50. Kebumen, here we come

9.8K 1.7K 90
                                    

Malam terakhir di Dieng, ditutup dengan acara bakar-bakaran ikan.

Semuanya ikut andil bergotong-royong, ada yang membuat bumbu, memasak nasi, menyiapkan pembakaran dan juga si kang kipas.

Rifan cs kebagian mengipasin ikan, awalnya mereka senang bukan main, bahkan mereka tidak mau bergantian dengan siapa pun tapi lama-lama, mereka cape sendiri dan akhirnya memaksa seseorang untuk menggantikannya.

Maudy cs kebagian membuat sambal kecap dan memasak nasi, syukur sekali tidak ribet, namun bagi teman-teman Maudy yang jarang ke dapur ya menjadi hal yang sulit.

"Dy, ini udah bersih belum?" tanya Amel yang sedang membasuh beras.

"Kurang itu mah, lagi-lagi, sampe bersih pokokna mah."

"Nggak baik tau masak nasi sampe berasnya bersih banget."

"Ck, ya tapi jangan gitu juga udah mau dimasak. Itu tuh liat, masih ada kotorannya gitu, ngambang."

Amel berdecak, ini sudah beras ketiga namun dia tidak diizinkan untuk berhenti membasuh beras juga.

"Dy, ini beneran kuat listriknya?" Kali ini giliran Wanda yang bertanya. Maudy mengangguk saja, walaupun dalam hati dia bertanya-tanya juga, apakah tetap kuat atau tidak. Masalahnya mereka memasak nasi 10 dengan rice cooker.

Tapi kalo difikir-fikir lagi. "Ni homestay kan sengaja dibangun buat orang banyak, ini juga tempatnya gede, yakali buat masak nasi gak kuat."

Wanda mengangguk, benar juga.

"Ini bener cara motongnya?" Lexa bertanya di saat Maudy anteng mengiris bawang merah.

Maudy meringis melihat irisan cabe Lexa.

"Gede banget, kaya pahalaku," komen Maudy dengan muka tertekannya.

"Emang kebesaran ya, gue kira malah kekecilan."

Tambahlah masam muka Maudy.

Ini pasti karena Lexa takut jarinya yang kena pisau, makanya cabe rawit segede gaban hanya diiris 3 kali saja, jadi deh cabe rawit gradakan.

Tapi, Lexa kan suka berantem yakali takut sama pisau.

"Udah deh, kamu bantuin Wanda aja, dia kerepotan naik turun bawa rice cooker, ini aku yang ngelanjutin."

"Gak papa?"

"Enggak."

"Sorry ya Dy, gue jadinya ngerepotin lo. Gue nyusul Wanda, ya?"

Maudy mengangguk sekali. Cewe itu menghela nafas melihat bawang merah yang masih tersisa seperempat mangkok besar dan cabe semangkok besar yang belum diiris.

Cewe itu kemudian melihat sekelilingnya, padahal ada banyak orang yang ada di tempat itu namun, kenapa mereka terlihat sibuk semua?

Dan akhirnya Maudy pun memulai pekerjaannya lagi, dengan semangat 25!

Ketika Maudy tengah serius memotong cabe, tiba-tiba Pak Ridwan datang.

Duda hot yang dikenal dengan sifat kalemnya itu duduk di depan Maudy.

"Kok sendirian, temennya mana?" tanya Pak Ridwan.

Maudy yang tak tahu akan kehadiran Pak Ridwan menoleh terkejut. "Eh?"

Maudy mengerjap, terkejut akan kehadiran Pak Ridwan yang sudah ada di depannya, dan juga muka ngeselin Pak Ridwan yang tengah menatapnya.

Maudy berdeham canggung. "Ada yang dibutuhin Pak?" tanya Maudy sopan.

Mendadak Jadi UkhtiWhere stories live. Discover now