07

74.7K 9.7K 250
                                    

Happy reading
.
.
.

Alfaro terdiam bagaikan patung. Pikirannya berkelana memikirkan gadis yang  beberapa menit yang lalu keluar dari kamarnya.

Tangannya terangkat memegang dada, jantungnya berdetak tak karuan.

Masih dengan tangan yang bertengger di dada, Alfaro berjalan duduk pada sofa dipojok kamar.

"Sejak kapan namanya berganti menjadi Lesya? Ah itu tidak penting yang terpenting sekarang ada apa dengan jantungku? ais dan kenapa dia terlihat sangat menarik hari ini" monolognya

Yah memang benar sekarang wajah Lesya lebih segar dan cerah dari sebelumnya karena hari-hari yang dulu sama sekali tidak terawat.

Bayangkanlah, tidak pernah dirawat saja cantik apalagi sudah dipakaikan skincare dan pergi ke salon.

Karena tak mau terlalu memikirkan gadis itu. Alfaro beranjak mengambil rokoknya yang ada di atas nakas lalu berjalan ke balkon kamar.

Dia menyulutkan korek api pada sebatang rokok dan menghisapnya pelan.

Perokok aktif itulah Alfaro, setiap harinya dia tidak akan lupa dengan benda yang selalu memberikan kenikmatan tersendiri bagi penghisapnya itu.

Menatap langit yang gelap, tangannya bertengger diatas pembatas balkon. Bibirnya terus menghisap dan mengeluarkan asap rokok.

Drrtt drrtt

Alfaro mengambil ponselnya dan terpampang nama sang kekasih disana. Jika Clarisa menelpon pasti ada sesuatu yang didinginkan oleh wanita itu.

Dia menggeser ikon hijau lalu mendekatkan benda pipih itu ditelinga.

"Halo, kenapa sayang."

.......

"Ke rumah? Jamberapa?"

.......

"Oke ati-ati di jalan."

.......

"Love you too."

Dia mematikan sambungan telfonnya. Lalu menyimpan ponsel tersebut ke saku celana dan lanjut menghabiskan sisa rokoknya.

***

Lesya berjalan riang dari dapur menuju kamar Alfaro. Tangannya terangkat mengetuk pintu didepannya.

Tok tok tok

Cklek

Tak perlu menunggu lama pintu terbuka. Alfaro keluar dari dalam kamar dengan sebelah alis terangkat seolah bertanya 'apa'.

Lesya yang mengertipun membuka suara. "Turun kebawah makan malem udah siap."

"Ya." Alfaro menutup pintu kamar dan pergi meninggalkan Lesya yang masih berdiri ditempatnya.

"Bah aku yang ngasih tau aku juga yang ditinggal, dasar suami abal-abal." Gerutunya menatap punggung sang suami yang mulai menjauh.

Dengan wajah memberenggut akhirnya Lesya ikut menyusul kebawah dengan langkah pelan.

Saat telah sampai diruang makan Lesya menyengit heran.
Disana sudah ada Alfaro dan seorang wanita yang sedang duduk manis mengambil beberapa makanan ke piring mereka masing-masing.

"Sejak kapan badut emperan itu datang kemari?" Pikir Lesya.

Ck jangan heran kenapa Lesya menyebutnya badut emperan karena memang make-up yang digunakan Clarisa sangat menor dan tebal, bibirnya saja jontor begitu.

Dengan anggun Lesya duduk didepan Alfaro dan mengambil makanan yang dia inginkan ke atas piring.

Clarisa melotot menatap orang yang baru saja datang disana.

"Heh jalang siapa yang menyuruhmu duduk disana!" Marah Clarisa.

"Ga ada lah, yakali makan nunggu disuruh. Kalo laper ya makan aja." Jawab Lesya tanpa emosi. Dia mengambil makanan yang diinginkan lalu menaruhnya diatas piring. Masa bodo dengan sepasang kekasih itu.

Alfaro menatap gadis didepannya ini dengan raut yang tak dapat diartikan.

Dalam kepalanya dia berpikir, apa dia benar-benar sudah berubah? Bahkan selama ini istrinya itu tidak pernah berani makan tanpa seijinnya apalagi makan di meja yang sama dengannya, dia selalu makan di dapur itupun jarang.

"Rupanya kau sdah berani denganku ya." Clarisa melihat Lesya dengan raut meremehkan.

"Buset sejak kapan aku ga berani sama you? Sama-sama manusia juga. Selama ini aku tuh cuma akting sok tersakiti gitu biar mirip film suara hati istri di Indosiar, gimana bagus ya aktingku? Ah iya gaperlu muji biasa ini mah aku kan calon artis papan atas." Lesya mengibaskan rambutnya anggun dan berujar dengan pdnya. Lesya sedikit merasa kesal karna dipandang remeh, belum lagi perutnya sudah berdemo meminta jatah makan lebih banyak tapi si badut itu belum juga berhenti mengoceh.

Emosi Clarisa semakin tersulut. "Heh kamu itu gak ada hak makan disini! Ngaca kita itu beda kasta, kamu cocoknya makan sama pembantu."

Lesya terkikik geli. "Kata sapa Lesya yang cantik bin imut ini gak ada hak? Orang aku bininya lah situ sapanya? selingkuhan aja bangga. Lagipula nih ya aku tekanin! Uang suami adalah uang istri. Harta suami adalah harta istri. Jadi, terserah aku dong mau makan dimana aja orang rumah ini juga termasuk rumahku. Ga percaya? Tanya aja sama bapak mertua."

Lesya menjada kalimatnya. "Oh iya situ suruh aku ngaca? Ga salah? Harusnya kamu yang ngaca biar dandanannya bagusan dikit." lanjutanya dengan nada mencibir.

Saat melihat sang kekasih yang emosinya akan meledak, Alfaro segera beranjak pergi membawanya.

Dia tak mau semuanya semakin runyam setelah melihat keberanian Lesya.

Bukannya dia tak berani melawan Lesya
tapi, saat tau perubahan sifat Lesya yang sangat jauh dan rasa ketertarikannya pada gadis itu, dia harus mengurungkan niatnya.

Dibelakang Lesya juga masih ada ayahnya yang akan selalu melindungi gadis itu. Jika sekali saja dia mengadu semua fasilitas dan jabatan Alfaro pasti akan hancur detik itu juga.

Jika dulu Lesya bisa dibungkam dan diperalat dengan ancaman dan kekerasan, maka sekarang semua sudah berubah. Jadi Alfaro tidak boleh membiarkan Clarisa membuat semua semakin kacau. Dia harus memberikan pengertian pada kekasihnya itu.

Melihat kepergian dua sejoli itu senyum Lesya muncul. "Akhirnya dua hama itu pergi, waktunya makan-makan hahay indahnya hidup." Ujarnya penuh kebahagiaan.

-
-
-
-
-

Bersambung...

Beda Raga [End]Where stories live. Discover now