24. Mati Suri

35 6 0
                                    

Pemakaman Dokter Irwan sudah usai beberapa menit yang lalu. Beberapa orang masih terlihat menaburi bunga di sekitar makam, tapi kebanyakan dari mereka sudah beranjak pulang. Akas sendiri tidak ada di pemakaman Dokter Irwan untuk mengantarkannya ke peristirahatan terakhirnya. Akas malah memandangi orang-orang dari kejauhan, sambil bersembunyi di balik pohon kamboja yang bunganya berulang kali berguguran menaburkan bau semerbak.

Mata Akas bengkak. Sejak semalam ia tidak berhenti menangis. Semalam, ia dan Dokter Irwan ditemukan oleh warga yang sedang meronda. Warga itu curiga tatkala mendapati pintu rumah Dokter Irwan terbuka. Ketika masuk mereka langsung kaget akan keadaan Dokter Irwan yang terbaring berlumuran darah dan Akas yang pingsan di dekatnya. Para warga hanya menduga kalau ada perampokan di rumah Dokter Irwan tersebut, walaupun ada kejanggalan, tapi mereka tidak ingin memperumitnya.

Dua orang terakhir yang berziarah ke makam Dokter Irwan baru saja berlalu menjauh dari makam almarhum tersebut. Kini makam Dokter Irwan sudah kosong dan tidak ada peziarah lagi. Dengan menguatkan hatinya, Akas berjalan menuju makam Dokter Irwan itu. Tubuhnya benar-benar gemetaran. Gambaran peristiwa tadi malam masih teringat dengan jelas di otaknya. Akas benar-benar tidak rela jika Dokter Irwan meninggal. Ia masih sulit untuk mempercayainya.

Akas mengepalkan tangannya kuat. Dirinya sampai di makam Dokter Irwan. Makamnya basah dan bertabur bunga mawar yang masih segar, wangi sekali. Akas kembali meneteskan air matanya, kemudian ia berjongkok.

"Maafin aku, Kak." Akas menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia mencoba menahan air matanya agar tidak keluar lagi. "Harusnya nggak seperti ini." Ia memukul tanah basah di bawahnya, penuh amarah.

"Sekarang, aku harus bagaimana, Kak?" lanjutnya lagi.

Akas benar-benar rapuh. Ia tidak pernah bisa menerima kematian begitu saja karena Tuhan tidak memberikan nyawa kepada setiap orang secara cuma-cuma.

Tiba-tiba, sebuah bayangan putih yang hampir mirip seperti asap keluar dari makam Dokter Irwan. Begitu terang dan tercium lembut seperti embun. Terlihat arwah Dokter Irwan berdiri tepat di depan Akas. Dokter Irwan tampak lebih tampan dari biasanya. Bajunya putih bersih dan wajahnya begitu tenang serta bercahaya. Ia tersenyum begitu tulus, seakan semua bebannya sudah hilang.

Lalu, Dokter Irwan mengelus lembut pucuk kepala Akas. Akas yang merasakan sentuhan itu pun segera mendongakkan kepalanya, lalu dapat dilihat olehnya Dokter Irwan yang kini berada di depannya. Akas merasa kaget sekaligus takjub.

"Sekarang saya serahkan semuanya sama kamu. Saya percaya sama kamu. Lakukan apa yang menurutmu benar, Akas," ucapnya singkat lalu Dokter Irwan seketika menghilang dari pandangan Akas, meninggalkan senyum terakhirnya yang tidak akan pernah Akas lupakan.

Akas berdiri, kemudian mengusap air matanya. Ia tidak ingin terlalu lama menjadi pengecut. Ia harus mewujudkan permintaan terakhir Dokter Irwan itu, yakni mengungkap keberadaan Dayu.

BUK.

Tinjuan dari seseorang tiba-tiba dilayangkan dengan keras ke perut Akas, membuat Akas seketika jatuh terjengkang ke belakang. Akas memegangi perutnya yang begitu sakit tersebut. Kemudian ia mendongakkan kepalanya, terlihat seorang laki-laki dan perempuan berdiri tepat di depannya.

"Lo udah gila, Kas!" sentak laki-laki yang tadi meninju Akas.

"Udah, lo jangan mukul Akas begitu," sela sang perempuan sambil memegangi lengan laki-laki tersebut agar ia tidak kembali menunju Akas.

"Dia tuh berengsek tahu, nggak. Dia benar-benar keras kepala. Dia bikin kita nyaris mati!"

"Itu kecelakaan."

"Rendra? Riris? K-kalian masih hidup?" ucap Akas terbata. Ia terkejut melihat Rendra dan Riris tiba-tiba sudah berdiri di hadapannya.

"Beruntung kita nggak beneran mati! Gara-gara kelakuan lo, kita semua jadi susah!" Rendra terus memaki Akas yang masih kesakitan akibat pukulannya itu. Perlahan Akas berdiri, kemudian melihat kedua temannya itu lebih teliti. Ia masih sedikit ragu apakah yang dilihatnya tersebut benar-benar nyata atau tidak.

KELANADonde viven las historias. Descúbrelo ahora