18. "Lo terlalu baik sumpah!"

27.4K 4.5K 850
                                    

Rifan marah.

Pikirannya kacau.

Kenapa tiba-tiba seperti ini?

Yang dia tahu, tadi pagi Ayah-nya pergi pamit kerja seperti biasanya.

Lalu, bangkrut?

Lawak!

"Yah!" Rifan masuk ke dalam rumah dengan emosi yang tertahan. Dadanya naik turun, kentara sekali sedang marah.

Rifan memandang beberapa orang berpakaian rapih di sisi ruangan.

Kedua orang tuanya sedang duduk di sofa lengkap dengan 4 koper besar di sampingnya.

Risa--Ibu Rifan, langsung berlari ke arah dimana anaknya berada.

Wanita itu menangis tersedu-sedu, matanya bengkak karena terlalu lama menangis.

"Kita bangkrut nak, kita sekarang gak punya apa-apa," adunya pada Rifan.

Rifan memeluk ibunya, hatinya sakit hanya karena melihat sayap kehidupannya itu menangis.

Rifan memandang Ayah-nya marah.

Ini semua karena Ayah-nya.

"Yah?"

Irfan berdehem, lalu melirik Rifan kalem.

"Pekerja Ayah ada yang korupsi, dia juga menggelapkan uang kantor," ujarnya tenang.

Rifan mengepalkan tangan kuat. "Harusnya Ayah tau! Kenapa dibiarin gitu aja!?" Rifan marah.

Irfan berdecih. "Gimana Ayah bisa ngurusin itu, sedangkan tiap hari Ayah kudu ngurusin kartu ATM kamu!" Irfan memijat keningnya. "Kalo kamu gak tiap hari ngeluarin uang sampe milyaran, pasti semuanya gak bakal kayak gini!"

Rifan menggelap. Dirinya disalahkan.

Baru pertama kalinya, Ayah-nya itu perhitungan.

"Kamu cowo tapi list belanjaannya barang-barang cewe semua, jadi banci kamu heh!?"

"Apa cuma buat belanjain cewe gak tau diri itu?"

Cewe gak tau diri yang Irfan maksud, adalah Melly.

Rifan pernah membawa Melly ke rumah beberapa kali, dan kesan pertama yang orang tua Rifan lihat adalah ... zonk!

Mana ada tamu yang seharian di kamar terus.

Makan diambilin, minum diambilin.

Piring kotor ditumpuk di kamar.

Risa benar-benar marah waktu itu.

Baru pertama kalinya, dia melihat cewe se-gak sopan itu.

Bahkan, menyapa Risa saja tidak pernah.

Melly datang, langsung masuk kamar Rifan dan setelah malam pulang.

Karena itu juga, Risa pernah sekali membandingkan Melly dengan Maudy. Karena menurut Risa, meskipun Maudy berpakaian lebih terbuka pun juga tidak bisa memasak, cewe itu lebih sopan.

Salaman, menanyakan kabar, membantu menata makanan, membantu mencuci piring, dan yang terpenting Maudy tak pernah berani masuk ke kamar Rifan.

Katanya. "Gak bagus ah, cewe mainnya di kamar cowo."

"Maaf Pak, sudah malam. Mohon untuk segera meninggalkan rumah." Suara laki-laki dengan kemeja biru tua memecahkan keheningan mencekam.

"Ayok, kita pergi." Irfan bersiap membawa 2 koper. Laki-laki yang masih memakai baju kerja itu menghampiri istrinya.

Mendadak Jadi UkhtiDonde viven las historias. Descúbrelo ahora