55. Akhir

14.8K 2K 334
                                    

"Dan, bangun. Dipanggil kakek."

Zidan membuka matanya, mengerjap beberapa kali menetralkan pengelihatannya.

Cowo itu mendongak untuk melihat Bagus.

"Dimana?"

"Di depan."

Zidan mengangguk, melihat sebentar ke arah dimana kekasihnya berbaring dengan banyak alat medis di sekitarnya.

"Gue nemuin kakek dulu, ya?"

Zidan tersenyum, lucu sekali dia, berbicara dengan orang koma.

Zidan berbalik, berjalan keluar ruangan.

"Lo mimpi lagi?"

Zidan mengangguk.

Mimpi yang menghantuinya sejak tiga bulan lalu.

"Gue nggak tau, itu karena perasaan cemas gue. Apa emang pertanda."

Bagus menepuk sekali bahu Zidan. "Dia bakal sadar. Lo jangan pesimis."

Zidan hanya tersenyum menanggapi ucapan Bagus.

Semoga saja. Mimpinya itu hanya bunga tidur karena dia terlalu khawatir dengan, Maudy.

Maudy, korban yang selamat dikecelakaan tiga bulan lalu. Cewe itu terlempar jauh ke dalam jurang, namun cewe itulah yang selamat.

Sedangkan Melly, meninggal di tempat. Cewe itu terjebak di dalam mobil, posisinya yang terjepit di antara dua kursi membuat badannya sulit diselamatkan.

Tiga bulan yang abu-abu.

Hampir tiga bulan lamanya perasaan orang-orang di sekitar Maudy mendung. Tidak ada wajah ramah penuh senyuman di hari-hari yang terasa begitu panjang.

Zidan duduk di samping Haikal.

Laki-laki yang menjabat sebagai pemimpin Lagares Central tersenyum menyambut Zidan. Cowo yang sudah membuat cucu cewe satu-satunya itu tergila-gila sampai overdosis. Haikal tak habis pikir, apa yang istimewa dari seorang, Novelan Pasha Zidan Gemilang.

Dia hanya seorang cowo yang suka makanan manis dan penggemar film pembunuhan.

"Jangan terlalu larut dalam kesedihan." Haikal mengeluarkan suaranya.

"Maudy anak yang kuat, kakek yakin dia bakal sadarkan diri. Lagian, dia ini superhero, mana mungkin dia mati dengan mudahnya."

Haikal tertawa, diikuti tawa kecil Zidan.

Benar, Maudy itu kembaran superdede.

"Semoga saja begitu ya. Kalo dia meninggal ya berarti takdir."

Haikal menyenderkan kepalanya di kursi, menghirup nafas panjang-panjang seraya memejamkan mata.

"Takdir Allah nggak ada yang tau. Hidup, mati, kaya, miskin, sedih, bahagia bahkan jodoh sudah di atur sama Yang Maha kuasa."

"Kalo kakek malam ini tiba-tiba bangkrut juga gak ada yang tahu. Harta ini cuma titipan, yang bisa kapan-kapan Allah ambil."

Zidan memandang jauh, sedangkan telinganya mendengarkan dengan khidmat.

"Atau mungkin, malam ini Allah ambil nyawa kakek, juga nggak tau."

Zidan spontan menoleh pada Haikal, memandang sendu ke arah laki-laki yang tengah tersenyum lebar.

"Rencana Allah itu indah. Nggak ada rencana Allah yang jelek, kakek berani jamin. Terlebih buat kakek."

Senyuman Haikal semakin lebar. "Dikasih istri yang taat agama, yang mau bimbing kakek sampe kakek kembali sama Allah. Itu salah satu takdir terindah yang Allah kasih.

Mendadak Jadi UkhtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang