52. Map Merah

18 3 0
                                    

Akas sibuk berkutat dengan ponselnya. Sekarang ia sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Hanya saja kepalanya masih diperban.

Kini Akas tengah duduk di kursi teras rumah sakit. Sama sekali tidak ada Karin, Rendra maupun Riris yang bersamanya. Ia tampak mengetikkan sebuah nomor di ponselnya, kemudian dengan cekatan menekan ikon telepon.

"Halo. Saya butuh beberapa polisi," ucapnya langsung ke inti.

...

Mereka duduk berhadapan satu sama lain. Seorang perempuan tua yang rambutnya sudah putih sempurna tersenyum miring kepadanya. Berulang kali ia mengetukkan jemarinya pada meja kayu sambil menatap Akas dengan pandangan mengejek. Perempuan itu tidak mengenal Akas, tapi ia tahu bahwa Akas pasti akan memberikannya sebuah masalah.

"Siapa kamu?" tanya perempuan tua itu yang belum lama tinggal di panti jompo. Sebelumnya, ia telah 6 tahun mendekam di penjara karena kasus penyeludupan organ dalam manusia. Orang itu adalah Bu Dewi.

"Akas, Diwangka Akasa. Dulu saya anak asuhnya Almarhumah Bu Saras."

"Apa? Wanita itu sudah mati?" Wajahnya menampakkan keterkejutan mendengar ucapan Akas barusan.

"Ya."

"Bagaimana dengan keponakanku, Surya?"

"Dokter Surya juga sudah meninggal."

"Sialan." Bu Dewi menggerutu. "Setan-setan itu masih bermain-main."

"Saya di sini tidak ingin membahas itu. Saya hanya ingin memastikan kemana perginya Narendra Yuwana, anak kecil yang dulunya Anda adopsi."

"Hahaha. Kamu menanyakan anak itu kepada saya? Coba kamu pikirkan sudah berapa tahun lamanya saya tidak pernah melihat iblis kecil itu? Dia anak pembawa sial yang telah menyebabkan saya jadi seperti ini."

"Anda memang pantas mendapatkannya."

"Bedebah." Bu Dewi menyesap teh hijau yang sedari tadi sudah bertengger di atas meja di depannya. Giginya bergemeretak kesal.

"Anak itu, saya tidak pernah mengharapkan apapun darinya. Ia hanya berguna untuk menangkal setan-setan itu," jelas Bu Dewi. "Malam itu saya membawanya pergi untuk ke luar pulau. Tapi, ia malah membuat masalah. Ia membuat suamiku terbunuh." Bu Dewi kembali menyesap tehnya.

"Kakaknya tidak bodoh. Ia telah melaporkan saya dan sekarang menghilang tanpa bisa dikenali jejaknya. Saya mengadopsinya juga karena saya pikir akan menjadi masalah jika ia mengungkap rahasia Saras, tapi malahan ia yang mengungkap rahasia saya. Hahaha, saya berharap bisa memukul kepalanya kuat-kuat jika kami bertemu lagi."

"Anda tidak perlu khawatir. Saya yang akan mengungkap rahasia Bu Saras."

Beberapa anggota polisi pun berdatangan masuk menghampiri mereka berdua. Mengepung ruangan tempat mereka berada. Salah satunya kemudian mendekati Akas. Ia memberikan sebuah map berwarna merah.

"Lihatlah. Sisa bukti kejahatan kalian disembunyikan di ruang komputer milik Bu Saras. Saya pikir, Anda akan mendapatkan ruang baru di penjara."

"Sialan, kamu! Kamu benar-benar ingin bermain-main dengan saya!"

"Kita lihat. Selain terikat dengan kerjasama penyeludupan organ dalam manusia, Anda juga terikat dengan bisnis narkoba."

"Jaga bicaramu! Kamu tidak berhak mengatakan apapun mengenai saya!"

"Anda juga telah melakukan kekerasan terhadap anak di bawah umur." Akas menjeda ucapannya. "Sekarang katakan, kenapa Anda juga membunuh Clara?"

"Saya tidak mengenalnya. Gadis itu, Saras yang membunuhnya."

"Baiklah." Tanpa berkata lebih lanjut, Akas langsung berlalu pergi meninggalkan tempat itu.  Polisi pun segera mengambil alih untuk menangkap Bu Dewi. Bu Dewi sempat menyumpahi Akas bersamaan dengan perginya ia dari ruangan itu.

Tadi, sebelum Akas pergi ke panti jompo untuk menemui Bu Dewi, ia sempat menelpon polisi untuk mengambil berkas yang disembunyikan Gerri di ruang komputer panti. Akas baru teringat bahwa sesuatu yang Gerri katakan dulu adalah sebuah berkas yang mengarah pada kejahatan Bu Saras dan Bu Dewi. Kini, masalah itu telah usai.

KELANAWhere stories live. Discover now