50. Balas Dendam

17 3 0
                                    

Dokter Saras dan Dokter Surya tampak sibuk mengemasi barang-barang mereka dan dengan cekatan memasukkannya ke dalam koper. Mereka sama sekali tidak mengantisipasi kedatangan Akas dan Karin yang mendadak tersebut. Alhasil mereka berdua harus segera kabur karena kedoknya sudah diketahui.

Dua koper besar yang memuat baju keduanya pun sudah selesai dikemas. Kini mereka tinggal mengemasi berkas-berkas sertifikat yang jumlahnya lusinan. Pak Sapto menarik dua koper besar tersebut untuk dimasukkannya ke dalam mobil. Ia berharap bisa mendapatkan bonus yang besar dari majikannya tersebut karena selama ini telah menjadi kaki tangan dalam melancarkan bisnis keduanya.

"Sudah semua, kan? Tidak ada lagi yang tertinggal?" tanya Dokter Saras memastikan.

"Sudah, Sayang. Aku juga sudah memesan dua tiket untuk kita ke luar negeri."

"Lalu bagaimana dengan Pak Sapto? Kalau kita meninggalkannya di sini maka ia bisa tertangkap dan membeberkan semua kejahatan kita."

"Tidak perlu khawatir. Lagipula siapa yang peduli dengannya? Kalau polisi bisa menangkap pak tua yang buta uang itu, belum tentu polisi bisa menangkap kita pula. Aku juga tidak ingin menghabiskan uangku untuk menolongnya. Ia akan merepotkan saja."

"Kalau begitu kamu harus menyogoknya beberapa agar ia tidak ikut kita."

"Akan kulakukan."

BAMMM.

Pintu depan tiba-tiba tertutup dengan sendirinya, begitupun dengan jendela yang serta-merta tertutup dengan keras pula walaupun keadaan di sana sama sekali tidak ada angin.

"Mas, perasaanku kok tidak enak, ya." Dokter Saras mengusap tengkuknya yang mendadak merinding.

"Hanya angin."

"Tidak mungkin. Aku sama sekali tidak merasakan angin apapun."

"Sudah, sudah. Kita harus cepat pergi sebelum kedua bocah itu siuman."

Baru saja selangkah mereka berjalan, kali ini mereka dikejutkan oleh teriakan Pak Sapto dari luar.

"ARGHHH!!!"

"Apa itu, Mas?" Dokter Saras dan Dokter Surya segera berlari ke arah sumber suara. Namun, mereka hanya bisa mengintip lewat jendela untuk melihat apa yang terjadi karena pintu depan entah kenapa tiba-tiba sulit dibuka.

Di sana mereka berdua dapat melihat keadaan Pak Sapto yang begitu menggenaskan. Kepalanya terjepit pintu bagasi mobil. Darah segar pun mulai mengaliri kedua pundaknya kemudian menetes ke tanah. Pak Sapto terlihat terkulai lemah. Tidak bisa dipastikan apakah nyawa Pak Sapto masih ada atau tidak karena tentu leher Pak Sapto pasti patah karena insiden itu.

"Ada apa dengan Pak Sapto? Kenapa ia bisa begitu?" ujar Dokter Saras panik.

"Kebiasaan. Ia sungguh teledor. Kita harus menyingkirkan orang itu dari mobil kita sehingga kita bisa cepat pergi."

"Tidak mudah." Kikikan anak kecil menggema di telinga mereka. Mereka berdua segera menoleh ke sekeliling, namun sama sekali tidak dijumpainya si pemilik suara itu.

"Mas," rengek Dokter Saras kepada suaminya. Lagi-lagi Dokter Surya harus kembali menenangkan Dokter Saras.

"Aku bilang tidak ada apa-apa."

"HIHIHIHIHI."

Tawa anak kecil terdengar menggema di ruangan itu. Mereka terdengar bersahut-sahutan antara satu sama lain. Dokter Saras dan Dokter Surya seketika panik saat rumahnya sudah mulai dikepung oleh puluhan anak kecil yang sangat mengerikan rupanya.

"Mas, aku takut." Dokter Saras mengenggam erat lengan suaminya.

"K-kita harus kabur."

BRAK.

KELANAWhere stories live. Discover now