10. Pengakuan

29.3K 4.2K 181
                                    

Sekarang Maudy sedang duduk anteng di kursi samping kemudi dengan Dimas yang tengah serius membawa mobil.

"Kamu tahu Ayah mau ketemu siapa?" tanya Dimas tiba-tiba, memecahkan keheningan dalam mobil.

Maudy menoleh. "Pak Arya," jawabnya singkat.

Dimas tampak tergagu padahal dia belum memberi bocoran.

"Kamu tau kenapa Ayah mau ketemu Pak Arya bawa kamu?" tanyanya memancing. "Padahal beliau hanya berkata ingin bertemu dengan Ayah juga putri Ayah," sambungnya.

Maudy kembali memandang Ayahnya lekat. "Terus?"

"Bisa aja yang Pak Arya maksud mm Me-Melly kan? Dia juga putri Ayah," ujar Dimas tak enak.

"Kan yang ngomong cek keuangan aku, bukan Melly." Lagi Dimas dibuat terdiam, putrinya sangat pinter sekarang.

Dimas menyentuh bahu Maudy lalu mengusapnya pelan. "Ayah bangga sama kamu, dari dulu selalu pintar," katanya.

Maudy mengangguk. "Anak Ayah kan?"

Dimas terkekeh renyah. "Kamu pinter sendiri gak ada sangkut pautnya sama Ayah, Ayah dari dulu gak pernah ngajarin kamu, kamu selalu berusaha sendiri dan ya Ayah bahkan ngefans sama kamu sekarang." Maudy ikut terkekeh.

Yang diucapkan Dimas memang benar adanya, Maudy Willona dari dahulu tidak pernah diperhatikan oleh Dimas, Dimas hanya memenuhi kebutuhannya saja.

Sebenarnya hanya Dimas dikeluarga Maudy Willona yang tak membenci Maudy, dari dahulu Dimas selalu memberikan kebebasan karena dia dan Anggun yang sering bolak-balik ke luar negeri.

Namun sampai akhirnya Anggun pulang dari panti asuhan dengan membawa Melly dan mengangkatnya menjadi adik Maudy 3 tahun yang lalu, Melly yang licik selalu mengadu domba Maudy hingga akhirnya Anggun dan Bagus membencinya.

Sampai SMA kelakuan Maudy semakin menjadi, sering keluar malam, berpakaian seksi, bermake-up layaknya orang dewada dan juga sering caper pada orang-orang yang dia sayang.

Dimas memang tidak membela, dia hanya mengawasi dengan bantuan mata-matanya. Maudy tahu itu, namun dia diam seolah tidak tahu apa-apa.

"Tapi yang ini Ayah masih bingung sama kamu, kok bisa kamu tau ada yang koruspi di kantornya pak Arya?" Dimas bertanya sambil memandang ke depan.

"Aku hack." Dimas ngerem mendadak, lalu menoleh ke arah Maudy terkejut.

"Hah? Apa?" tanyanya memastikan.

"Aku hack Yh," jawab Maudy lagi lalu mendongak pada Ayahnya yang masih menampilan wajah terkejut.

"Gimana bisa?"

"Bisa lah, aku juga hack beberapa perusahaan, punya Ayah juga," ujar Maudy tenang, niatnya memang sekarang akan dia beritahukan yang sebenarnya pada Dimas.

"Hah?" Dimas semakin terkejut. "Kamu mau ...?"

"Gak Yah cuma aku awasi, ya kali, haram makan duit korupsi," ungkap Maudy sambil terkekeh.

Dimas bernafas lega.

"Terus ngapain kamu ngehack gitu?" Dimas bertanya sambil menjalankan mobilnya lagi.

"Mantau aja." Maudy memandang wajah Dimas lekat.

Pantas saja semua anak-anaknya cakep bapaknya juga gak ngotak hensemnya.

"Kamu belajar dari mana sih?" Dimas bertanya serius.

"Kakek."

Dimas menoleh cepat pada Maudy. "Kakek? Kakek siapa?" tanyanya bingung, lantaran kakeknya Maudy sudah meninggal semua.

Mendadak Jadi UkhtiWhere stories live. Discover now