan.

Clara menjauhkan wajahnya dari Dayu. Bibir merah mudanya menyeringai, tidak sekalipun tatapannya terlepas dari wajah Dayu. Dayu semakin muak melihatnya.

"Apa mau kamu?" tanya Dayu acuh.

"Bebaskan aku."

"Aku juga terjebak di sini. Bagaimana aku tahu caranya membebaskan kamu."

"Bebaskan aku!" Clara mulai memelototkan matanya. Nada suaranya juga meninggi.

"Aku nggak tahu. Pergilah kamu dari sini!"

"Kamu telah menahanku! Cepat bebaskan!"

"Nggak! Aku nggak tahu apa-apa!!!" Dayu menutup telinganya kuat-kuat, tidak ingin mendengar ucapan Clara lagi.

"Bebaskan aku!"

"Aku nggak tahu caranya! Kalau aku tahu caranya membebaskan diri, aku juga nggak akan terjebak di sini. Kamu makhluk halus seharusnya kamu bebas pergi ke mana saja!"

"Aku nggak akan benar-benar pergi sebelum kamu melepaskanku. Kamu mengikat jiwa kami."

"Lalu bagaimana caranya agar kalian bebas?"

"Balaskan dendam kami! Kamu harus membunuh mereka. Hanya itu yang bisa membuat jiwa kami bebas."

"Maksudmu membunuh Bu Dewi dan Pak Winarto?"

"Ya! Lakukan sekarang!"

"Aku nggak mungkin melakukan itu!" Dayu menolak hingga membuat Clara murka.

"Bunuh mereka!"

"Nggak mau!"

"Bunuh mereka!"

"Aku nggak mau jadi pembunuh!"

"BUNUH!!!" Rupa Clara yang semula normal itu mulai berubah. Matanya semakin melotot, membuat kedua bola matanya itu meloncat keluar menyisakan lubang kosong hitam pekat. Mulutnya menyeringai semakin lebar, lalu darah tiba-tiba merembes keluar dari perutnya. Pun tangannya dengan kasar mencakar-cakar bagasi.

"Nggak mau! Aku nggak mau!"

Clara mendekat ke arah Dayu. Tangannya mencekik leher Dayu kuat-kuat, membuat Dayu terbatuk-batuk karena kesulitan bernafas.

"BUNUH!!!"

"Nggak mau!!!" Dayu mengerang mencoba melepaskan diri dari cekikan Clara. Tetapi, hantu itu terlalu kuat. Clara sama sekali tidak ingin melepaskan cekikannya dari leher Dayu.

"BUNUH MEREKA!!!"

"NGGAK MAU!!!" Dayu berteriak kencang, membuat Pak Winarto menghentikan mobilnya secara mendadak dan juga membuat Bu Dewi terbangun dari tidurnya. Beruntung tidak ada mobil satupun yang sedang melaju di belakang mobil Pak Winarto sehingga tidak terjadi tabrakan.

"Rendra, bisakah kamu diam!" Bu Dewi berteriak kencang dari kursi depan.

Seketika Clara melepaskan cekikannya dari leher Dayu kemudian ia tiba-tiba menghilang. Dengan susah payah Dayu mulai mencoba bernafas. Tenggorokannya terasa sakit, terdapat bekas cekikan yang terlihat lebam di lehernya. Dayu kembali batuk dan mengeluarkan darah. Matanya mulai berkunang-kunang, lalu ia ambruk dengan sendirinya.

Bu Dewi dan Pak Winarto menggeleng-gelengkan kepalanya. Mereka tidak mengerti apa yang telah terjadi pada Dayu, mereka pun memilih mengabaikannya saja. Pak Winarto kembali melajukan mobilnya. Kini ia mengendarainya lebih cepat. Kapal di pelabuhan tidak bisa menunggunya lebih lama lagi. Mereka harus cepat-cepat mengantarkan paket-paket itu ke pulau sebelah.

KELANAWhere stories live. Discover now