7. Gara-gara

31.1K 4.6K 287
                                    

Na na na

Maudy merapihkan seragamnya lewat pantulan kaca sambil bersenandung ria.

Hari ini moodnya sedang bagus karena, semalem dia bermimpi diberi petuah dari ibu Nyai Halimah--Ibu Nyai di pondok Al-Hikmah--untuk membeli beberapa kitab dan mempelajari ulang lagi.

Sederhana, namun dampaknya sangat luar biasa.

Maudy suka kala mimpinya didatangi orang-orang ahli ilmu, apalagi dalam mimpi tersebut dia diberi nasehat ataupun petuah.

Maudy meraih tas ranselnya yang berada di tas kasur lalu memakainya di bahu.

"Perfect."

Diraihnya telepon genggam di atas meja lalu dimasukan di saku rok abu-abu.

Tadi pagi sebelum mandi dia sempat syok berat, melihat galeri maupun akun sosial media Maudy Willona dikotori oleh foto-foto seksi yang Maudy Willona unggah, dia sebal pada Maudy Willona yang dengan mudah memperlihatkan bentuk tubuhnya di mana-mana.

Ceklek

Maudy menoleh ke samping kiri.

Sama seperti kemarin dia keluar kamar bersamaan dengan Argan.

"Eh abang. Pagi Bang!" Maudy meringis memperlihatkan gigi gingsulnya.

Argan salah tingkah, sifat adiknya yang sekarang selalu membuatnya nyaman dan juga seneng. "Pagi juga dek, turun bareng yuk!" ajak Argan.

Maudy mengangguk lalu bersamaan menuju meja makan.

...

"Aaaa ..." Maudy menjerit histeris kala ujung kerudungnya ditarik oleh seseorang.

Dia menoleh, mendapati Juan yang sedang tersenyum mengejek sambil terus menarik kerudung Maudy.

"Ya Allah!!! Junandra Maulana, lepasin gak! Woyyy tolonginnn, aku mau diculik!!" Suara ngawur Maudy kembali terdengar.

Juan yang menyadari kejanggalan melepaskan tarikannya.

Teman-teman Juan pun saling pandang.

"Junandra Maulana siapa bos?" celetuk Agung pada Rifan. Rifan menggeleng.

"Bokapnya Juan?"

"L-lo kok tau nama bokap gue?" tanya Juan sambil memandang Maudy marah. Dia marah akan kemungkinan-kemungkinan besar yang dia pikirkan.

Maudy cemberut, dibenarkannya kerudung yang kemunduran. "Tau lah!" jawabnya sarkas.

"Jadi lo beneran ngincer bokap gue?" Lagi Juna bertanya, dadanya naik turun karena menahan amarah.

"Ngapa? Mau marah?" Maudy tetap mengikuti permainan Juan.

Sebenarnya dugaan Juan adalah salah besar, Maudy mengetahuinya sebab, sebelumnya sudah dia cari tahu nama-nama orang tua yang akan dia masukan dalam rencananya.

"Bener-bener lo ya!" Juan maju hendak memukul Maudy namun segera dicegah oleh Jefri. Masalahnya, jika Juan sudah hilang kendali, Maudy bisa-bisa masuk rumah sakit.

Maudy yang melihatnya geleng-geleng. "Bener-bener ya anak kota, polaeh kebangeten!" batin Maudy.

*kelakuannya kebangetan.

"Bangsat! Lepasin gue, biar gue bogem tuh jalang!" Juan berteriak marah, meronta-ronta meminta dilepaskan.

"Ngapain lo neng geleng-geleng." Ketiga sahabat Maudy juga di situ, mereka tadinya hendak ke kantin.

"Gak apa lagi dzikir aja, banyak setan," ujar Maudy sambil terus memandang Juan yang masih meronta-ronta.

"Awas aja lo sampe ngincer bokap dan ngehancurin rumah tangga keluarga gue! Mati lo!"

Mendadak Jadi UkhtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang