4. Sekolah

32.5K 4.7K 263
                                    

"Makasih ya mas, ini duitnya."

"Sama-sama ukhti." Maudy terkekeh lalu meninggalkan ojeknya setelah mengucapkan salam.

Maudy berhenti tepat di depan Pak Rahmat penjaga sekolahnya. "Pagi pak," sapanya sambil tersenyum.

Pak Rahma tertegun, dia sangat terkejut melihat perubahan Maudy. "Eh pagi neng, ini neng Maudy kan?" tanyanya memastikan.

Maudy terkekeh. "Iyaa atuh, siapa lagi coba hehe."

"MasyaAllah gelis pisan ey."

"Gelis atuh, kan cewe kalo cowo mah baru kasep," canda Maudy, membuatnya dengan pak Rahmat terkekeh bersama.

"Maudy!"

Maudy menoleh, mendapati 3 cewe yang sedang berlari ke arahnya. "Itu pasti sahabat Maudy."

"Dy sumpah demi apa, ini lo?" Cewe berkucir kuda itu membolak-balikan badan Maudy.

"Gila bisa-bisanya lo mau nyamar jadi ukhti gak ngomong-ngomong," lanjut Amelia Earhart--cewe berkucir kuda.

"Ck, ukhti-ukhti pusing palaku kamu puter-puter," gerutu Maudy sambil melepaskan diri dari Amel.

"Ya lagian lo pagi-pagi udah bikin gue syok aja, gak nanggung-nanggung lagi, sampe-sampe berangkat naik ojek, nyapa Pak Rahmat lagi, gak pernah-pernahnya. Gue tadi sempet mikir lo murid pindahan lagi nanya ruang kepala sekolah tau!" cerocos Amel panjang lebar, sedangkan kedua sahabat lainnya hanya geleng-geleng di tempat. Mereka sudah biasa akan sifat sahabatnya satu ini.

Maudy mendengus. "Gitu doang kamu udah syok, gimana coba kalo aku berangkat jalan kaki sambil pake cadar, bisa-bisa innalillahi," balas Maudy santai membuat Amel geleng-geleng mendengarnya.

"Bener-bener lo! Bokap lo bangkrut apa gimana? Apa gak dibolehin bawa mobil gara-gara Melly anaknya Syaiton itu, hah?!" Melupakan perkataan Maudy yang mengatainya, Amel tetap mengorek akan fakta bahwa Maudy berangkat dengan ojek.

"Ck, ini tuh gara-gara si Bagus-Bagus itu sebel aku! Tadi niatnya tuh mau minjem HDnya ayah eh malah Si Bagus ngomel-ngomel kan sebel!" balas Maudy menggebu-gebu, setiap kali mengingat wajah Bagus, ingin sekali dia makan tuh orang.

Wanda yang sendari tadi diam angkat suara. "Bener nih neng rada hilang ingatan," celetuknya yang diangguki Amel dan Lexa.

Wanda memang memanggil Maudy neng, karena menurutnya wajah natural Maudy seperti cewe-cewe desa seperti di tempatnya, Bandung.

Maudy nyengir akan kebodohannya, mengapa ia melupakan fakta bahwa dia buka Maudy ah bahkan dia terlupa akan tadi pagi, semua ini sangat menyelenceng jauh dari sifat asli Maudy.

"Hehe iya aku rada hilang ingatan, cuma tau nama-nama doang palingan, tadi sama kalian aja gak terlalu ngeh, cuma ngeliat kalian yang kayaknya udah deket sama aku, aku jadi tau hehe," ujarnya cengengesan.

"Si Maudy juga sih ah cuma ngingetin nama-nama nggak sekalian wajah-wajahnya, gak lengkap lagi, huh!"

"Bener-bener si Maudyanjing!"

Maudy melotot. "Heh ngomong apa kamu!" sentaknya tak santai dikatai Anjing oleh Amel.

"Ck lagian lo, risih gue denger lo ngomong aku kamu, mana gak ada umpatannya juga, udah ya gue syok liat lo kek ukhti-ukhti gak lagi sama sifat lo nanti yang jadi kalem!" Amel memang yang paling blak-blakan di antara keempatnya, Wanda yang kalem, Lexa yang nggak suka repot.

"Nanggung banget pakean udah kek ukhti-ukhti omongannya masih kasar, gak lah udah nyaman juga sama yang kayak ginian, tenang gak bakalan jauhin kalian kok." Maudy nyengir, Amel mendengus sebal.

Mendadak Jadi UkhtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang