epilog

16.2K 2.1K 241
                                    

-gairil-magdui 'alaihim wa lad dalin."

Maudy menghembuskan nafas, mengusap batu nisan kakeknya dengan hati tercekik.

Sudah dua tahun lamanya. Dirinya masih tetap tidak menyangka bahwa kakek sudah meninggalkannya.

"Kek, hari ini aku mau nikah." Suaranya sumbang. Hari ini memang hari bahagianya, hari yang mana dia tunggu. Namun, di sisi lain hari ini juga hari menyedihkan, karena tepat dua tahun ini, kakek meninggalkannya.

Maudy tersenyum, pilu rasanya, berpamitan hendak beribadah pada seseorang yang sudah tiada.

"Maudy nikah, bukan sama Puput." Maudy menitikan air matanya. "Tapi, sama Zidan."

Suara kekehan terdengar. "Kalo kakek di samping aku pasti dimarahin." Karena dia membuat kakeknya keheranan dan terkejut.

"Tenang aja kek, cucumu ini nikahnya sama calon yang kakek pilih kok. Aku juga maunya gitu, gak mau sama yang lain."

"Kek, Maudy minta ridhonya, ya. Maudy bakal jadi istri orang hari ini." Suaranya kembali bergetar. "Nanti Maudy bakal punya dedek gemes. Sayang banget, mereka gak ketemu sama Mbah Akungnya, padahal Maudy penginnya Kakek yang kasih nama."

Suara tangis terdengar lagi, yang disusul kekehan sendu. "Gak papa deh. Mereka gak ketemu kakek juga pasti tetep jadi orang hebat. Mereka juga pasti bangga sama kakek, nanti Udy sering-sering ajak ke sini."

Argan dan Bagus yang menemani Maudy mendekati adiknya, mengelus bahu ringkih itu dengan sayang. "Udah dulu ya ketemu kakeknya, acara udah mau dimulai."

Maudy mengangguk, cewe itu kembali mengelus batu nisan. "Kakek, Maudy pulang ya, mau nikah. Assalamu'alaikum."

...

"Saya terima nikah dan kawinnya. Dewi Suhita Ayu Nurmalasari Maudy Barganta, dengan maskawin tersebut, tunai!"

"Bagaimana para saksi, sah?"

"Sah!"

"Alkhamdulilah."

"Bismilahirohmanirohim, Allahumma sholli'ala sayidina Muhammad Wa'alaali sayidina Muhammad. Baarakallahu likulii wahidimmingkumaa fii shaahibihi wa jama'a bainakumma fii khayrin. Aamiin."

"Aamiin."

Maudy menyalami Zidan, dikecup bolak-balik sesuai ajaran Ibu Nyainya dulu.

"Kalo salaman sama orang tua, sama suami, sama mertua sampe guru yang udah ngasih kalian ilmu itu, jangan lupa di bolak-balik. Ya telapak, ya punggung tangan kena semua. Tiga kali, biar dapet pahala sunah. Jangan di dahi, tapi di kecup sama bibir kalian, ya?"

Lalu Zidan mencium dahi Maudy, menyentuh ubun-ubun istrinya dan berdo'a.

"Allahumma inni as'aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha 'alaih."

Air mata Maudy kembali menetes.

Dia tidak tahu apa yang sedang dia rasakan kali ini.

Bahagia? Dia bahagia.

Sedih? Dia sedih.

Dia tidak tahu. Ada banyak rasa yang hari ini menghinggapi hatinya.

...

"Yang, balapan yuk?" Itu Zidan.

Si pria yang 5 bulan lalu menikahi Maudy.

Maudy menoleh pada suaminya garang. "Gak liat apa, di luar ujan?" balasnya ngegas, seraya menunjuk Zidan dengan pisau yang tengah dia buat memotong semangka.

Mendadak Jadi UkhtiWhere stories live. Discover now